tag:blogger.com,1999:blog-78550728097180936112024-02-08T02:12:04.369-08:00FRIZCA BLOGfrizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.comBlogger34125tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-20366869215248011992014-09-25T22:13:00.000-07:002014-09-25T22:13:16.519-07:00Frizca Rizky - ASKEP STROKE BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Stroke
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008)
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
B. Faktor Risiko
1. Hipertensi.
2. Obesitas.
3. Hiperkolesterol.
4. Peningkatan hematokrit.
5. Penyakit kardiovaskuler : AMI, CHF, LVH, AF.
6. DM.
7. Merokok.
8. Alkoholisme.
9. Penyalahgunaan obat : kokain.
C. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
· Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
· Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
· Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
· Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap ortak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik :
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
E. Klasifikasi
1. Patologi serangan stroke.
a. Stroke Hemoragik
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oelh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu ;
1) Perdarahan Intra Cerebri
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
2) Perdarahan Sub Araknoid
Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri Kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal
+/-
+++
Hemiparese
++
+/-
Gangguan saraf otak
+
+++
Tabel 2.4 Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan Subarakhnoid
b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder serta kesadaran umumnya baik.
1) Perjalanan penyakit/stadium.
a) TIA
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai dengan beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke Involusi
Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan neurologis semakin berat/buruk dan berlangsung selama 24 jam/beberapa hari.
c) Stroke Komplet
Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
F. Tanda dan gejala
1. Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik.
2. Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi.
3. Gangguan persepsi.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot, kandung kemih.
G. Komplikasi
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral
4. Pneumonia aspirasi
5. ISK, Inkontinensia
6. Kontraktur
7. Tromboplebitis
8. Abrasi kornea
9. Dekubitus
10. Encephalitis
11. CHF
12. Disritmia, hidrosepalus, vasospasme
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
3. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah rutin
2) Gula darah
3) Urine rutin
4) Cairan serebrospinal
5) Analisa gas darah (AGD)
6) Biokimia darah
7) Elektrollit
I. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
J. Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
K. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
L. Pencegahan Stroke
1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.
4. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya).
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)
6. Olahraga secara teratur.
M. Penanganan dan perawatan stroke di rumah
1. Berobat secara teratur ke dokter.
2. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter.
3. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh.
4. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.
5. Bantu kebutuhan klien.
6. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.
7. Periksa tekanan darah secara teratur.
8. Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggita gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
4. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
5. Aktivitas sehari-hari
a. Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
o Inspeksi : Bentuk simetris
o Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
o Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
o Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II murmur atau gallop.
f. Abdomen
o Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
o Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
o Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh
B. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
1. Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan ...x24 jam perpusi jarinagn tercapai secara optimal dengan kriteria hasil :
1) klien tidak gelisah
2) tidak ada keluhan nyeri kepala
3) mual dan kejang
4) GCS 4, 5, 6
5) pupil isokor
6) refleks cahaya (+)
7) TTV normal.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK dan akibatnaya.
Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Baringkan klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
3) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien.
4) Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur.
Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava.
5) Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrkranial dan poteensial terjadi perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan intracranial.
7) Kolaborasi : pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid, aminofel, antibiotika.
Rasional : tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan premeabilitas kapiler,menurunkan edema serebri,menurunkan metabolic sel dan kejang.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan kriteria hasil :
1) bunyi nafas terdengar bersih
2) ronkhi tidak terdengar
3) trakeal tube bebas sumbatan
4) menunjukan batuk efektif
5) tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
6) frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret.
2) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan dan durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia.
3) Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
5) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil : klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan.
3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya kontraktur.
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan klien.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan : klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x24jam
Kriteria hasil : klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol.
Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisis.
Rasional : mengindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5. Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam terjadi prilaku peningkatan perawatan diri.
Kriteria hasil : klien menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatna diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasikan personal masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individu.
2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien.
3) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien, skaligus meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan menganjurkan klie untuk terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat kelaurmasuk orang ke ruangan.
6. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam gangguan eliminasi fecal ( konstipasi) tidak terjadi lagi.
Kriteria hasil : klien BAB lancer,konsistensi feces encer, Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi BAB
Rasional : untuk mengetahui frekuensi BAB klien, mengidentifikasi masalah BAB pada klien .
2) Anjurkan untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional : untuk mempelancar BAB.
3) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18 gelas/hari,
Rasional : mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran feces.
4) Berikan latihan ROM pasif
Rasional : untuk meningkatkan defikasi.
5) Kolaborasi pemberian obat pencahar.
Rasional : untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feces
7. Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam.
Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi urin.
Rasional : mengetahui masalah dalm pola berkemih.
2) Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan.
3) Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada kandung kemih.
4) Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih.
5) Kaji kemampuan berkemih.
Rasonal : untuk menentukan piñata laksanaan tindak lanjut jika klien tidak bisa berkemih.
6) Modifikasi pakaian dan lingkungan.
Rasional : untuk mempermudah kebutuhan eliminasi.
7) Kolaborasi pemasangaan kateter.
Rasional : mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi urin.
Daftar Pustaka
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC
frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-57725061022450516182013-12-10T18:17:00.000-08:002013-12-10T18:17:18.438-08:00Frizca Rizky - ULKUS KORNEA KARENA BAKTERIULKUS KORNEA KARENA BAKTERI
I. DEFINISI:
Ulkus kornea yang timbul akibat'infeksi kuman (bakteri).
II. ANAMNESA / GEJALA KLINIK :
1. Nyeri
2. Mata merah
3. Kabur
4. Epifora
5. Fotofobi
III. DIAGNOSIS / CARA PEMERIKSAAN:
l. Anamnesis:
a. Mendadak nyeri mata, seperti ada benda asing, epifora dan fotofobi
b. Visus: menurun
c. Retroiluminasi:
d. Hiperemi perikornea
e. Infiltrat pada kornea berupa bercak putih pada epitel sampai stroma, bisa kecil, tapi bisa menutup seluruh kornea, tidak jarang diatas lesi menjadi rapuh.
f. Hipopion: berupa cairan kental di dalam bilik mata depan
2. Tes fluoresia:
a Hasil positif ditepi ulkus
3. Laboratorium:
a. Hapusan langsung: untuk mengetahui jenis kuman dengan pengecatan ”gram”
b. Biakan kuman: untuk identifikasi kuman
c. Untuk keperluan pemeriksaan laboratorium bahan ini diambil dari tepi ulkus menggunakan kapas steril.
IV. DIAGNOSIS BANDING:
1. Ulkus konea akibat jamur
2. Disekitar infiltrat induk terdapat infiltrat satelit
3. Elemenjamur bisa ditemukan di dalam bilik mata depan
V. PENATALAKSANAAN :
Antibiotika:
Pemilihan antibiotika: tergantung hasil hapusan dan biakan kuman
Cara pemberian:
1. Topikal
2. suntikan sub konjungtiva
3. sistemik
Pemilihan rawatjalan / rawat tinggal: tergantung berat ringan ulkus
Penatalaksanaan ulkus kornea yang dianjurkan:
Ukuran Ulkus Lokasi ada Kornea Penatalaksanaan
< 3 mm
< 3 mm
> 3 mm+hypopyon tidak pada sumbu mata
pada sumbu mata
disegala tempat - rawat jalan
- antibiotika topikal tiap jam
- rawat tinggal
- antibiotika topikal tiap 1/4 jam
- antibiotika sub konjungtiva
- rawat tinggal
- antibiotika topikal tiap 1/4 jam
- antibiotika sub konjungtiva
- antibiotika parenteral
frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-21570712717700702852013-12-10T18:08:00.000-08:002013-12-10T18:08:16.789-08:00Frizca Rizky - GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMERGLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER
I. DEFINISI:
Merupakan penyakit mata dengan gangguan integritas struktur dan fungsi berupa penggaungan papil saraf optik dan gangguan lapang pandang sebagai akibat dari peningkatan TIO karena hambatan pembuangan akuos pada saluran-saluran pembuangan.
II. GEJALA KLINIS:
1. tidak ada keluhan mata merah, mata nyeri dan kabur oleh karena TIO meningkat tidak mendadak
2. stadium dini gaung papil kecil gangguan lapang pandang ringan (scotoma kecil~tidak terasa oleh penderita)
3. stadium selanjutnya gaung gaung papil mulai meluas gangguan lapang pandang mulai terasa (scotoma mulai luas) penderita melihat bayangan gelap di lapang pandangnya
4. stadium lanjut gaung papil luas scotoma luas lapang pandang sempit aktivitas sehari-hari terganggu
5. stadium akhir gaung seluruh papil lapang pandang gelap
III. DIAGNOSIS / CARA PEMERIKSAAN :
1. Anamnesis:
Riwayat adanya bayangan gelap pada lapang pandang atau keaktifan sehari-hari mulai terganggu, sering tersenggol sehingga harus berjalan dengan lebih perlahan-lahan.
Tidak ada keluhan gangguan tajam pengelihatan (kecil stadium lanjut), tidak ada nyeri mata.
2. Pemeriksaan :
a. virus sentral baik (kecuali stadium lanjut)
b. tidak ada hiperemia konjungtiva dan silian
c. kornea jernih, bilik mata depan dalam, pupil normal
d. funduskopi: gaung papil (+)~dinyatakan dlam perbandingan antara diameter gaung (cupping) dan diameter papil (disc) C/D ratio
e. tonometri: TIO 21 mmHg
f. lapang pandang:
- dini: scotomo daerah superior
- lanjut: scotomo luas, lapang pandang sempit
g. gonioskopi: sudut bilik mata depan terbuka
IV. PENATALAKSANAAN:
Prinsip: mencegah progresifitas penggaungan papil dengan menurunkan TIO Cara:
1. pemakaian obat-obatan masih merupakan pilihan utama
2. bila TIO masih tinggi maka pilihan kedua aplikasi laser pada jaringan trabekula
3. bila pilihan kedua pun masih belum berhasil, maka pilihan ketiga adalah bedah filtrasi
4. pilihan terakhir adalah menghambat badan silian dengan aplikasi krio atau laser
Pemakaian obat-obatan:
l. Obat-obatan yang dapat digunakan adalah:
a. Pilokarpin 1 - 2 & 4 X/hari
b. Timolol maleate 0,24 - 0,5% 2x/hari
c. Acetazolamide 3 X 250mg
Pilokarpin menyebabkan kontraksi otot silia yang berinsersi pada distal trabekula dan kanal Schlemm rongga-rongga membesar pembuangan lancar. Prinsip pemberian obat-obatan adalah gunakan konsentrasi terkecil dan jumlah obat yang paling sedikit.
2. Cara:
Mulai dengan Pilokarpin 1 % 4DD monitor TIO
a. bila TIO tidak turun ~ Pilo 1 % tidak efektif dihentikan
b. bila TIO turun sampai normal Pilo 1% efektif teruskan
c. bila TIO turun belum sampai normal Pilo 1 % kurang efektif ganti Pilo 2% 4DD monitor TIO
d. bila TIO turun sampai normal Pilo 2% efektif teruskan
e. bila TIO turun belum sampai normal Pilo 2% kurang efektif harus dikombinasi dengan Timolol mulai 0,25% 1 - 2DD monitor TIO
f. bila TIO turun sampai normal Timolo 0,25% dengan Pilo 2% efektif teruskan
g. bila TIO turun belum sampai normal Timolol 0,25% kurang efektif Timolol 0,25% diganti dengan Timolol 0,5% 1 - 2 DD dst.
frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-6462979398042020872013-12-10T17:59:00.000-08:002013-12-10T17:59:08.160-08:00Frizca Rizky - GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP AKUT PRIMERGLAUKOMA SUDUT TERTUTUP AKUT PRIMER
I.DEFINISI:
Merupakan penyakit mata dengan gangguan integritas struktur dan fungsi yang mendadak sebagai akibat peningkatan TIO yang sangat mendadak karena sudut bilik mata depan mendadak tertutup akibat blok pupil.
II.GEJALA KLINIS:
1. Tiba-tiba nyeri hebat pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi dan telinga)
2. Mata sangat kabur
3. Mual,muntah, berkeringat
4. Mata merah, hiperemia konjungitiva dan siliar
5. Virus sangat menurun
6. Edema kornea
7. Bilik mata sangat dangkal
8. Pupil lebar lonjong dan tidak refleks terhadap cahaya
9. TIO sangat tinggi
10. Sudut bilik mata tertutup
III.DIAGNOSIS / CARA PEMERIKSAAN :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis. Pada pemeriksaan didapatkan:
1. Visual sangat menurun, hiperemia nojungtiva dan siliar (perilimbal), kornea mata sangat surat (edema)
2. Dengan lampu senter yang terang akan tanpak :
a. bilik mata depan sangat dangkal
b. pupil lebar lonjong, tidak ada refleks
c. tonometer Schiotz: TIO sangat tinggi (sampai 45 - 75 mm Hg)
d. dengan gonioskopi: sudut bilik mata depan tertutup
IV.DIAGNOSIS BANDING:
1. Uveitis anterior akut:
a. pupil miosis
b. TIO normal 1 menurun
2. Keratokonjungtivitis akut:
a. pupil normal
b. TIO normal
3. Glaukoma neovaskular: neovaskularisasi pada permukaan iris dan sudut bilik mata depan
4. Glaukoma fakomorfik: lensa imatur atau matur
5. Glaukoma fakolitik :
a. lensa imatur atau hipermatur
b. bilik mata depan tidak dangkal
c. sudut bilik mata depan terbuka
6. Glaukoma sekunder karena uveitis anterior: pupil sinekia posterior total
V.PENATALAKSANAAN :
Prinsip:
l. Menurunkan Tio segera
a. Hiperosmotik: tekanan osmose plasma meningkat sehingga menarik cairan dari dalam mata
- Gliserin 1 - 1,5 ml/kg BB dalam bentuk 50% larutan (dicampur cairan sari buah dsb, denagn jumlah yang sama) diminum sekaligus.
- Bila cairan gliserin sukar diminum karena sangat mual / muntah, dapat diberi mannitol 1 - 2 gram/kg BB 20% dalam infus dangan kecepatan 60 tetes / menit.
Note: bila TIO sudah turun mencapai normal dosisi ini tidak perlu dihabiskan.
b. Acetazolamide: menekan produksi akuos
Langsung diberi 500 mg peroral dan dilanjutkan denagn 250 mg tiap 6 jam. Bila sangat mual/muntah secara intervenal dengan dosisi 500.
c. Beta adrenergik antagonis: menekan produksi akuos
- Timolol maleate 0,25% - 0,5% tetes 2x/hari
2. Membuka sudut yang tertutup
a. Miotikum: iris tertarik dan menjauh dari trabekula sehingga sudut terbuka.
- Pilokarpin 2 - 4% tiap 3 - 6 jam, diberi sesudah ada tanda-tanda penurunan TIO oleh karena TIO yang sangat tinggi akan menyebabkan:
paralisis sfingter pupil sehingga pupil tidak bereaksi terhadap Pilokarpin
edema kornea sehingga daya menyerap Pilokarpin kurang
Tidak dianjurkan frekuensi pemberian Pilokarpin yang banyak karena mungkin dapat timbul krisis kolinergik, lagipula lagipula sudat dapat dibantu terbuka oleh Acetazolamide.
b. Acetazolamide: akuos dibilik mata belakang berkurang sehingga tekanan dibilik mata depan menjadi lebih tinggi dari bilik mata belakang dan hal ini menyebabkan penekanan iris kebelakang menjauhi trabekula, sehingga sudut terbuka (bila belum ada pelekatan)
3. Memberi suportif dengan mengurangi nyeri, mual/muntah dan reaksi radang:
a. Pethidine (Demerol) untuk nyeri
b. Antiemetik untuk mual/muntah
c. Anti inflamasi topikal (kortikosteroid) untuk reaksi radang
4. Mencegah sudut tertutup ulang:
Indektomi perifer (bedah atau laser). Walaupun dengan obat-obatan TIO sudah turun dan sudut sudah terbuk, indektomi perifer tetap harus dilakukan. Karena bila obat-obatan sudah dihentikan lalu rnengalami cetusan yang menimbulkan blok pupil, maka akuos dibilik mata belakang tidak akan terbendung karena akuos terus mengalir melalui lubang indektomi ke bilik mata depan sehingga sudut tetap terbuka.
5. Mencegah sudut tertutup pada matajiran (yellow eye)
Mata jiran umumnya memiliki anatomi yang sama dengan mata yang sakit sehingga kemungkinan dapat juga mengalami serangan sudut tertutup bila ada pencetus (40 - 80% mata jiran mengalami serangan glaukoma sudut tertutup dalam waktu 5 - 10 tahun).
Oleh karena itu pada saat serangan akut pada mata yang sakit, mata jiran diberi Pilokarpin 2% tiap 6 jam sambil disiapkan untuk dilakukan indektomi perifer.
frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-75922339813192557902012-01-02T21:16:00.000-08:002012-01-02T21:25:06.793-08:00MACAM-MACAM ENZIM PADA TUBUH MANUSIAMACAM-MACAM ENZIM PADA TUBUH MANUSIA<br /><br />Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia tertentu. Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan molekul bahan makanan yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih sederhana dan kecil. Molekul yang sederhana ini memungkinkan darah dan cairan getah bening ( limfe ) mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan. <br />Secara umum enzim memiliki sifat : bekerja pada substrat tertentu, memerlukan suhu tertentu dan keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerja pada substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan bekerja pada suasana basa dan sebaliknya. Macam-macam enzim pencernaan yaitu : <br />1. Enzim ptialin <br />Enzim ptialin terdapat di dalam air ludah, dihasilkan oleh kelenjar ludah. Fungsi enzim ptialin untuk mengubah amilum (zat tepung) menjadi glukosa . <br /><br />2. Enzim amilase <br />Enzim amilase dihasilkan oleh kelenjar ludah ( parotis ) di mulut dan kelenjar pankreas. Kerja enzim amilase yaitu : <br />Amilum sering dikenal dengan sebutan zat tepung atau pati. Amilum merupakan karbohidrat atau sakarida yang memiliki molekul kompleks. Enzim amilase memecah molekul amilum ini menjadi sakarida dengan molekul yang lebih sederhana yaitu maltosa. <br /><br />3. Enzim maltase <br />Enzim maltase terdapat di usus dua belas jari, berfungsi memecah molekul maltosa menjadi molekul glukosa . Glukosa merupakan sakarida sederhana ( monosakarida ). Molekul glukosa berukuran kecil dan lebih ringan dari pada maltosa, sehingga darah dapat mengangkut glukosa untuk dibawa ke seluruh sel yang membutuhkan. <br /><br />4. Enzim pepsin <br />Enzim pepsin dihasilkan oleh kelenjar di lambung berupa pepsinogen . Selanjutnya pepsinogen bereaksi dengan asam lambung menjadi pepsin . Cara kerja enzim pepsin yaitu : <br />Enzim pepsin memecah molekul protein yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu pepton . Molekul pepton perlu dipecah lagi agar dapat diangkut oleh darah. <br />5. Enzim tripsin <br />Enzim tripsin dihasilkan oleh kelenjar pancreas dan dialirkan ke dalam usus dua belas jari ( duodenum ). Cara kerja enzim tripsin yaitu : <br />Asam amino memiliki molekul yang lebih sederhana jika dibanding molekul pepton . Molekul asam amino inilah yang diangkut darah dan dibawa ke seluruh sel yang membutuhkan. Selanjutnya sel akan merakit kembali asam amino-asam amino membentuk protein untuk berbagai kebutuhan sel. <br />6. Enzim renin <br />Enzim renin dihasilkan oleh kelenjar di dinding lambung. Fungsi enzim renin untuk mengendapkan kasein dari air susu. Kasein merupakan protein susu, sering disebut keju. Setelah kasein diendapkan dari air susu maka zat dalam air susu dapat dicerna. <br />7. Asam khlorida (HCl) <br />Asam khlorida (HCl) sering dikenal dengan sebutan asam lambung, dihasilkan oleh kelenjar didalam dinding lambung. Asam khlorida berfungsi untuk membunuh mikroorganisme tertentu yang masuk bersama-sama makanan. Produksi asam khlorida yang tidak stabil dan cenderung berlebih, dapat menyebabkan radang lambung yang sering disebut penyakit ”mag”. <br />8. Cairan empedu <br />Cairan empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantong empedu. Empedu mengandung zat warna bilirubin dan biliverdin yang menyebabkan kotoran sisa pencernaan berwarna kekuningan. Empedu berasal dari rombakan sel darah merah ( erithrosit ) yang tua atau telah rusak dan tidak digunakan untuk membentuk sel darah merah yang baru. Fungsi empedu yaitu memecah molekul lemak menjadi butiran-butiran yang lebih halus sehingga membentuk suatu emulsi . Lemak yang sudah berwujud emulsi ini selanjutnya akan dicerna menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana lagi. <br />9. Enzim lipase <br />Enzim lipase dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan kemudian dialirkan ke dalam usus dua belas jari ( duodenum ). Enzim lipase juga dihasilkan oleh lambung, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Cara kerja enzim lipase yaitu : <br />Lipid (seperti lemak dan minyak) merupakan senyawa dengan molekul kompleks yang berukuran besar. Molekul lipid tidak dapat diangkut oleh cairan getah bening, sehingga perlu dipecah lebih dahulu menjadi molekul yang lebih kecil. Enzim lipase memecah molekul lipid menjadi asam lemak dan gliserol yang memiliki molekul lebih sederhana dan lebih kecil. Asam lemak dan gliserol tidak larut dalam air, maka pengangkutannya dilakukan oleh cairan getah bening ( limfe ).frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-91303891028976554962012-01-02T20:54:00.000-08:002012-01-02T21:01:14.640-08:00TREPANASI/ KRANIOTOMI PADA EPIDURAL HEMATOMA DAN SUBDURAL HEMATOMATREPANASI/ KRANIOTOMI PADA EPIDURAL HEMATOMA DAN SUBDURAL HEMATOMA<br />a. Definisi<br />Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.<br />Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater.<br />Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantara lapisan duramater dengan araknoidea<br />b. Ruang lingkup<br />Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau temporo¬parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural jarang terjadi (0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari penderita yang dalam keadaan koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik maupun operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsung lama.<br />Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial. <br />c. Indikasi Operasi<br />• Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata<br />• Adanya tanda herniasi/ lateralisasi<br />• Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.<br />d. Kontra indikasi operasi (tidak ada)<br />e. Diagnosis Banding<br />Hematom intracranial lainnya <br />f. Pemeriksaan Penunjang <br />CT Scan kepala<br />Teknik Operasi<br />Positioning<br />Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.<br />Washing<br />Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi<br />Markering<br />Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik, sinus – untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma – sebagai batas basis cranii, jalannya N VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita)<br />Desinfeksi<br />Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.<br />Operasi<br />Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat. Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa basah. Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap dan fiksasi pada doek. Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan. Penentuan lokasi burrhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan. Lakukan burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus tabula interna. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang boorhole dengan kapas basah/ wetjes.<br />Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan menggunakan sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole. Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten memfixir kepala penderita.<br />Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara tulang dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan elevator kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.<br />Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan spoeling dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Gantung dura (hitch stich) dengan benang silk 3.0 sedikitnya 4 buah. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan suctioning secara gentle. Evaluasi dura, perdarahan dari dura dihentikan degan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawah tulang yang merembes tambahkan hitch stich pada daerah tersebut kalau perlu tambahkan spongostan di bawah tulang. Bila perdarahab profus dari bawah tulang (berasal dari arteri) tulang boleh diknabel untuk mencari sumber perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus. Bila ada dura yang robekjahit dura denga silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul dengan jarak kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan spoeling berulang-ulang.<br />Pada subdural hematoma setelah dilakukan kraniektomi langkah salanjutnya adalah membuka duramater. Sayatan pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berla¬wanan dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura, kemudian bagian yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti arachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang sayatan ke bawah duramater di da¬lam ruang subdural, dan sefanjutnya dengan kapas ini sebagai pelindung ter¬hadap kemungkinan trauma pada lapisan tersebut. <br />Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus. Koagulasi yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk pembuluh darah kulit atau subkutan. Reseksi jaringan otak didahului dengan koagulasi permukaan otak dengan pembuluh-pembuluh darahnya baik arteri maupun vena. Semua pembuluh da¬rah baik arteri maupun vena berada di permukaan di ruang subarahnoidal, se¬hingga bila ditutup maka pada jaringan otak dibawahnya tak ada darah lagi. Perlengketan jaringan otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang direseksi harus dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan. Untuk membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.<br />Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/ tidaknya tulang dengan evaluasi klinsi pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak dikembalikan lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut. Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0 menembus keluar kulit. Periost dan fascia ototo dijahit dengan vicryl 2.0. Pasang drain subgaleal. Jahit galea dengan vicryl 2.0. Jahit kulit dengan silk 3.0. Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain). Operasi selesai. Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama pada tulang yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang yang akan dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada tulang yang akan dikembalikan sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi (3-4 buah ditepi dan2 lubang ditengah berdekatan untuk teugel dura). Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis demi lapis seperti diatas.<br />Komplikasi operasi<br />Perdarahan<br />Infeksi<br />Mortalitas<br />Tergantung beratnya cedera otak<br />Perawatan Pascabedah<br />Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.<br />Follow-up<br />CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-89574647427628146232011-07-08T00:29:00.000-07:002011-07-08T00:31:51.027-07:00frizca rizky - PERDARAHAN AKIBAT DEFISIENSI VITAMIN K (PDVK)PERDARAHAN AKIBAT DEFISIENSI VITAMIN K (PDVK) <br />bahaya dari Defisiensi VIT K<br /><br />PERDARAHAN AKIBAT DEFISIENSI VITAMIN K (PDVK)<br /><br />Pengertian<br />PDVK adalah terjadinya perdarahan spontan atau perdarahan karena proses lain seperti pengambilan darah vena atau operasi yang disebabkan karena berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal (Sutor dkk 1999). Hal ini dibuktikan bahwa kelainan tersebut akan segera membaik dengan pemberian vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain disingkirkan. <br /><br />Epidemiologi<br />Di Amerika Serikat, frekuensi PDVK yang dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,7%. Angka kejadian PDVK ditemukan lebih tinggi pada daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.<br /><br />Survei di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% di antaranya ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial, sedangkan di Thailand angka PDVK adalah 1:1.200 bayi.10 Angka kejadian pada kedua negara ini menurun setelah diperkenalkannya pemberian vitamin K profilaksis pada semua bayi baru lahir. <br /><br />Angka kejadian perdarahan intrakranial karena PDVK di Thailand dilaporkan sebanyak 82% atau 524 kasus dari 641 penderita PDVK, sedangkan di Inggris 10 kasus dari 27 penderita atau sebesar 37%. Sedangkan di India angka kejadian PDVK dilaporkan sebanyak 1 kasus tiap 14.000 bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis saat lahir.<br /><br />Data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1990-2000 terdapat 21 kasus PDVK. Tujuh belas kasus (81%) mengalami komplikasi perdarahan intrakranial dengan angka kematian 19% (Catatan Medik IKA-RSCM tahun 2000).<br /><br />Faktor risiko<br />Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral (warfarin); obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin); obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin); sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan); gangguan fungsi hati (kolestasis); kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik. <br /><br />Klasifikasi<br />PDVK dibagi menjadi early, clasiccal dan late berdasarkan pada umur saat kelainan tersebut bermanifestasi (Sutor dkk 1999, Von Kries 1999). <br />• Early VKDB (PDVK dini), timbul pada hari pertama kehidupan. Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin K. Insidens yang dilaporkan atas bayi dari ibu yang tidak mendapat suplementasi vitamin K adalah antara 6-12% (tinjauan oleh Sutor dkk 1999).<br /><br />• Classical VKDB (PDVK klasik), timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah lahir dan lebih sering terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada waktu lahir atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan. Insidens dilaporkan bervariasi, antara 0 sampai 0,44% kelahiran. Tidak adanya angka rata-rata kejadian PDVK klasik yang pasti karena jarang ditemukan kriteria diagnosis yang menyeluruh.<br /><br />• Late VKDB (PDVK lambat), timbul pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah lahir, sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Kira-kira setengah dari pasien ini mempunyai kelainan hati sebagai penyakit dasar atau kelainan malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang serius timbul pada 30-50%. Pada bayi berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda penyakit hati atau kolestasis seperti ikterus yang memanjang, warna feses pucat, dan hepatosplenomegali. Angka rata-rata kejadian PDVK pada bayi yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K adalah 5-20 per 100.000 kelahiran dengan angka mortalitas sebesar 30% (Loughnan dan McDougall 1993).<br /><br />Patofisiologi<br />Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan M yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah. <br /><br />Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu: <br />• Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang ada saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).<br /><br />• Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan beberapa strain E. coli.<br /><br />• Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.<br /><br />Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari makanan. <br /><br />Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan, antara lain simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya perpindahan vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan sterilitas saluran cerna.30 <br /><br />Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran cerna, sirkumsisi dan pungsi vena. Selain itu perdarahan dapat berupa hematoma yang ditemukan pada tempat trauma, seperti hematoma sefal. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan penyebab mortalitas atau morbiditas yang menetap. <br /><br />Manifestasi Klinis <br />Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. <br /><br />Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.<br /><br />Diagnosis<br />Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penurunan kompleks protombin (faktor II,VII,IX,X) ditandai oleh pemanjangan masa pembekuan, masa protrombin dan masa tromboplastin parsial. Masa perdarahan, jumlah leukosit dan trombosit biasanya normal. Kebanyakan kasus disertai anemia normokromik normositik. <br /><br />Pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan dekarboksilasi kompleks protrombin (protein induced by vitamin K absence = PIVKA-II), pengukuran kadar vitamin K1 plasma atau pengukuran areptilase time yang menggunakan bisa ular Echis crinatum.12,15-16 Pemeriksaan tersebut saat ini belum dapat dilakukan di Indonesia. Perdarahan intrakranial dapat terlihat jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT-Scan, atau MRI. Pemeriksaan ini selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk menentukan prognosis. <br /><br />Komplikasi<br />Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis (bila diberikan secara IV), anemia hemolitik, hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi suntikan.<br /><br />Profilaksis<br />Hampir semua negara di dunia merekomendasikan pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir. Di Australia profilaksis dengan mengguna-kan Konakion® 1 mg, IM dosis tunggal sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1970-an. Tindakan tersebut mula-mula diberikan kepada bayi sakit, yaitu bayi kurang bulan, atau yang mengalami asfiksia perinatal, dan akhirnya menjadi rutin untuk semua bayi baru lahir. Pada tahun 2000, National Health and Medical Research Council (NHMRC) Australia menyusun rekomendasi pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. <br /><br />Dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa semua bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis vitamin K1; bayi baru lahir yang bugar seharusnya menerima vitamin K baik secara IM 1 mg, dosis tunggal pada waktu lahir atau 3 kali dosis oral, masing-masing 2 mg yang diberikan pada waktu lahir, umur 3-5 hari dan umur 4-6 minggu. Orang tua harus mendapat informasi pada saat antenatal tentang pentingnya pemberian profilaksis vitamin K; dan setiap rumah sakit harus memiliki protokol tertulis yang jelas tentang pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir.3 Selandia Baru sejak tahun 1995 telah merekomendasikan profilaksis vitamin K kepada bayi baru lahir. Begitu pula dengan British Columbia pada Maret 2001 dan Canadian Paediatric Society tahun 2002. <br /><br />Untuk negara berkembang seperti Thailand, sekitar 30-40 tahun yang lalu (1960-1970) setengah dari persalinan dibantu oleh dukun atau bidan. Injeksi parenteral tidak dapat dilakukan oleh bidan sehingga Isarangkura meminta perusahaan farmasi menyediakan vitamin K oral (Konakion®, Roche, Basel) serta melakukan penelitian mengenai profilaksis vitamin K oral 2 mg dosis tunggal yang dapat dilakukan secara rutin. <br /><br />Efikasi yang tinggi, toksisitas dan harga yang rendah, cara pemberian dan penyimpanan yang sederhana menjadikan profilaksis vitamin K secara oral memungkinkan untuk dilakukan di negara berkembang. <br /><br />Pemberian vitamin K profilaksis oral 2 mg untuk bayi baru lahir bugar dan 0,5–1 mg IM untuk bayi tidak bugar (not doing well) telah dilakukan secara rutin di Thailand sejak 1988 dan pemberiannya diwajibkan di seluruh Thailand pada tahun 1994-1998. <br /><br />Insidens PDVK lambat laun menurun dari 30-70 per 100.000 kelahiran menjadi 4-7 per 100.000 kelahiran. Sejak 1999 semua bayi baru lahir diberikan vitamin K profilaksis IM karena sebagian besar persalinan terjadi di rumah sakit. Vitamin K profilaksis IM ini diberikan bersama dengan imunisasi rutin seperti Hepatitis B dan BCG. <br /><br />Vitamin K yang digunakan untuk profilaksis adalah vitamin K1. Cara pemberian dapat dilakukan baik secara IM ataupun oral. <br />• Intramuskular, dengan dosis 1 mg pada seluruh bayi baru lahir. Pemberian dengan dosis tunggal diberikan pada waktu bayi baru lahir.<br /><br />• Oral, dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu.<br /><br />Efektivitas Profilaksis<br />Cornelissen dkk23 (1997) merangkum hasil surveilans aktif tentang PDVK lambat yang dilakukan di Jerman, Australia, Belanda dan Swiss yang dikumpulkan dengan strategi sama dan dibandingkan angka kegagalannya. Terdapat 4 strategi pemberian vitamin K, yaitu<br />1) pemberian vitamin K dosis rendah 25 ug/hari untuk bayi yang mendapat ASI (Belanda); <br />2) 3x1 mg secara oral (Australia: January 1993 – Maret 1994 dan Jerman: Desember 1992-Desember 1994); <br />3) 1 mg IM (Australia: Maret 1994); <br />4) 2x2mg vitamin K oral (preparat KMM) (Swiss). <br /><br />Angka kegagalan per 100.000 kelahiran hidup adalah 0,2 di Belanda, 2,3 di Jerman, 2,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 3,6 di Swiss. <br />Angka kegagalan setelah profilaksis lengkap adalah 0 di Belanda, 1,8 di Jerman, 1,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 1,2 di Swiss. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dosis oral 3x1 mg kurang efektif bila dibandingkan dengan profilaksis vitamin g/hari untuk bayi yang mendapat ASIK IM; profilaksis dosis rendah 25 mungkin sama efektif seperti profilaksis vitamin K parenteral.<br /><br />Isarangkura dkk17 (Thailand, 1989) telah melakukan evaluasi pengaruh pemberian vitamin K profilaksis dosis tunggal pada bayi baru lahir peroral dibandingkan dengan cara parenteral pada waktu lahir. Dua ratus enam puluh enam bayi sehat yang mendapat ASI dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok 1 mendapat vitamin K IM 1 mg; kelompok 2, 3, 4 mendapat vitamin K oral pada waktu 2-4 jam setelah lahir masing-masing dengan dosis 2 mg, 3 mg dan 5 mg. <br /><br />Didapatkan hasil tidak ada perbedaan statistik bermakna dalam rerata kadar kompleks protrombin.17 Profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir peroral 2 mg ternyata sangat menguntungkan, sama halnya dengan pemberian secara parenteral. Isarangkura menyatakan bahwa seharusnya semua bayi baru lahir mendapatkan profilaksis vitamin K baik secara oral maupun parenteral. Pemberian vitamin K secara oral praktis untuk negara berkembang karena cara pemberian sederhana, harga murah, toksisitas rendah dan kegunaan tinggi.<br /><br />Pemberian vitamin K profilaksis IM menunjukkan insidens PDVK lambat lebih kecil dibandingkan dengan cara pemberian oral (Tabel 2).<br /><br />Konsensus berbagai organisasi profesi di Selandia baru (dokter anak, dokter umum, dokter kebidanan, bidan dan perawat) merekomendasikan bahwa semua bayi seharusnya mendapat profilaksis vitamin K. Cara pemberian yang direkomendasikan adalah secara IM 1 mg (bagi bayi prematur = 0,5 mg) diberikan pada waktu lahir. Jika orang tua tidak setuju dengan pemberian secara IM, maka bayi diberikan vitamin K oral 2 mg yang diberikan 3 kali yaitu pada waktu baru lahir, umur 3-5 hari dan 4-6 minggu. <br /><br />Jika bayi muntah dalam waktu satu jam setelah pemberian oral maka pemberiannya harus diulang. Hal ini juga direkomendasikan oleh NHMRC pada tahun 2000, Newborn Services Medical Guidelines (Selandia Baru) pada tahun 2000 dan British Columbia Reproductive Care Program pada tahun 2001 <br /><br />International Society on Thrombosis and Haemostasis, Pediatric/Perinatal Subcommittee seperti yang dilaporkan oleh Sutor dkk24 (tahun 1999) menyatakan bahwa pemberian vitamin K baik secara oral maupun IM sama efektif dalam mencegah PDVK klasik, tetapi vitamin K IM lebih efektif dalam mencegah PDVK lambat. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg daripada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektif dengan profilaksis vitamin K IM. <br /><br />Intramuskular<br />American Academy of Pediatricians (AAP) (tahun 2003) merekomendasikan bahwa Vitamin K harus diberikan kepada semua bayi baru lahir secara IM dengan dosis 0,5-1 mg.25 Canadian Paediatric Society (1997) juga merekomendasikan pemberian vitamin K secara IM. Metode ini lebih disukai di Amerika Utara karena efikasi dan tingkat kepatuhan yang tinggi. <br /><br />Oral<br />AAP juga menyatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efikasi, keamanan, bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin K oral sediaan baru (KMM) untuk mencegah PDVK lambat.25 Cara pemberian oral merupakan alternatif pada kasus-kasus bila orangtua pasien menolak cara pemberian IM untuk melindungi bayi mereka dari nyeri karena injeksi IM.3,5 Di samping itu untuk keamanan, bayi yang ditolong oleh dukun bayi, sebaiknya diberikan secara oral.<br /><br />Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alasan berikut ini:3,4,5,12<br />• Absorpsi Vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi yang menderita diare.<br />• Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu. Sebagai konsekuensinya, tingkat kepatuhan orang tua pasien merupakan suatu masalah tersendiri.<br />• Mungkin terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena absorpsinya atau adanya regurgitasi.<br />• Efektivitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh.<br /><br />Harga vitamin K profilaksis IM 1 mg berkisar antara US$ 0,5-1 per dosis untuk setiap bayi baru lahir. Bank Dunia mengklasifikasikan intervensi disability-adjusted life years (DALY) kurang dari US$ 100 adalah paling efektif.12<br /><br />Hubungan Profilaksis Vitamin K dan Kanker pada Anak <br />Tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada anak di kemudian hari. Hal ini berdasarkan pada satu penelitian yang melibatkan 54.000 kelahiran di Amerika Serikat, satu penelitian yang melibatkan 1.383.000 bayi di Swedia, dua penelitian case control terhadap 132 dan 272 anak dengan kanker, penelitian case control berbasis pada populasi pada 515 anak di Skotlandia, dan penelitian case control lain atas 685 anak penderita kanker.5,8,26,27 <br />Penelitian case control dilakukan oleh Von Kries dkk28 (1996) terhadap 272 anak yang menderita leukemia dan kanker lainnya untuk mengetahui hubungan antara pemberian profilaksis vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak. Didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pemberian profilaksis vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak.<br /><br />Kelompok kerja vitamin K AAP meninjau ulang laporan yang dikemukakan oleh Golding dkk serta informasi lain, juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian vitamin K IM dengan leukemia pada anak atau kanker anak lainnya.25frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-41205940273693420502011-07-02T19:05:00.000-07:002011-07-02T19:08:44.356-07:00frizca rizky - EKSTRAPIRAMIDAL SYNDROMEEKSTRAPIRAMIDAL SYNDROME<br />A. Susunan Piramidal dan Ekstrapiramidal<br /><br />Susunan Piramidal<br /><br />Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni girus presentralis . Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka berada dilapisan ke-V dan masing-masing memiliki hubungan dengan gerak otok tertentu. Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motoneuron dikornu anterius medulaspinalis.<br /><br />Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan kortikospinal. Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan ditingkat thalamus dan ganglia basalia mereka terdapat diantara kedua bangunan yang dikenal sebagai kapsula interna.<br /><br />Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung dimotoneuron saraf kranial motorik atau interneuronnya disisi kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.<br /><br />Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral yang berjalan di funikulus posterolateral kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus ventralis ipsilateralis dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau traktus piramidalis ventralis.<br /><br />Susunan Ekstrapiramidal<br /><br />Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum ,globus palidus, inti-inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).<br /><br />Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik.<br /><br />Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan stratum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus. Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.<br /><br />B. Gejala Ektrapiramidal (EPS)<br /><br />Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik. Istilah ini mungkin dibuat karena banyak gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Namun, nama ini agak menyesatkan karena beberapa gejala (contohnya akatisia) kemungkinan sama sekali tidak merupakan masalah motorik. Beberapa gejala ekstrapiramidal dapat ditemukan bersamaan pada seorang pasien dan saling menutupi satu dengan yang lainnya.<br /><br />Gejala Ektrapiramidal merupakan efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat antipsikotik. Antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati kelainan psikotik seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif.<br /><br />Gejala ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia akut, tardiv diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson).<br /><br />a. Reaksi Distonia Akut (ADR)<br /><br />Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa. Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau diafragmatik. Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.<br /><br />b. Akatisia<br /><br />Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.<br /><br />b. Sindrom Parkinson<br /><br />Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :<br /><br />Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyahyang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negative skizofrenia.<br /><br />Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi antikolinergik.<br /><br />Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak dan hilangnya ayunan lengan.<br /><br />Kekuan otot : terutama dari tipe cogwheeling<br /><br />c. Tardive Diskinesia<br /><br />Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik . hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine di puntamen kaudatus. Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah mendapatkan gangguan tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar 5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan makan. Factor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif atau organikjuga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain). Perlu dicatat bahwa diskinesia tardive yang diduga disebabkan oleh kesupersensitivitasan reseptor dopamine pasca sinaptik akibat blockade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang diduga disebabkan karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus lanjut sulit di obati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat beragam dan kadang-kadang terbatas. Diskinesia tardive dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan neuroleptik jangka panjang.<br /><br />C. Obat Antipsikosis yang Mempunyai Efek Samping Gejala Ekstrapiramidal<br /><br />Obat antispikosis dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut :<br /><br />Antipsikosis<br /> <br /><br />Dosis (mg/hr)<br /> <br /><br />Gej. ekstrapiramidal<br />Chlorpromazine<br /><br />Thioridazine<br /><br />Perphenazine<br /><br />trifluoperazine<br /><br />Fluphenazine<br /><br />Haloperidol<br /><br />Pimozide<br /><br />Clozapine<br /><br />Zotepine<br /><br />Sulpride<br /><br />Risperidon<br /><br />Quetapine<br /><br />Olanzapine<br /><br />Aripiprazole<br /> <br /><br />150-1600<br /><br />100-900<br /><br />8-48<br /><br />5-60<br /><br />5-60<br /><br />2-100<br /><br />2-6<br /><br />25-100<br /><br />75-100<br /><br />200-1600<br /><br />2-9<br /><br />50-400<br /><br />10-20<br /><br />10-20<br /> <br /><br />++<br /><br />+<br /><br />+++<br /><br />+++<br /><br />+++<br /><br />++++<br /><br />++<br /><br />-<br /><br />+<br /><br />+<br /><br />+<br /><br />+<br /><br />+<br /><br />+<br /><br />Pemilihan obat antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.<br /><br />D. Penanganan Gejala Ektrapiramidal (EPS)<br /><br />Pedoman umum :<br /><br />1. Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis tinggi.<br /><br />2. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.<br /><br />3. Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama terhadap kembalinya gejala.<br /><br />a. Reaksi Distonia Akut (ADR)<br /><br />Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer dan praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya penyakit. Paduan obat yang umum meliputi benztropin (Congentin) 0,5-2 mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari (TID) atau triheksiphenidil (Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada triheksiphenidil pada pengobatan ADR dan pada beberapa penyalah guna obat triheksiphenidil karena “rasa melayang” yang mereka dapat daripadanya. Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat, akut harus diobati dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis untuk memberikan difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.<br /><br />b. Akatisia<br /><br />Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai adalah antikolinergik dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga dipakai bersama. Penelitian terakhir bahwa propanolol (Inderal) sangat efektif dan benzodiazepine, khususnya klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat membantu.<br /><br />c. Sindrom Parkinson<br /><br />Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering digunakan . Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit Parkinson idiopatik umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat.<br /><br />d. Tardive Diskinesia<br /><br />Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang bijaksana merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai. Ketika ditemukan pergerakan involunter dapat berkurang dengan peningkatan dosis medikasi antipsikotik tetapi ini hanya mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya. Setelah permulaan memburuk, pergerakan paling involunter akan menghilang atau sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu sampai dua tahun. Benzodiazepine dapat mengurangi pergerakan involunter pada banyak pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-aminobutirat-ergik. Baclofen (lioresal) dan propanolol dapat juga membantu pada beberapa kasus. Reserpin (serpasil) dapat juga digambarkan sebagai efektif tetapi depresi dan hipotensi merupakan efek samping yang umum. Lesitin lemak kaya kolin sangat bermanfaat menurut beberapa peneliti, tetapi kegunaannya masih diperdebatkan. Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja terbaik bagi pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive tetapi masih memerlukan pengobatan. Penghentian pengobatan dapat memacu timbulnya dekompensasi yang berat, sementara pengobatan pada dosis efektif terendah dapat mempertahankan pasien sementara meminimumkan risiko, tetapi kita harus pasti terhadap dokumen yang diperlukan untuk penghentian pengobatan.<br /><br />http://medicafarma.blogspot.com/2009/03/efek-samping-ekstrapiramidal-obat.htmlfrizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-17176575399097360672011-07-02T18:12:00.000-07:002011-07-02T18:13:35.042-07:00frizca rizky - ANASTESI UMUM / GENERAL ANASTHETICANASTESI UMUM / GENERAL ANASTHETIC<br /><br />GENERAL ANAESTHETIC<br /><br />Definisi<br /><br />Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.<br /><br />Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien.<br />Sejarah Anestesi<br /><br />Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun [[1777], dan berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam menghilangkan rasa sakit.<br /><br />Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya.<br /><br />Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton.<br /><br />Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit.<br /><br />Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.<br /><br />Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti.<br /><br />Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.<br /><br />Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.<br /><br />Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W. Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah mengunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.<br /><br />Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.<br /><br />Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai 5.000 frank di tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat lain (kloroform) sebagai bahan anestesi.<br /><br />Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).<br /><br />Tujuan Anastsi Umum:<br /><br />Ø anestesi umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dg leluasa dan menghilakan rasa nyeri.<br /><br />Anestesiologis dengan Empat Rangkaian Kegiatan:<br /><br />Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:<br /><br />Ø Mempertahankan jalan napas<br /><br />Ø Memberi napas bantu<br /><br />Ø Membantu kompresi jantung bila berhenti<br /><br />Ø Membantu peredaran darah<br /><br />Ø Mempertahankan kerja otak pasien.<br /><br />Syarat Ideal Anastesi Umum:<br /><br />Ø Memberi induksi yg halus dan cepat.<br /><br />Ø Timbul situasi px tak sadar / tak berespons<br /><br />Ø Timbulkan keadaan amnesia<br /><br />Ø Hambat refleks-refleks<br /><br />Ø Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan.<br /><br />Ø Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi.<br /><br />Ø Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama<br /><br />Kontra Indikasi Anastesi Umum<br /><br />Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan pemaiakaian obat)<br /><br />Ø Hepar è obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap<br /><br />hepar/dosis obat diturunkan<br /><br />Ø Jantung è obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah koroner<br /><br />Ø Ginjal è obat yg diekskresi di ginjal<br /><br />Ø Paru è obat yg merangsang sekresi Paru<br /><br />Ø Endokrin è hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias menyebabkan peninggian gula darah<br /><br />Komplikasi<br /><br />Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).<br /><br /> 1. Komplikasi Kardiovasklar<br /><br />a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya.<br /><br />b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah dosis anestetika.<br /><br />c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin<br /><br />d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.<br /><br />2. Penyulit Respirasi<br /><br />a) Obstruksi jalan nafas<br /><br />b) Batuk<br /><br />c) Cekukan (Hiccup)<br /><br />d) Intubasi endobronkial<br /><br />e) Apnu (Henti Nafas)<br /><br />f) Atelektasis<br /><br />g) Pnemotoraks<br /><br />h) Muntah dan Regurgitas<br /><br />3. Komplikasi Mata<br /><br />a) Laserasi Kornea<br /><br />b) Menekan bola mata terlalu kuat<br /><br />4. Perubahan Cairan Tubuh<br /><br />a) Hipovolemia<br /><br />b) Hipervolemia<br /><br />5. Komplikasi Neurologi<br /><br />a) KonvulsiTerlambat sadar<br /><br />b) Cidera saraf tepi (perifer)<br /><br />6. Komplikasi Lain-Lain<br /><br />a) Menggihil<br /><br />b) Gelisah setelah anestesi<br /><br />c) Mimpi buruk<br /><br />d) Sadar selama operasi<br /><br />e) Kenaiakn suhu tubuh<br /><br />f) Hipersensitif<br /><br />Macam-Macam Obat Anestesi Umum<br /><br />Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan 1. Obat Anestetika gas<br /><br />2. Obat Anestetika yang menguap<br /><br />3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena<br /><br />1. Anestetik gas<br /><br />Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar.<br /><br />Contoh :<br /><br />1.1 Nitrogen monoksida (N2O)<br /><br />Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain.<br /><br />1.2 Siklopropan<br /><br />Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan.<br /><br />Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.<br /><br />2. Anestetik yang menguap<br /><br />Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.<br /><br />Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.<br /><br />Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias akan dihambat dan terjadi depresi nafas.<br /><br />Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.<br /><br />Efluran merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dengan kadar kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan penderita penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa gejala sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi semenit untuk mengurangi hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam berumur kurang dari 3 tahun.<br /><br />Isofluran merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.<br /><br />Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.<br /><br />Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.<br /><br />Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik local dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.<br /><br />Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.<br /><br />3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)<br /><br />Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.<br /><br />Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat sehingga respons korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.<br /><br />Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah<br /><br />Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.<br /><br />Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)<br /><br />Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.<br /><br />Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa.<br /><br />Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.<br /><br />Droperidol dan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.<br /><br />Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi local.<br /><br />Etomidat merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.<br /><br />Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.<br /><br />Obat-obat yang sering digunakan (pramedikasi)<br /><br />Narkotik Analgetika:<br /><br />* Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan syaraf pusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan obat pilihan. Memberikan pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai premedikasi morfin pada penggunaan anestetika lemah. Kerugiaan penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih lama. Penyempitan bronks dapat timbul pada paasien asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.<br /><br />* Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti morfin dan menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.<br /><br />* Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intra muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan anak-anak dosis 2mg/kg bb. Yang mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai kerja depresan yang lemah terhadap pernafasan dan sirklasi serta jarang menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang mendapat barbiturate sebagai premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila menggunakan narkotika.<br /><br />* Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang digunakan sebagai premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative, anti arrytmia, antihistamin, dan kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan barbiturate atau narkotika. Kombinasi ini memberikan sedasi yang kuat. Contoh: phenergan 25 mg untuk dewasa.<br /><br />* Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan muntah, tetapi bila hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum menambah sedasi sementara atropine cenderung menambah kecemasan. Pemberian suntikan atropine secara rutin telah dikeritik oleh Holt (1962) dan semakin lusnya penggunaan anestetika yang merangsang. Tetapi masih digunakan untuk mengurangi bradikardi selama anesthesia.<br /><br />Macam-Macam Teori Anastesi :<br /><br />Teori Membran<br /><br />* Kerja dr anastetika umum atas dasar perubahan struktur molekul membran. Tak ada reseptor spesifik, tak ada antagonis yg bekerja scr langsung.<br /><br />* Ok perubahan sturktur membran, mk membran syasaf tak dpt cpt merubah konfigurasi protein unt transmisi rangsang (impuls) syarafà perpindahan ion, pelepasn neuro transmiter dg reseptor.<br /><br />Teori Neurofisiologis<br /><br />* Timbulnya teori ini ok teori membran tak dpt jelaskan perubahan selektif kesadaran, persepsi nyeri, dan relaksasi otot.<br /><br />* Teori ini bcr ttrg titik tangkap kerja di ssp dan jalur syaraf yg dipengruhi nu.<br /><br />* Laminadorsalis dr sumsum tl belakang (substansia gelatinosa), sistim retikuler, dan nukleus pemancar sensorik talamus mrpkan daerah yg peka thd nu<br /><br />* Mecencephalic reticular prn menerima rangsang sensorik non spesifik jg pussat pengatur kesiagaan dan kesadaran. If RAS dihambat mk pengaruh ke sistim limbik dan struktur kortikal menurun hingga ilang kesadaran<br /><br />* Formasi Retikuler penting dlm pengaruhi nu wlo neuron berikan respon berbeda. Barbiturat, eter n halotan, aktifitas spontan dihambat, efluran dan siklopropan meningkatkan aktifitas sedangkan ketamin merubah pola rangsang (firing) All nu ngeblok respon neuron thd rangsang sensorik<br /><br />Teori Lipid<br /><br />* Hubungan antara kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anesthesia. Makin larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat anestetiknya.<br /><br />Teori Koloid<br /><br />* Pemberian zat anestetik terjadi penggumpalan sel koloid yang menimbulkan anesthesia yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.<br /><br />Behavioral Theories (Depresan anesthsis theory)<br /><br />Pd teori ini dijelaskan bhw anestesi dibagi dlm 4 stadium.<br /><br />* Stadium 1= std analgesia,<br /><br />- Dimulai dr pemberian NU sd hilang kesadaran<br /><br />- Px dpt ikuti perintah, timbul analgesia (rs skt ilang)<br /><br />- Std 1 yg dpt dilakukan pembedahan ringan spt cabut gigi, biopsi dan partus.<br /><br />* Stadium 2 = std delirium<br /><br />- Mulai hilang sadar sd awl dilakukan pembedahan<br /><br />- Tanda2: exitasi, gerakan yg tak nurut kehendak, tertawa, teriak, nangis, nyanyi, nafas tak teratur, kadang apne dan hiperapne, tonus m skeletal meningkat, inkontinensia urin, muntah, midrasi, hipertensi, takikardi. Hal ini bs terjadi ok hambatan pd pusat hambatan<br /><br />- Pd st ini bs terjadi mati ok itu hrs cpt dilalui dg pemberian premedikasi<br /><br />* Stadium 3 = std anestesi surgical (tdr dr 4 plane)<br /><br />- Tanda-tanda : nafas teratur (st 2 tak teratur),reflek kelopak mata dan conjungtiva hilang, tangan dpt jatuh bebas tanpa tahana, gerakan bola mata mrpk tanda awal std 3.<br /><br />- Ada 4 plane :<br /><br />a) P1: nafas teratur juga ant dada dan perut seimbang, spontan, gerakan bola mata yg tak turut kehendak, miosis, relaxasi m bergaris -<br /><br />b) P2 nafas teratur tp <><br /><br />c) P3 nafas perut > dada, ok m interkos tal paralisis, relaxasi m sempurna, pupil > lebar P2 tp blm sempurna.<br /><br />d) P4 nafas prt sempurna ok m interkosta, td pupil >> , refleks thd cahaya hilang.. deep nafas, dan pupil lebar.<br /><br />* Stadium 4 = paralisa moduler.<br /><br />- Nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung stop<br /><br />meninggal.<br /><br />Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat<br /><br />I.Parenteral<br /><br />Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan, sedikit komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin, droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.<br /><br />II.Perektal<br /><br />Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi anesthesia atau tindakan singkat.<br /><br />III. Perinhalasi, melalui pernafasan<br /><br />Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia yang adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka.<br /><br />Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen)<br /><br />Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi kekuatan manapun kecepatan anastesia.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989. Anestesiologi. Jakarta : CV. Info Medika<br /><br />Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta<br /><br />Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Salemba Medika<br /><br />Diposkan oleh Titian Putri di 00:46frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-73147049425227421802011-06-23T18:14:00.000-07:002011-06-23T18:15:42.650-07:00frizca rizky - HIPERTENSI MALIGNAHIPERTENSI MALIGNA<br /><br />Hipertensi maligna jarang terjadi tapi merupakan salah saru jenis tekanan darah tinggi yang serius. Secara resmi, hipertensi maligna didefinisikan sebagai hipertensi berat yang terjadi bersama dengan pendarahan internal retina di kedua mata dan pembengkakan saraf optik di belakang retina. Hipertensi maligna harus diobati dengan cepat untuk menghindari kerusakan organ yang lebih serius dan, mungkin, menyebabkan kematian. Semua sistem organ utama beresiko rusak akibat hipertensi ganas.<br /><br />Organ yang paling beresiko antara lain ginjal, mata, dan otak. Ginjal sangat sensitif terhadap peningkatan tekanan darah dan kerusakan ginjal permanen adalah komplikasi umum hipertensi ganas yang tidak diobati. Sebagian besar kerusakan organ ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kecil di beberapa tempat, dan itulah sebabnya pendarahan retina (yang memiliki pembuluh darah kecil) termasuk dalam kriteria diagnostik untuk hipertensi ganas.<br /><br />Seperti tekanan darah tinggi secara umum, penyebab pasti hipertensi ganas belum sepenuhnya diketahui.<br /><br />Gejala<br />Karena hipertensi maligna mempengaruhi sistem organ yang secara langsung sensitif terhadap tekanan darah (ginjal, mata, otak, sistem kardiovaskular), gejala-gejala penyakit cenderung menjadi orang-orang yang akan mengasosiasikan dengan masalah-masalah dalam sistem organ lain. Sebagai contoh, beberapa gejala termasuk: penglihatan buram, nyeri dada, kejang, urin menurun, kelemahan atau aneh kesemutan / mati rasa di tangan, kaki, atau wajah, sakit kepala, atau sesak napas.<br /><br />Pengobatan<br />Orang dengan hipertensi maligna harus selalu dirawat di rumah sakit. Pengobatan tergantung pada seberapa serius masalah dalam pasien tertentu, masuk ke ruang Intensive Care Unit (ICU) mungkin diperlukan. Selama tinggal di rumah sakit, infus obat-obatan adalah fokus utama terapi. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk mengurangi tekanan darah dalam situasi ini adalah nitroprusside dan nitrogliserin.<br /><br />Sumber: medlineplus dan highbloodpresure.comfrizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-89289165865401052992011-06-23T17:58:00.000-07:002011-06-23T18:01:19.955-07:00frizca rizky - PENYAKIT GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROME)Penyakit GBS (Guillain Barre Syndrome)<br /><br />GBS adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh menjadi lemah kehilangan kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna dalam hitungan minggu, bulan atau tahun. GBS mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya. Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai dewasa, jarang ditemukan pada manula. Lebih sering ditemukan pada kaum pria. Bukan penyakit turunan, tidak dapat menular lewat kelahiran, ternfeksi atau terjangkit dari orang lain yang mengidap GBS. Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokan.<br /><br />Apa gejala GBS?<br /><br />Gejala awal antara lain adalah: rasa seperti ditusuk-tusuk jarum diujung jari kaki atau tangan atau mati rasa di bagian tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku atau mengeras, lengan terasa lemah dan telapak tangan tidak bisa menggenggam erat atau memutar seusatu dengan baik (buka kunci, buka kaleng dll)<br /><br />Gejala-gejala awal ini bisa hilang dalam tempo waktu beberapa minggu, penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah menjelaskannya pada tim dokter untuk meminta perawatan lebih lanjut karena gejala-gejala akan hilang pada saat diperiksa.<br /><br />Gejala tahap berikutnya disaaat mulai muncul kesulitan berarti, misalnya: kaki susah melangkah, lengan menjadi sakit lemah, dan kemudian dokter menemukan syaraf refleks lengan telah hilang fungsi.<br /><br />Apa penyebab GBS?<br /><br />Penyakit ini timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat diterima oleh otot yang terserang<br /><br />Karena banyak syaraf yang terserang termasuk syaraf immune sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun akan kacau. Dengan tidak diperintahakan dia akan menngeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh ditempat-tempat yang tidak diinginkan.<br /><br />Dengan pengobatan maka sistem kekebalan tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja sebagaimana mestinya.<br /><br />Bagaimana GBS dapat ter-diagnosa?<br /><br />Diagnosa GBS didapat dari riwayat dan hasil test kesehatan baik secara fisik maupun test laboratorium. Dari riwayat penyakit, obat2an yang biasa diminum, pecandu alcohol, infeksi2 yang pernah diderita, gigitan kutu maka Dokter akan menyimpulkan apakah pasien masuk dalam daftar pasien GBS. Tidak lupa juga riwayat penyakit yang pernah diderita pasien maupun keluarga pasien misalnya diabetes mellitus, diet yang dilakukan, semuanya akan diteliti dengan seksama hingga dokter bisa membuat vonis apakah anda terkena GBS atau penyakit lainnya.<br /><br />Pasien yang diduga mengidap GBS di haruskan melakukan test:<br />1. Darah lengkap<br />2. Lumbar Puncture<br />3. EMG (electromvogram)<br /><br />Sesuai urutannya, test pertama akan dilakukan kemudian test ke dua apabila test pertama tidak terdeteksi adanya GBS, dan selanjutnya.<br /><br />Apa yang akan terjadi setelah test dilakukan?<br /><br />Tanda-tanda melemahnya syaraf akan nampak semakin parah dalam waktu 4 sampai 6 minggu. Beberapa pasien melemah dalam waktu relative singkat hingga pada titik lumpuh total dalam hitungan hari, tapi situasi ini amat langka.<br /><br />Pasien kemudian memasuki tahap ‘tidak berdaya’ dalam beberapa hari. Pada masa ini biasanya pasien dianjurkan untuk ber-istirahat total di rumah sakit. Meskipun kondisi dalam keadaan lemah sangat dianjurkan pasien untuk selalu menggerakkan bagian-bagian tubuh yang terserang untuk menghindari kaku otot. Ahli Fisioterapy biasanya akan sangat dibutuhkan untuk melatih pasien dengan terapi-terapi khusus dan akan memberikan pengarahan-pengarahan kepada keluarga adan teman pasien cara-cara melatih pasien GBS.<br /><br />Apakah GBS menyakitkan?<br /><br />Ya dan tidak. Pasien biasanya merasakan sakit yang akut pada saat GBS. Terutama didaerah tulang belakang dan lengan dan kaki. Namun ada juga pasien yang tidak mengeluhkan rasa sakit yang berarti meskipun mereka mengalami kelumpuhan parah. Rasa sakit muncul dari pembengkakan dari syaraf yang terserang, atau dari otot yang sementara kehilangan suplai energy, atau dari posisi duduk atau tidur si Pasien yang mengalami kesulitan untuk bergerak atau memutar tubuhnya ke posisi nyaman. Untuk melawan rasa sakit dokter akan memberikan obat penghilang rasa sakit dan perawat akan memberikan terapi-terapi untuk me-relokasi bagian-bagian tubuh yang terserang dengan terapi-terapi khusus. Rasa sakit dapat datang dan pergi dan itu amat normal bagi penderita GBS.<br /><br />Apakah pasien GBS membutuhkan perawatan khusus?<br /><br />Pasien biasanya akan melemah dalam waktu beberapa minggu, maka dari itu perawatan intensive sangat diperlukan di tahap-tahap dimana GBS mulai terdeteksi. Sesuai dengan tahap dan tingkat kelumpuihan pasien maka dokter akan menentukan apa pasien memrlukan perawatan di ruang ICU atau tidak.<br /><br />Sekitar 25% pasien GBS akan mengalami kesulitan di:<br />1. Bernafas<br />2. Kemampuan menelan<br />3. Susah batuk<br /><br />Dalam kondisi tersebut diatas, biasanya pasien akan diberikan bantuan alat ventilator untuk membantu pernafasan.<br /><br />Berapa lama pasien dapat sembuh?<br /><br />Setelah beberapa waktu, kondisi mati rasa akan berangsur membaik. Pasien harus tetap wapada karena hanya 80% pasien yang dapat sembuh total, tergantung parahnya pasien bisa berjalan dalam waktu hitungan minggu atau tahun. Namun statistic membuktikan bahwa rata-rata pasien akan membaik dalam waktu 3 sampai 6 bulan. Pasien parah akan menyisakan cacat dibagian yang terserang paling parah, perlu terapi yang cukup lama untuk mengembalikan fungsi-fungsi otot yang layu akibat GBS. Bisanya memakan waktu maksimal 4 tahun.<br /><br />Adakah obat untuk penyakit ini?<br /><br />Obat nya hanya ada 1 macam yaitu GAMAMUNE ( Imuno globuline ) yang harganya 4jt - 4,5 jt rupiah /botol biasanya obat ini diinfuskan kepasien dg jumlah yang dihitung dari berat badan, untuk lebih jelas nya tanya ke dokter, contoh kasus yang dialami Deya dg berat badan pada saat sakit waktu itu 58 KG deya menghabiskan obat ini sebanyak 20 botol, ( 5 botol / hari).<br /><br />Tips perawatan diri<br /><br />Karena penyebab pasti GBS tidak dapat menunjuk, tidak ada cara yang diketahui untuk mencegahnya. However, it's important to seek immediate medical treatment for any symptoms of muscle weakness and loss of reflexes. Namun, penting untuk segera mencari perawatan medis untuk setiap gejala kelemahan otot dan hilangnya refleks. Early treatment improves the outlook for recovery. Perawatan dini meningkatkan prospek untuk pemulihan.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-76532303591435054952011-06-14T05:32:00.000-07:002011-06-14T05:35:11.803-07:00frizca rizky - ASKEP DECOMPENSASI CORDISA. Pengertian<br />Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)<br /><br />Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price, 1995).<br /><br />B. Etiologi<br />Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomiyopati.<br /><br />Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil (Price. Sylvia A, 1995).<br /><br />C. Klasifikasi<br />Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,gagal jantung kanan,dan gagal jantung kongestif.<br /><br />Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort,fatigue,ortopnea,dispnea nocturnal paroksismal,batuk,pembesaran jantung,irama derap,ventricular heaving,bunyi derap S3 dan S4,pernapasan cheyne stokes,takikardi,pulsusu alternans,ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.<br /><br />Pada gagal jantung kanan timbul edema,liver engorgement,anoreksia,dan kembung.Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan,heaving ventrikel kanan,irama derap atrium kanan,murmur,tanda tanda penyakit paru kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi P2 mengeras,asites,hidrothoraks,peningkatan tekanan vena,hepatomegali,dan pitting edema.<br /><br />Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :<br /><br /> 1. Kelas 1;Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.<br /> 2. Kelas 2;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan.<br /> 3. Kelas 3;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.<br /> 4. Kelas 4;Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah baring.<br /><br /><br />D. Patofisiologi<br />Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat :<br /><br /> * Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik,<br /> * Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan<br /> * Hipertrofi ventrikel.<br /><br />Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.<br />Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Meurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.<br />Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :<br /><br /> 1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,<br /> 2. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,<br /> 3. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I,<br /> 4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,<br /> 5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan<br /> 6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.<br /><br />Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.<br /><br />E. Tanda dan gejala<br />Dampakdari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem pulmonal antara lain :<br /><br /> * Lelah<br /> * Angina<br /> * Cemas<br /> * Oliguri. Penurunan aktifitas GI<br /> * Kulit dingin dan pucat<br /><br />Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain :<br /><br /> * Dyppnea<br /> * Batuk<br /> * Orthopea<br /> * Reles paru<br /> * Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.<br /><br />Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :<br /><br /> * Edema perifer<br /> * Distensi vena leher<br /> * Hari membesar<br /> * Peningkatan central venous pressure (CPV)<br /><br /><br />F. Pemeriksaan penunjang<br /><br /> 1. Foto polos dada<br /> * Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.<br /> * Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium<br /> kiri dan pembesaran ventrikel kanan.<br /><br /> 2. EKG<br /> Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.<br /> 3. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi<br /> Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.<br /><br /><br /><br /><br />Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Decompensasi Cordis<br /><br /><br />A. Pengkajian<br /><br /> 1. Aktivitas dan Istirahat<br /> * Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.<br /> Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).<br /> * Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.<br /><br /> 2. Sirkulasi<br /> * Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.<br /> * Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.<br /><br /> 3. Integritas Ego<br /> * Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.<br /><br /> 4. Makanan / Cairan<br /> * Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.<br /> * Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.<br /><br /> 5. Neurosensoris<br /> * Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing<br /> * Tanda: Kelemahan<br /><br /> 6. Pernafasan<br /> * Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.<br /> * Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.<br /><br /> 7. Keamanan<br /> * Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi<br /> * Tanda: Kelemahan tubuh<br /><br /> 8. Penyuluhan / pembelajaran<br /> * Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.<br /> * Tanda: Menunjukan kurang informasi.<br /><br /><br />B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin muncul<br /><br /> 1. Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil.<br /> 2. Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan atrium dan kongesti vena.<br /><br /><br />C. Inetrvensi<br /><br /> 1. Diagnosa Keperawatan 1. :<br /> Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil<br /><br /> Tujuan :<br /> Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat, PH darah normal, PO2 80-100 mmHg, PCO2 35-45 mm Hg, HCO3 –3 – 1,2<br /><br /> Tindakan<br /> * Kaji kerja pernafasan (frekwensi, irama , bunyi dan dalamnya)<br /> * Berikan tambahan O2 6 lt/mnt<br /> * Pantau saturasi (oksimetri) PH, BE, HCO3 (dengan BGA)<br /> * Koreksi kesimbangan asam basa<br /> *<br /><br /> * Beri posisi yang memudahkan klien meningkatkan ekpansi paru.(semi fowler)<br /> * Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam<br /> * Lakukan balance cairan<br /> * Batasi intake cairan<br /> * Eavluasi kongesti paru lewat radiografi<br /> * Kolaborasi :<br /> o RL 500 cc/24 jam<br /> o Digoxin 1-0-0<br /> o Furosemid 2-1-0<br /><br /> Rasional<br /> * Untuk mengetahui tingkat efektivitas fungsi pertukaran gas.<br /> * Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.<br /> * Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas.<br /> * Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan.<br /> * Meningkatkan ekpansi paru<br /> * Kongesti yang berat akan memperburuk proses perukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.<br /> * Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat meguranngi timbulnya odem sehingga dapat mecegah ganggun pertukaran gas.<br /> * Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.<br /><br /><br /> 2. Diagnosa Keperwatan 2. :<br /> Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan atrium dan kongesti vena.<br /><br /> Tujuan :<br /> Stabilitas hemodinamik dapat dipertahanakan dengan kriteria : (TD > 90 /60), Frekwensi jantung normal.<br /><br /> Tindakan<br /> * Pertahankan pasien untuk tirah baring<br /> * Ukur parameter hemodinamik<br /> * Pantau EKG terutama frekwensi dan irama.<br /> * Pantau bunyi jantung S-3 dan S-4<br /> * Periksa BGA dan saO2<br /> * Pertahankan akses IV<br /> * Batasi Natrium dan air<br /> * Kolaborasi :<br /> o ISDN 3 X1 tab<br /> o Spironelaton 50 –0-0<br /><br /> Rasional<br /> * Mengurangi beban jantung<br /> * Untuk mengetahui perfusi darah di organ vital dan untuk mengetahui PCWP, CVP sebagai indikator peningkatan beban kerja jantung.<br /> * Untuk mengetahui jika terjadi penurunan kontraktilitas yang dapat mempengaruhi curah jantung.<br /> * Untuk mengetahui tingkat gangguan pengisisna sistole ataupun diastole.<br /> * Untuk mengetahui perfusi jaringan di perifer.<br /> * Untuk maintenance jika sewaktu terjadi kegawatan vaskuler.<br /> * Mencegah peningkatan beban jantung<br /> * Meningkatkan perfisu ke jaringan<br /> * Kalium sebagai salah satu komponen terjadinya konduksi yang dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot jantung.<br /><br /><br />SELENGKAPNYA di: Askep Decomp. Cordis » askep askeb | asuhan-keperawatan-kebidanan.co.ccfrizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-15108731632101924642011-06-13T09:26:00.001-07:002011-06-13T09:26:56.421-07:00frizca rizky - EMPIEMAEMPIEMA<br /><br />A. Pengertian<br />Adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura dengan yang dapati timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya<br /><br />B. Etiologi<br />1. Berasal dari Paru<br />• Pneumonia<br />• Abses Paru<br />• Adanya Fistel pada paru<br />• Bronchiektasis<br />• TB<br />• Infeksi fungidal paru<br /><br />2. Infeksi Diluar Paru<br />• Trauma dari tumor<br />• Pembedahan otak<br />• Thorakocentesis<br />• Subdfrenic abces<br />• Abses hati karena amuba<br /> 3. Bakteriologi<br />• Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering pada anak<br />• Streptococcus Pyogenes<br />• Bakteri gram negatif<br />• Bakteri anaerob<br /><br />C. Patofisiologi<br />Akibat invasi kuman progekin ke pleura timbul keradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan makin banyaknya sel-sel PMN baik yang hidup atau yang mati serta peningkatan kadar cairan menjadi keruh dan kental serta adanya endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisir nanah tersebut. <br /><br />D. Gejala Klinis<br />Dibagi menjadi dua stadium yaitu :<br />1. Empiema akut<br />Gejala mirip dengan pneumonia yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, apabila stadium ini dibiarkan dalam beberapa minggu akan timbul toksemia, anemia, pada jaringan tubuh. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronchopleura dan empiema neccesitasis.<br />2. Empiema kronik<br />Batasan yang tegas antara akut dan kronis sukar ditentukan disebut kronis apabila terjadi lebih dari 3 bulan. Penderita mengelub badannya lemah, kesehatan penderita tampak mundur, pucat pada jari tubuh.<br /> <br />E. Diagnosis<br />Pemeriksaan Fisik <br />Adanya tanda cairan disertai pergerakan hemithoraks yang sakit berkurang. Terdengar suara redup pada perkusi. Pada auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang disisi hemithorak yang sakit. <br /><br />Foto Dada<br />Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. Bila terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan. <br />Diagnosa pasti<br />Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya nanah didalam rongga dada (pleura). Nanah dipakai sebagi bahan pemeriksaan : Citologi, Bakteriologi, Jamur, Amoeba dan dilakukan pembiakan terhadap kepekaan antibiotik. <br /><br />Penatalaksanaan <br />Prinsip pengobatan pada empiema :<br />a. Pengosongan ronga pleura dari nanah<br />• Aspirasi Sederhana<br />Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari pocket empiema. <br />• Drainase Tertutup<br />Pemasangan “Tube Thoracostomy” = Closed Drainage (WSD)<br />Indikasi pemasangan darin ini apabila nanah sangat kental, nanh berbentuk sudah dua minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis. <br />• Drainase Terbuka (open drainage)<br />Tindakan ini dikerjakan pada empiema kronis dengan memotong sepenggal iga untuk membuat “jendela”. Cara ini dipilih bila dekortikasi tidak dimungnkinkan dan harus dikerjakan dalam kondisi betul-betul steril. <br /><br />b. Pemberian antibiotika<br />Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian antibiotik memegang peranan yang penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosa diegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan tes kepekaan obat. Bila kuman penyebab belum jelas dapat dipakai Benzil Penicillin dosis tinggi.<br /><br />c. Penutupan rongga pleura<br />Empiema kronis gagal menunjukkan respon terhadap drainase selang, maka dilakukan dekortikasi atau thorakoplasti. Jika tidak ditangani dengan baik akan menambah lama rawat inap.<br /><br />d. Pengobatan kausal<br />Tergantung penyebabnya misalnya amobiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.<br /> <br />e. Pengobatan tambahan dan Fisioterapi<br />Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum<br /><br />Komplikasi<br />Yang sering timbul adalah vistula Bronchopleura dan komplikasi lainnya. Yang mungkin timbul misalnya syock, sepsis, kegagalan jantung, kongestif, dan otitis media. <br /><br /><br /><br /><br />F. Penatalaksanaan Keperawatan<br />1. Pengkajian Data Dasar<br />• Riwayat/adanya faktor-faktor penunjang<br />Merokok, terpapar polusi udara yang berat, riwayat alergi pada keluarga<br />• Riwayat yang dapat mencetuskan <br />Eksaserbasi seperti : Alergen (debu, serbuk kulit, serbuk sari, jamur)<br />Stress emosional, aktivitas fisik berlebihan<br />Infeksi saluran nafas<br />Drop out pengobatan<br />• Pemeriksaan Fisik<br /> Manifestasi klasik dari PPOM<br />Peningkatan dispnea<br />Retraksi otot-ot\ot abdominal, menganngkat bahu saat inspirasi, pernafasan cuping hidung (penggunaan otot aksesories pernafasan)<br />Penurunan bunyi nafas<br />Tachipnea, orthopnea<br /><br /> Gejala-gejala menetap pada proses penyakit dasar<br />ASMA<br />Batuk (produktif/non produktif)<br />Dada terasa seperti terikat<br />Mengi saat inspirasi dan ekspirasi (terdengar tanpa stetoskop)<br />Pernafasan cuping hidumng<br />Ketakutan dan diaphoresis<br />BRONCHITIS<br />Batuk produktif dan sputum warna putih, terjadi pada pagi hari (disebut batuk perokok)<br /><br />• Makanan/Cairan<br />- Mual, muntah, anorkesia, penurunan BB menetap (empisema)<br />- Peningkatan BB menetap (oedema) pada bronchitis<br />- Turgor menurun<br />- Penurunan massa otot/lemak sub kutan (emfisema)<br />- Hepatomegali (bronchitis)<br /><br />• Higiene<br />Penurunan kemampuan ADL<br /><br />• Pernafasan<br />- Nafas pendek (disepnea sebagai keluhan menonjol pada emphisema)<br />- Episode sukar bernafas (asma)<br />- Rasa dada tertekan <br />- Batuk menetap dan produksi sputum daat banun tidur tiap hari, minimum selama tiga bulan berturut-turut sedikitnya selama dua tahun<br />- Sputum banyak sekali (pada bronchitis kronis)<br />- Riwayat pneumonia berulang, terpajan polusi pernafasan/zat kimia (rokok, debu/asap, asbes, kain katun, serbuk gergaji)<br />- Defisiensi alfa – antitripsin (emphisema)<br />- Penggunaan otot bantu pernafasan<br />- Buny naffas : redup denga ekspirasi mengi (emfisema)<br />- Perkusi : Hipersonan (jebakan udara pada emfisema)<br /> Bunyi pekak (konsolidasi, cairan)<br />- Kesulitan bicara kalimat / lebih dari 4 – 5 kata<br />- Pink buffer (warna kulit normal kalau frekuensi nafas cepat)<br /><br /><br />• Seksualitas<br />Penuruan Libido<br /><br /><br />2. Diagnosa Keperawatan<br />A. Tidak efektif Bersihan Jalan nafas b.d bronchospasme, sekret kental<br />Tujuan : Bersihan Jalan nafas efektif<br />Secara verbal menyatakan kesulitan bernafas<br />Penggunaan otot bantu penafasan<br />Mengi, ronchi, cracles<br />Batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum<br /><br />Kriteria Hasil<br />- Bunyi nafas bersih<br />- Batuk efektif<br />- Mengi (-), Ronchii (-) Cracles (-)<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />Auskultasi bunyi nafas Derajad spasme broncus (dengan / tanpa obstruksi saluran nafas) : ekspirasi mengi, tidak ada bunyi nafas, bunyi nafas redup<br />Kaji frekuensi pernafasan Prose infeksi akut (tachipnea)<br />Catat : Keluhan Dispnea, keluhan lapar udara : Gelisah, distres nafas, penggunaan otot bantu pernafasan Klien denga distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas<br />Pertahankan lingkungan bebas polusi Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut<br /> <br /><br /><br />B. Gangguan Pertukaran Gas b.d Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret, Bronchospasme<br />Tujuan :<br />Pertukaran gas dapat dipertahankan<br />Data :<br />Dispnea, gelisah, ketidakmampuan mengeluarkan sekret, GDA (hipoksia), Perubahan tanda vital, penurunan toleransi aktivitas<br />Kriteria Hasil :<br />- Perbaikan sirkulasi dan oksigenasi<br />- GDA dalam batas normal<br />- Tanda distress pernafasan tidak ada<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak Evaluasi derajad distress nafas dan kronis atau tidaknya proses penyakit.<br />Bantu klien untuk mencari posisi yang nenudahkan bernafas, dengan kepala lebih tinggi Suplai O2 dapat diperbarui dalam latihan nafas agar paru tidak kolaps.<br />Bantu klien untuk batuk efektif Batuk efektif membantu mengeluarkan sputum sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas. <br />Auskultasi suara nafas Suara nafas redup oleh karena adanya penurunan penurunan aliran udara/ konsolidasi. Mengni menunjukkan adanya bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan<br /><br />C. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.<br />Tujuan : Status nutrisi dapat dipertahankan<br />Data : Penurunan B, Intke makanan dan minuman menurun, <br /> mengatakan tidak nafsu makan<br />Kriteria : <br />- BB tidak mengalami penurunan<br />- Intake makanan dan cairan adekuat<br />- Nafsu makan meningkat/baik<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />Obserasi intake dan output/8 jam. Jumlah makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari Mengidentifikasi adanya kemajuan/ penyimpanan dari tujuan yang diharapkan<br />Ciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan :<br />- Lakukan perawatan mulut sebelum dan setelah makan<br />- Bersihkan lingkungan tempat penyajian makanan<br />- Hindari pengunaan pengharum berbau menyengat<br />- Lakukan chest fisioterapi dan nebulizer selambat-lambatnya satu jam sebelum makan<br />- Sediakan tempat yang tepat untuk membuang tissue/sekret batuk<br /> Bau-bauan dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama waktu makan dapat menyebabkan anoreksia. Obat-obatan yang dberikan segera seelah makan dapat mencetuskan mual dan muntah.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-38931559093323190902011-06-13T09:22:00.000-07:002011-06-13T09:24:28.486-07:00frizca rizky - ASKEP DENGAN FRAKTUR OS.MANDIBULARISI. FRAKTUR OS.MANDIBULARIS<br /><br />II. DEFENISI <br />Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.<br />III. <br />IV. PATOFISIOLOGI<br />A. PENYEBAB FRAKTUR ADALAH TRAUMA<br />Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa <br />yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :<br />• Osteoporosis Imperfekta<br />• Osteoporosis<br />• Penyakit metabolik<br />1. <br />2. TRAUMA<br />Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).<br /><br />TANDA DAN GEJALA<br />• Nyeri hebat di tempat fraktur <br />• Tak mampu menggerakkan dagu bawah <br />• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.<br /><br />PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />• X.Ray<br />• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans<br />• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.<br />• CCT kalau banyak kerusakan otot.<br /><br />PENATALAKSANAAN MEDIK<br />• Konservatif : Immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.<br />• Operatif : dengan pemasangan Traksi, Pen, Screw, Plate, Wire ( tindakan Asbarg)<br /><br />RENCANA KEPERAWATAN<br /><br />Prioritas Masalah <br />• Mengatasi perdarahan<br />• Mengatasi nyeri<br />• Mencegah komplikasi<br />• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan<br /><br />NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONALISASI<br /><br />1. <br /> Potensial terjadinya syok sehubungan dengan perdarah-an yang banyak <br /> INDENPENDEN:<br />• Observasi tanda-tanda vital.<br /> <br />• Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan<br /> <br />• Memberikan posisi supinasi<br /> <br /> <br />• Memberikan banyak cairan (minum)<br /> <br /> <br /> KOLABORASI:<br />• Pemberian cairan per infus<br /> <br /> <br /> <br />• Pemberian obat koagulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dengan fiksasi.<br /> <br />• Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)<br /> <br /> <br />• Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin<br />• Untuk menentukan tindak an<br /> <br /> <br />• Untuk mengurangi per darahan dan mencegah ke-kurangan darah ke otak.<br />• Untuk mencegah ke ku-rangan cairan <br /> (mengganti cairan yang hilang)<br /> <br />• Pemberian cairan per infus.<br /> <br /> <br /> <br />• Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk meng hentikan perdarahan.<br /> <br /> <br />• Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu trans-fusi atau tidak.<br /><br />2. <br />Gangguan rasa nyaman:<br />Nyeri sehubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas <br />INDEPENDEN:<br />• Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, inten-sitas nyeri dengan meng-gunakan skala nyeri (0-10)<br />• Mempertahankan immobi-lisasi (back slab)<br /> <br />• Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.<br /> <br />• Menjelaskan seluruh pro-sedur di atas<br /> <br /> <br /> KOLABORASI:<br />• Pemberian obat-obatan analgesik <br /> <br /><br />• Untuk mengetahui ting-kat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.<br />• Mencegah pergeseran tu-lang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.<br />• Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.<br />• Untuk mempersiapkan men-tal serta agar pasien ber-partisipasi pada setiap tin-dakan yang akan dilakukan.<br /> <br />• Mengurangi rasa nyeri<br /><br />3. <br />Potensial infeksi sehubungan dengan luka terbuka. <br /> INDEPENDEN:<br />• Kaji keadaan luka (konti-nuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.<br />• Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.<br />• Merawat luka dengan meng-gunakan tehnik aseptik<br /> <br />• Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterba-tasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.<br /> <br /> KOLABORASI:<br />• Pemeriksaan darah : leokosit<br /> <br /> Pemberian obat-obatan :<br />• antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)<br />• Persiapan untuk operasi sesuai indikasi <br /> <br /> <br />• Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.<br /> <br /> <br />• Meminimalkan terjadinya kontaminasi.<br /> <br />• Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.<br /> <br />• Merupakan indikasi adanya osteomilitis.<br /> <br /> <br /> <br />• Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi <br /> <br /> <br />• Untuk mencegah kelan-jutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.<br />• Mempercepat proses pe-nyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi. <br /><br />4. <br />Gangguan aktivitas s/d keru-sakan neuromuskuler ske-letal, nyeri, immobilisasi. <br />INDEPENDEN:<br />• Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.<br />• Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).<br /> <br /> <br /> <br /> <br />• Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.<br /> <br /> <br /> <br /> <br />• Membantu pasien dalam perawatan diri<br /> <br /> <br /> <br /> <br />• Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan elimi-nasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.<br /> <br />• Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi- neral.<br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> KOLABORASI :<br />• Konsul dengan bagi- an fisioterapi<br /> <br /> <br />• Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsi-onal)<br /> <br />• Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, me-ningkatkan perasaan me-ngontrol diri pasien dan membantu dalam mengu-rangi isolasi sosial.<br /> <br />• Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.<br /> <br />• Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkat-kan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.<br /> <br />• Bedrest, penggunaan anal-getika dan perubahan diit dapat menyebabkan penu-runan peristaltik usus dan konstipasi.<br />• Mempercepat proses pe-nyembuhan, mencegah pe-nurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).<br />• Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.<br /> <br />• Untuk menentukan program latihan.<br /><br />5. <br />Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi. <br />INDEPENDEN:<br />• Menjelaskan tentang ke-lainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.<br /> <br />• Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.<br /> <br /> <br /> <br /> <br />• Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.<br /> <br /> <br /> <br />• Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)<br />• Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.<br /> <br /> <br />• Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan..<br /> <br />• Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.<br /> <br />• Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).<br />• Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.<br /> <br />• Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-40629454266172690162011-06-13T09:19:00.000-07:002011-06-13T09:21:48.365-07:00frizca rizky - BASALIOMA NASOLABIAL SINISTRABASALIOMA NASOLABIAL SINISTRA<br /><br />BATASAN :<br />Merupakan tumor ganas dari kulit terdapat adanya lesi yang berbentuk ulkus nodule pada daerah wajah.<br /><br />PATOFISIOLOGI<br />FAKTOR PREDISPOSISI :<br />a. Faktor dari luar : Radiasi, Bahan kimia, Trauma, Luka bakar, Peradangan kronik, dan Tahi lalat.<br />b. Faktor dari dalam : Genetika, Seroderma pigmentosum, nevus sebaseus, dan nevus epidermal yang linier.<br /><br />TANDA-TANDA KEGANASAN KULIT :<br />1. Adanya rasa gatal dan nyeri.<br />2. Perubahan warna (gelap, pucat, dan terang).<br />3. Ukuran membesar dan permukaan tak rata.<br />4. Pelebaran tak merata kesamping.<br />5. Perdarahan.<br />6. Ulserasi / infeksi yang sukar sembuh.<br /><br />RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT :<br />• Biasanya keluhannya sudah lama, adanya rasa gatal, nyeri, adanya bercak pada kulit dan metastase.<br /><br />KEPERAWATAN :<br /> Masalah Keperawatan :<br />• Ansietas<br />• Gangguan penampilan diri.<br />• Kerusakan integritas kulit.<br />• Perubahan proses keluarga.<br />• Perubahan nutrisi<br /><br />Diagnosa keperawatan :<br />• Ansietas yang berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang tak dikenal dan ketidak cukupan pengetahuan tentang kanker dan pengobatannya.<br />• Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan dalam gaya hidup dan penampilan.<br />• Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pada epidermis dan adanya lesi pada kulit muka.<br />• Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan rasa takut berkaitan dengan diagnosa kanker (basalioma) kulit.<br />• Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhannya yang berhubungan dengan penurunan masukan oral / tak adekwat dan peningkatan kebutuhan metabolisme penyakitnya.<br /><br />INTERVENSI DAN RASIONAL<br />1. Ansietas yang berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang tak dikenal dan ketidak cukupan pengetahuan tentang kanker dan pengobatannya.<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />1. Berikan kesempatan pada keluarga dan klien mengungkapkan perasaannya (nyeri)<br />a. Lakukan kontak yang sering dan berikan suasana yang rileks .<br />b. Tunjukkan sikap tidak menilai dan mendengar penuh perhatian.<br />c. Gali perasaan dan perilaku sendiri.<br /><br />2. Jelaskan rutinitas rumah sakit meliputi jadwal pemeriksaan, tujuan pengobatan, dan lingkungan rumah sakit.<br /><br />3. Tunjukkan adanya harapan kesembuhan.<br /><br /><br /><br /><br />4. Tingkatkan aktivitas fisik dan latifan fisik.<br /> 1. Kontak sering oleh perawat menunjukkan perhatian, penerimaan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Dan perawat sadar bagaimana pasien dan keluarga mengungkapkan perasaannya<br /><br /><br /><br />2. Gambaran yang akurat tentang prosedur membantu menghilangkan ansietas dan ketidaktahuan klien.<br /><br /><br />3. Klien yang bereaksi terhadap diagnosis basiloma harus berharap kesembuhan. Harapan diperlukan untuk mengatasi beratnya beban pengobatan.<br /><br />4. Aktifitas fisik memberikan pengalihan dan rasa normal. Klien yang melakukan latihan fisik dapat memperbaiki kualitas hidup.<br /><br /><br /> <br />2. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan dalam gaya hidup dan penampilan.<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />1. Kontak dengan klien sering dan perlakukan dengan hangat serta sikap yang positif.<br />2. Berikan dorongan klien untuk mengekspresikan perasaannya dan pikirannya tentang hal-hal :<br />a. Kondisinya.<br />b. Perkembangannya.<br />c. Pronogsis.<br />d. Perawatan dan pengobatan.<br /><br />3. Bantu klien untuk mengidentifikasi yang positif dan kemungkinan dengan penampilan yang baru.<br /><br />4. Latih saat berpakaian dan higiene sesuai kebutuhan.<br /><br />5. Bantu klien untuk meningkatkan kemandirian dan mempertahankan penampilan. 1. Kontak yang sering memberikan perhatian dan menumbuhkan rasa percaya diri pada klien.<br />2. Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dapat memberikan jalan keluar untuk mengungkapkan rasa takut dan dapat meningkatkan kesadaran diri dengan mendekatkan pada kekuasaan Allah.<br /><br /><br />3. Perawat menegaskan aspek positif dan mendorong klien untuk memadukannya kedalam konsep diri yang baru.<br /><br />4. Partisipasi dalam perawatan diri dan membantu koping positif.<br /><br />5. Komponen yang sangat berpengaruh dari konsep diri adalah kemampuan untuk melaksanakan fungsi sehingga menurunkan ketergantungan pada orang lain.<br /><br />3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pada epidermis dan adanya lesi pada kulit muka.<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />1. Identifikasi tahap perkembangan ulkus atau kaji kedalaman ulkus.<br />2. Berikan lingkungan fisiologis dan aseptik terhadap luka.<br />3. Bersihkan dengan larutan yang tidak menyebabkan iritasi.<br /><br />4. Berikan penjelasan dan lakukan kolaborasi dengan tim medis.<br /><br /> 1. Agar dapat menentukan tingkat kerusakan dari integritas kulit.<br />2. Mencegah proses infeksi lebih lanjut.<br /><br />3. karena iritasi dapat memperparah keadaan luka.<br /><br />4. Agar keluarga mengerti keadaan pasien dan rencana tindakan yang diambil sehingga mudah mengambil keputusan dan memperlancar jalannya operasi/pengobatan.<br /> <br />4. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan rasa takut berkaitan dengan diagnosa kanker (basalioma) kulit.<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />1. Tunjukan pengertian tentang situasi dan dampaknya pada keluarga.<br /><br /><br /><br />2. Gali persepsi anggota keluarga tentang situasi dan berikan dorongan pengungkapan perasaan, seperti rasa bersalah, menyalahkan dan berduka.<br />3. Tentukan apakah mekanisme koping saat ini efektif.<br /><br />4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kekuatan keluarga :<br />a. Akui bantuan anggota keluarga.<br />b. Libatkan keluarga dalam perawatan klien<br />c. Berikan dorongan untuk menggunakan humor.<br />d. Berikan dorongan untuk berkomunikasi<br /> 1. Mengkomunikasikan pengertian, kekhawatiran dan perhatian menumbuhkan rasa percaya dan menguatkan hubungan perawat dan klien.<br />2. pengungkapan dapat memberikan kesempatan untuk klarifikasi dan validasi serta kekhawatiran, menunjang kebutuhan keluarga.<br />3. Penyakit dari keluarga menyebabkan perubahan besar mendapatkan keluarga berisiko tinggi maladaptif.<br />4. Langkah-langkah ini dapat mempertahankan struktur keluarga dan fungsinya yang sudah ada pendukungnya.<br /><br />5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhannya yang berhubungan dengan penurunan masukan oral / tak adekwat dan peningkatan kebutuhan metabolisme penyakitnya.<br /><br />INTERVENSI RASIONAL<br />1. Tentukan kebutuhan kalori klien yang realistik.<br /><br />2. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekwat.<br /><br />3. Berikan suasana makan yang releks dan siapkan porsi makannya.<br /><br />4. Atur agar dietnya sesuai yaitu TKTP 1. Kerja sama dengan ahligizi penting untuk mendapatkan nutrisi yang adekwat.<br />2. Pemahaman tentang nutrisi sangat diperlukan sehingga klien dan keluarga menjadi lebih kooperatif.<br />3. Agar dapat meningkatkan selera makan klien.<br /><br />4. Diperlukan untuk menganti kebutuhan atau bagian tubuh yang rusak dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.<br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />1. Mclane, alih bahasa Ni Luh Gede Yasmin, SKp (1994), Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.<br /><br />2. Lynda juall Carpenito alih bahasa Monika ester,SKp (1999), Buku Saku Diagnosa keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.<br /><br />3. Jan Tambayong,dr.alih bahasa Monika Ester SKp (1999),Patofisiologi Untuk Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.<br /><br />4. ……………, (1995), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah, Penerbit Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Unibra RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-17337066708191633282011-06-13T09:15:00.000-07:002011-06-13T09:16:08.686-07:00frizca rizky - ASKEP ANAK DENGAN TALASEMIAASUHAN KEPERAWATAN PADA<br />ANAK DENGAN TALASEMIA<br /><br />I. KONSEP DASAR MEDIS<br /> Pengertian<br />1) Talasemia merupakan penyakit anemia hematolik dimana terjadi kerusakan sel darah merah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Ngastiyah, 1997:377)<br />2) Talasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin (Suryadi dan rita, 2001: 23)<br />3) Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif (Arif Manjoer, 2000:497) <br />Kesimpulan : <br />Talasemia adalah penyakit herediter yang menyebabkan anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan eritrosit sehingga umur eritrosit menjadi pendek. <br /> Etiologi<br />1) Struktural pembentukan hemoglobin abnormal<br />2) Transkripsi genetik<br />3) Tidak adanya gen<br /> Patofisiologi<br />Pada talasemia , pembuatan rantai beta sangat terhambat. Sebagai kompetensi dibuat rantai gamma dan delta, tetapi kompensasi ini tidak mencukupi, sehingga kadar hemoglobin turun. Kurangnya ranta berakibat meningkatnya rantai alfa. Rantai alfa ini mengalami denaturasi dan presipitasi didalam sel. Menimbulkan kerusakan membran sel yang lebih permiabel. Sehingga sel mudah pecah, dan terjadi hemoglobin, dengan akibat timbulnya oksigen yang aktif, yang mengoksidasi hemoglobin dan membran sel serta berakibat suatu hemolisi, hemosiderosis. <br />Skema <br />Hemoglobin postnatal<br /><br /><br /><br /><br /><br />Rantai Rantai <br /><br /> <br /> Taksemia ....... Defisiensi eritrosit rantai <br /> <br /><br /> Sintesa rantai <br /><br /> <br /> Kerusakan pembentukan Hb<br /> <br /><br /> Hemolisis<br /> <br /><br /> Anemia berat<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /> Pemeriksaan dan diagnostik<br />1) Hb < 6gr%<br />2) Piku darah Hipokromia <br />3) Eritosit Mikrositik Hipokromik<br />4) Zat besi serum Meningkat<br />5) Elektrofotesis Peningkatan HDA2 <br />6) Hemoglobin janin PG Hbf (d22)<br /><br /> Klasifikasi dan Gejala<br /> Talasemia Alfa<br />1) Gejala Klinis<br />Hidrops betalis, anemia ringan<br />2) Komplikasi<br />Hemolisis akut akibat penggunaan obat-obat yang bersifat oksidasi <br />3) Anemia hipikrom, mikrosintesis jumlah leukosit meningkat, Hb k tidak meningkat, HbA2 lebih rendah <br /> Talasemia Beta<br />Diakibatkan produksi rantai beta terganggu, dibagi menjadi 3 :<br />1) Talasemia mayor<br />(1) Gejala Klinis :<br />Anemia, sesak nafas, hepatosplenomegali dan hemosiderosis, gangguan pertumbuhan dan pubertas, muka mongoloid, kelemahan, pucat, anoreksia, BB berkurang.<br />(2) Komplikasi:<br />Pada pasien yang jarang menerima transfusi pada saat hemolisis dan anemi akibat terjadi hipertropi jaringan eritropoenik ektre medular, tulang menjadi tipis dan terjadi fraktur patologik, gangguan pendengaran, deformitas pada muka, dan hiperspinesme<br />(3) Lab:<br />Darah tepi, adanya eritrosit muda, Hb rendah, jumlah retikulosit meningkat, Kadar besi dalam serum meningkat atau normal<br />SGOT/SGPT meningkat, asam urat meningkat<br />Hb SAQ dan anti Hb SAQ positif <br />2) Talasemia intermediate <br />Talasemia mayor tanpa adanya kerusakan gen / heterogen, ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot<br />Gejala klinis :<br />(1) Abania ringan<br />(2) Ditemukan ikterus dan spignomegali<br />(3) Hb bervariasi<br />(4) Bilirubin sedikit meningkat, SGOT meningkat<br />3) Talasemia minor<br />Ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot dan tidak memberikan gejala klinik<br /><br /> Komplikasi secara umum<br />1) Fraktur patologi<br />2) Hepatosplenomegali<br />3) Gangguan tumbuh kembang<br />4) Disfungsi organ<br />5) Transfusi berulang berakibat kadar besi dalam darah tinggi<br /><br /> Penatalaksanaan<br /> Medik<br />Tidak adanya pengobatan yang tepat untuk talasemia, pengobatan hanya berupa :<br />(1) Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr %) atau bila anak terlihat lemah tidak ada nafsu makan<br />(2) Splenektomi dilakukan pada anak > tua dari umur 2 tahun<br />(3) Sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis<br />(4) Pemberian vitamin tetapi tidak boleh preparat yang mengandung besi <br />(5) Transfusi sumsum tulang belakang<br /> Perawatan<br />(1) Resiko terjadi komplikasi akibat transfusi darah<br />Awasi setiap perubahan pada pasien, misalnya timbulnya urtikaria, kenaikan suhu tinggi disertai menggigil atau pasien pusing, mata berkunang dsb, hentikan transfusi dan beritahu dokter.<br />(2) Kebutuhan nutrisi<br />Perbaikan pada pasien dengan anoreksi hanya dengan cara memperbaiki keadaan anemianya dengan memberikan transfusi darah disamping usaha memperbaiki makanan peroral dan cukup gizi, tetapi tidak boleh diberikan makanan yang mengandung besi seperti : hati, sayuran kangkung atau bayam karena dalam tubuh pasien telah kelebihan zat besi.<br /><br />II. KONSEP DASAR ASKEP<br />2.1 Pengkajian<br />2.1.1 Biodata<br />Biasanya tampak pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun dan bersifat herediter<br />2.1.2 Keluhan utama<br />Nyeri kepala, pasien lemah, sesak nafas, badan kekuningan<br />2.1.3 Riwayat penyakit sekarang<br />Kepala pusing dan badan terus semakin lemah bila digunakan beraktivitas dan badannya kekuningan<br /><br />2.1.4 Riwayat penyakit dahulu<br />- Antenatal : Diturunkan secara autosom dari ibu atau ayah yang menderita talasemia<br />- Natal : Peningkatan Hb F<br />- Prenatal : Penghambatan pembentukan rantai <br />2.1.5 Riwayat penyakit keluarga<br />Ada salah satu anggota keluarga/kedua orang tuanya menderita penyakit talasemia.<br />2.1.6 Riwayat Psiko, sosial, spiritual<br />Gelisah, sulit berisolasi dengan orang lain.<br />2.1.7 ADL<br />- Nutrisi : nafsu makan menurun/ anoreksia, mual, muntah <br />- Istirahat tidur : gelisah, rewel<br />- Personal hygiene : ketergantungan pada orang lain / orang tua<br />- Aktivitas : kelemahan / kelelahan, keletihan. <br />- Eliminasi : obstipasi / diare. <br />2.1.8 Pemeriksaan<br />1) Pemeriksaan Umum<br />Kesadaran compos mentis<br />TD : Hipotensi<br />Nadi : Takikardi<br />RR : Takipnea<br />Suhu : Naik/Turun<br />2) Pemeriksaan Fisik<br />(1) Kepala : Muka mongoloid, deformitas pada muka dan hipersplenisme <br />(2) Mata : Kuning, konjungtiva pucat<br />(3) Hidung : Nyeri sinus maxilla<br />(4) Mulut : Bibir pucat, gusi pucat, pertumbuhan gizi buruk<br />(5) Thorak : Tarikan intercostae, suara jantung, murmur, S3 gallop, pembesaran jantung<br />(6) Abdomen : Terdapat hepatosplenomegali, pembesaran limfe <br />(7) Ekstremitas : tulang menjadi tipis dan terjadi fraktur patologik<br /><br />2.2 Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul<br />2.2.1 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan kurangnya selera makan<br />2.2.2 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting<br />2.2.3 Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan cardiac out put<br />2.2.4 Perubahan eliminasi (alvi) konstipasi / diare berhubungan dengan penurunan makanan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat <br />2.2.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah menafsirkan informasi <br />2.2.6 Resiko infeksi berhubungan dengan tranfusi yang berulang-ulang<br /> <br />2.3 Intervensi<br />2.3.1 Diagnosa 1<br />1) Kriteria Hasil : Tidak mengalami malnutrisi<br />2) Intervensi :<br />(1) Observasi riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai<br />R/ Mengidentifikasi defisiensi dan menduga kemungkinan intervensi selanjutnya<br />(2) Timbang BB setiap hari <br />R/ Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi<br />(3) Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan<br />R/ Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan penyembuhan<br />(4) Observasi dan catat masukan makanan pasien<br />R/ Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan<br />2.3.2 Diagnosa 2<br />1) Kriteria Hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda perfusi jaringan yang adekuat<br />2) Intervensi :<br />(1) Monitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa<br />R/ Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan jebutuhan intervensi<br />(2) Tinggikan posisi kepala di tempat tidur<br />R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler<br />(3) Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri<br />R/ Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial atau potensial resiko infark<br />(4) Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah<br />R/ Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B 12<br />(5) Observasi adanya rasa dingin dan mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh <br />R/ Vasokontriksi ( keorgan vital ) menurunkan sirkulasi perifer. Kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan<br />(6) Memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan<br />R/ Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan<br />2.3.3 Diagnosa 3<br />1) Kriteria hasil : Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekwensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru bersih <br />2) Intervensi : <br />(1) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien untuk turun dari tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin <br />R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru sehingga memperbaiki difusi gas<br />(2) Obsrvasi frekwensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada<br />R/ Kecepatan biasanya meningkat kerja nafas dan kedalaman pernafasan bervariasa tergantung derajat gagal nafas.Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan ateletaksis atau nyeri dada pleuristik<br />(3) Berikan oksigen tambahan<br />R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas<br />(4) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernafasan lebih lambat dan dalam<br />R/ Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia yang dapat dimanisfestasi sebagai ansietas<br /><br />2.3.4 Diagnosa 4<br />1) Kriteria hasil : Individu akan memperlihatkan peningkatan eliminasi usus<br />2) Intervensi :<br />(1) Anjurkan minum segelas air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi<br />R/ Dapat merangsang peristaltik usus untuk pengeluaran feses<br /><br />(2) Hindari makanan yang berbentuk gas<br />R/ Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen<br />(3) Berikan masukan air sedikitnya 6 sampai 10 gelas<br />R/ Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi dan membantu mempertahankan hidrasi pada diare<br />2.3.5 Diagnosa 5<br />1) Kriteria hasil : Melakukan tindakan yang perlu atau perubahan pola hidup<br />2) Intervensi :<br />(1) Berikan informasi tentang talasemia dan diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya penyakit<br />R/ Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan<br />(2) Tinjau tujuan dan persiapan diagnostik<br />R/ Ansietas tentang ketidaktahuan meningkatkan tingkat stres dan kerja jantung<br />2.3.6 Diagnosa 6<br />1) Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka, mengidentifikasi perilaku untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi<br />2) Intervensi :<br />(1) Perhatikan teknik aseptik terhadap pemasangan tranfusi<br />R/ Menurunkan resiko infeksi bakteri<br />(2) Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi<br />R/ Menjaga agar daya tahan tubuh tetap baik dan tidak mudah terkena infeksi yang dapat menjadikan komplikasi<br />(3) Amati terhadap manifestasi klinis infeksi<br />R/ Mencegah infeksi makin berlanjut dan berakibat fatal untuk kesehatan tubuh si anakfrizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-51679252478596769442011-06-13T09:12:00.000-07:002011-06-13T09:13:50.288-07:00frizca rizky - ASKEP WSDWSD ( Water Seal Drainage )<br /><br /><br />Pengertian :<br />Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.<br /><br />Indikasi dan tujuan pemasangan WSD<br />1. Indikasi : <br /> Pneumotoraks, hemotoraks, empyema<br /> Bedah paru : <br />- karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura<br />- reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC<br />- lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC<br />2. Tujuan pemasangan WSD<br /> Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura<br /> Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura<br /> Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks<br /> Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.<br /><br />Prinsip kerja WSD<br />1. Gravitasi : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.<br />2. Tekanan positif : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761 mmHg )<br />3. Suction <br /><br />Jenis WSD<br />1. Satu botol<br />Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol. Keuntungannya adalah :<br />- Penyusunannya sederhana <br />- Mudah untuk pasien yang berjalan<br />Kerugiannya adalah :<br />- Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang diperlukan<br />- Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol<br />- Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol yang membatasi garis pengukuran drainase<br />2. Dua botol<br />Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.<br />Keuntungan :<br />- Mempertahankan water seal pada tingkat konstan<br />- Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage yang lebih baik<br /><br />Kerugian :<br />- Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial untuk masuk ke dalam area pleura.<br />- Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol.<br />- Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada kebocoran udara.<br /><br />3. Tiga botol<br />Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus dilepaskan saat itu juga.<br />Keuntungan :<br />- sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.<br />Kerugian :<br />- Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan.<br />- Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi<br /><br />4. Unit drainage sekali pakai<br /> Pompa penghisap Pleural Emerson<br />Merupakan pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga botol. <br />Keuntungan :<br />- Plastik dan tidak mudah pecah<br />Kerugian :<br />- Mahal<br />- Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.<br /> Fluther valve<br />Keuntungan :<br />- Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik<br />- Kurang satu ruang untuk mengisi<br />- Tidak ada masalah dengan penguapan air<br />- Penurunan kadar kebisingan<br />Kerugian :<br />- Mahal<br />- Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karena tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.<br /> Calibrated spring mechanism<br />Keuntungan :<br />- Idem<br />- Mampu mengatasi volume yang besar<br />Kerugian<br />- Mahal <br /><br />Tempat pemasangan WSD<br />1. Bagian apeks paru ( apikal )<br />2. Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara bagian basal<br />3. Posterolateral interkosta ke 8 – 9 untuk mengeluarkan cairan ( darah, pus ).<br /><br /><br />Persiapan pemasangan WSD<br /> Perawatan pra bedah <br />1. Menentukan pengetahuan pasien mengenai prosedur.<br />2. Menerangkan tindakan-tindakan pasca bedah termasuk letak incisi, oksigen dan pipa dada, posisi tubuh pada saat tindakan dan selama terpasangnya WSD, posisi jangan sampai selang tertarik oleh pasien dengan catatan jangan sampai rata/ miring yang akan mempengaruhi tekanan.<br />3. Memberikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya atau mengemukakan keprihatinannya mengenai diagnosa dan hasil pembedahan.<br />4. Mengajari pasien bagaimana cara batuk dan menerangkan batuk serta pernafasan dalam yang rutin pasca bedah.<br />5. Mengajari pasien latihan lengan dan menerangkan hasil yang diharapkan pada pasca bedah setelah melakukan latihan lengan.<br /><br /> Persiapan alat<br />1. Sistem drainase tertutup<br />2. Motor suction<br />3. Selang penghubung steril<br />4. Cairan steril : NaCl, Aquades<br />5. Botol berwarna bening dengan kapasitas 2 liter<br />6. Kassa steril <br />7. Pisau jaringan<br />8. Trocart<br />9. Benang catgut dan jarumnya<br />10. Sarung tangan <br />11. Duk bolong<br />12. Spuit 10 cc dan 50 cc<br />13. Obat anestesi : lidocain, xylocain<br />14. Masker<br /><br /> Perawatan pasca bedah<br />Perawatan setelah prosedur pemasangan WSD antara lain :<br />1. Perhatikan undulasi pada selang WSD <br />2. Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit pada 1 jam pertama<br />3. Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi<br />4. Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan memperhatikan jangan sampai selang terlipat<br />5. Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi<br />6. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu<br />7. Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat jumlah cairan yang dibuang<br />8. Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran<br />9. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis, empisema.<br />10. Anjurkan pasiuen untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk yang efektif<br />11. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh<br /><br />Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena beberapa kondisi dapat terjadi antara lain : <br />1. Motor suction tidak jalan <br />2. Selang tersumbat atau terlipat<br />3. Paru-paru telah mengembang<br />Oleh karena itu harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainase, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.<br /><br /><br />Cara mengganti botol WSD<br />1. Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aguades ditambah desinfektan.<br />2. Selang WSD diklem dulu<br />3. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem<br />4. Amati undulasi dalam selang WSD.<br /><br />Indikasi pengangkatan WSD<br />1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan : <br />- Tidak ada undulasi<br />- Tidak ada cairan yang keluar<br />- Tidak ada gelembung udara yang keluar<br />- Tidak ada kesulitan bernafas<br />- Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara<br />2. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada selang.<br /> <br />ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN WSD<br /><br />1. Pengkajian<br />a. Sirkulasi<br />- Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )<br />- Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder<br />- Hipertensi / hipotensi<br />b. Nyeri<br />Subyektif :<br />- Nyeri dada sebelah<br />- Serangan sering tiba-tiba<br />- Nyeri bertambah saat bernafas dalam<br />- Nyeri menyebar ke dada, badan dan perut<br />Obyektif<br />- Wajah meringis<br />- Perubahan tingkah laku<br />c. Respirasi<br />Subyektif :<br />- Riwayat sehabis pembedahan dada, trauma<br />- Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.<br />- Kesulitan bernafas<br />- Batuk <br />Obyektif :<br />- Takipnoe<br />- Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal.<br />- Fremitus fokal<br />- Perkusi dada : hipersonor<br />- Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris<br />- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan<br />d. Rasa aman<br />- Riwayat fraktur / trauma dada<br />- Kanker paru, riwayat radiasi / khemotherapi<br />e. Pengetahuan <br />- Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi seperti TB, Ca.<br />- Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, perawatan.<br /><br />2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan<br />Dx.1. Tidak efektifnya pola nafas sehubungan dengan :<br />- Penurunan ekspansi paru<br />- Penumpukan sekret / mukus<br />- Kecemasan<br />- Proses peradangan<br />Ditandai dengan :<br />- Dyspnoe, takipnoe<br />- Nafas dalam<br />- Menggunakan otot tambahan <br />- Sianosis, arteri blood gas abnormal ( ABGs )<br />Kriteria evaluasi<br />- Pernafasan normal / pola nafas efektif dengan tidak adanya sianosis, gejala hipoksia dan pemeriksaan ABGs normal.<br /><br />Intervensi keperawatan dan rasionalisasi<br />Independen<br />a. Identifikasi faktor presipitasi, misal :<br />- Kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi dari mekanik pernafasan<br />Memahami penyebab dari kolaps paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada ( hemo/pneumotoraks ) dan menentukan untk terapi lainnya.<br />b. Evaluasi fungsi respirasi, catat naik turunnya/pergerakan dada, dispnoe, kaji kebutuhan O2, terjadinya sianosis dan perubahan vital signs.<br />Tanda-tanda kegagalan nafas dan perubahan vital signs merupakan indikasi terjadinya syok karena hipoksia, stress dan nyeri.<br />c. Auskultasi bunyi pernafasan<br />- Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru-paru<br />- Pada daerah atelektasis suara pernafasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernafasan tidak terdengar dengan jelas.<br />- Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.<br />d. Catat pergerakan dada dan posisi trakea<br />Pergerakan dada yang terjadi pada saat inspirasi maupun ekspirasi tidak sama dan posisi trakea akan bergeser akibat adanya tekanan peumotoraks.<br />e. Kaji fremitus<br />Suara dan fibrasi fremitus dapat membedakan antara daerah yang terisi cairan dan adanya pemadatan jaringan<br />f. Bantu pasien dengan menekan pada daerah yang nyeri sewaktu batuk dan nafas dalam<br />Dengan penekanan akan membantu otot dada dan perut sehingga dapat batuk efektif dan mengurangi trauma<br />g. Pertahankan posisi yang nyaman dengan kepala lebih tinggi dari kaki<br />- Miringkan dengan arah yang sesuai dengan posisi cairan / udara yang ada di dalam rongga pleura<br />- Bantu untuk mobilisasi sesuai dengan kemampuannya secara bertahap dan beri penguatan setiap kali pasien mampu melaksanakannya. <br />Mendukung untuk inspirasi maksimal, memperluas ekspirasi paru-paru dan ventilasi.<br />h. Bantu pasien untuk mengatasi kecemasan /ketakutan dengan mempertahankan sikap tenang, membantu pasien untk mengontrol dengan nafas dalam.<br />Kecemasan disebabkan karena adanya kesulitan dalam pernafasan dan efek psikologi dari hipoksia.<br /><br />Bila WSD terpasang<br /> Cek ruang kontrol suction untuk jumlah cairan yang keluar dengan tepat ( untuk batas air dinding regulator terpasang dengan benar ).<br />Mempertahankan tekanan negatif intra pleural dengan mempertahankan ekspansi paru secara optimal atau dari drainage cairan.<br /> Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan pada batas yang telah ditetapkan.<br />Cairan dalam botol WSD untuk mencegah terjadi tekanan udara dalam rongga pleura pada waktu suction tidak digunakan dan sebagai alat untuk evaluasi apakah sistem drainage berfungsi atau tidak.<br /> Observasi gelembung udara pada botol WSD<br />- Gelembung udara merupakan udara yang keluar akibat adanya reflek ekspansi pada pneumotoraks. Gelmbung udara biasanya terjadi sebagai akibat dari penurunan pengembangan paru atau terjadi selama ekspansi atau batuk pada fungsi rongga pleura menurun.<br />- Tidak ditemukannya gelembung udara berarti ekspansi paru normal atau terjadi hambatan seperti obstruksi pada selang.<br /> Evaluasi gelembung udara yang terjadi.<br />Dengan suction yang terpasang dapat mengidikasikan adanya kebocoran udarayang menetap mungkin dari pneumotoraks yang luas, luka insersi dari selang atau dari sistem WSD.<br /> Tentukan lokasi kebocoran pada pasien atau WSD ( dengan memasang klem pada selang kateter toraks distal ) dengan sedikit ditarik keluar.<br />Apakah bubbling terhenti ketika kateter di klem, maka kebocoran terjadi pada klien.<br /> Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD<br />Rongga WSD menunjukkan adanya tekanan intra pleura dimana terjadi perbedaan tekanan pada waktu inspirasi dan ekspirasi. Perbedaan tersebut normal 2 – 6 cm.<br /> Monitor untuk undulasi abnormal dan catat apabila ada perubahan yang menetap atau sementara.<br />Peningkatan fluktuasi tidak terjadi pada saat batuk. Bila terjadi obstruksi menunjukkan adanya pneumotoraks yang luas sehingga peningkatan tersebut akan berlangsung secara terus menerus.<br /> Atur posisi sistem drainage agar berfungsi seoptimal mungkin, misalnya sisakan panjang selang pada tempat tidur, yakinkan bahwa selang itu tidak kaku dan menggantung di atas WSD, keluarkan akumulasi cairan bila perlu.<br />Bila posisi tidak baik, menekuk atau adanya akumulasi cairan akan mengakibatkan tekanan berkurang pada wSD dan mengurangi pengeluaran udara dan cairan berkurang.<br /> Evaluasi apakah perlu tube tersebut dilakukan pengurutan<br />Menarik / menekan diperlukan untuk mengeluarkan gumpalan darah / eksudat drainage.<br /> Tekan selang dengan hati-hati pada setiap kali melakukannya, jangan sampai mempengaruhi tekanan yang ada.<br />Penarikan biasanya dirasakan kurang nyaman oleh pasien sebab akan mempengaruhi tekanan intra toraks yang menyebabkan batuk dan nyeri dada. Penarikan yang salah dapat menimbulkan trauma /injury misalnya; invaginasi jaringan, kolaps jaringan di sekitar kateter atau perdarahan dari dinding kapiler.<br /><br /><br />Bila WSD tidak terpasang<br /> Perhatikan adanya tanda-tanda respirasi distress kemudian hubungkan toraks kateter dengan selang suction. Perhatikan tehnik aseptik. Apabila kateter tercabut, tutup luka insersi dengan dressing dengan sedikit tekanan dan segera lapor ke dokter.<br />Dapat terjadi pneumotoraks<br /><br />Setelah selang dilepas<br /> Observasi tanda dan gejala bila kemungkinan terjadi kembali pneumotoraks seperti nafas pendek, mengeluh nyeri. Tutup luka dengan dressing steril, observasi keadaan luka.<br />Deteksi dini dari adanya komplikasi sangat penting, misalnya pneumotoraks kembali / infeksi.<br /><br />Kolaborasi<br /> Lakukan fototoraks ulang<br />Untuk memonitor terjadinya hemo/pneumotoraks dan pengembangan paru.<br /> Periksa ulang analisa gas darah, tekana O2 dan tidal volume.<br />Mengetahui pertukaran gas dan ventilasi untuk menentukan therapi selanjutnya.<br /> Perhatikan apabila membutuhkan penambahan O2<br />Merupakan alat bantu pernafasan, mencegah terjadinya respiratory distress syndrom dan sianosis akibat hipoksemia.<br /><br />Dx 2. Injuri, potensial terjadi trauma / hypoksia sehubungan dengan ; pemasangan alat WSD, kurangnya pengetahuan tentang WSD ( prosedur dan perawatan )<br />Kriteria evaluasi :<br />- mengenal tanda-tanda komplikasi<br />- pencegahan lingkungan / bahaya fisik lingkungan<br /><br />Intervensi perawatan dan rasionalisasi<br />Independen<br />a. Review dengan pasien akan tujuan / fungsi drainege, catat/ perhatikan tujuan yang penting dalam penyelamatan jiwa<br />Informasi tentang kerja WSD akan mengurangi kecemasan<br />b. Fiksasi kateter thoraks pada didnding dada dan sisakan panjang kateter agar pasien dapat bergerak atau tidak terganggu pergerakannya.<br />Mencegah lepasnya kateter dan mengurangi nyeri akibat terpasangnya kateter dada<br />Perhatikan bahwa sambungan selang kateter dengan WSD aman<br />Mencegah lepasnya sambungan selang<br />Lapisi dengan kasa pada insersis kateter<br />Mencegah iritasi kulit<br />c. Usahakan WSD berfungsi dengan baik dan aman dengan meletakkannya ebih rendah dari bed pasien di lantai atau troli.<br />Mempertahankan posisi gaya gravitasi dan mengurangi resko kerusakan ataupun pecahnya unit WSD<br />d. Lengkapi dengan alat transportasi yang aman bila dibawa ke lain unit untuk pemeriksaan diagnostik<br />- Sebelum berangkat cek WSD, batas cairan, ada tidaknya gelembung, undulasi ( derajat dan waktunya )<br />- Yakinkan chest tube dapat di klem atau dilipat dari suction / WSD<br />Mempertahankan berlangsungnya pengeluaran cairan / udara secara optimal selama transportasi bila pengeluaran cairan dari rongga dada banyak kateter jangan di klem, suction jangan dicabut sebab dapat mengakibatkan adanya akumulasi cairan / udara sehingga timbul gangguan respirasi.<br />e. Monitor insersi kateter pada dinding dada, perhatikan keadaan kulit di sekitar kateter drainage. Ganti dressing dengan kassa steril setiap kali diperlukan.<br />Untuk mengetahui keadaan kulit seperti infeksi, erosi jaringan sedini mungkin<br />f. Anjurkan pasien untuk tidak menekan atau membebaskan selang dari tekanan, misalnya tertindih tubuh.<br />Mengurangi resiko obstruksi drain atau lepasnya sambungan selang.<br />g. Kaji perubahan yang terjadi, catat ; beri tindakan perawatan jika :<br />- perubahan suara bubling<br />- kebutuhan O2 yang tiba-tiba<br />- nyeri dada<br />- lepasnya selang<br />Intervensi yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi<br />h. Observasi adanya tanda-tanda respirasi distress bila kateter thoraks tercabut.<br />Pneumothoraks dapat terjadi sehingga timbul gangguan fungsi pernafasan yang memerlukan tindakan emergency<br /><br />Dx 3. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi<br />Kriteria evaluasi :<br />- Menyebutkan penyebab penyakit<br />- Dapat mengidentifikasi tanda / gejala untuk perawatan / pengobatan lebih lanjut<br />- Mengikuti program therapi dan menunjukkan adanya perubahan pola hidup untuk mencegah timbulnya / kambuhnya penyakit.<br /><br />Intervensi keperawatan dan rasionalisasi<br />Independen<br />a. Review patologi penyakit dengan klien<br />Informasi dapat menurunkan kecemasan / ketakutan akibat ketidak tahuan. Pengetahuan mendasari pemahaman akan keadaan adan pentingnya intervensi therapiutik.<br />b. Identifikasi adanya kekambuhan penyakit / komplikasi<br />Penyakit paru COPD + malignant merupakan penyebab terjadinya kekambuhan penyakit. Pada klien sehat tapi menderita spontaneus pneumotoraks kekambuhan berkisar 10 – 15%, yang sudah kambuh dua kali resiko untuk menderita kembali sekitar 60%.<br />c. Review tanda dan gejala yang perlu tindakan medis segera; nyeri dada tiba-tiba, dispnoe, distress respiratory.<br />Kambuhnya pneumo/hemothoraks memerlukan tindakan medis untuk mencegah/mengurangi terjadinya komplikasi<br />d. Review pentingnya pola hidup sehat ; nutrisi adekuat, istirahat, latihan.<br />Mempertahankan kesehatan secara umum dan mencegah terjadinya kekambuhan.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-37779521797396861442011-06-13T06:49:00.000-07:002011-06-13T06:53:52.901-07:00frizca rizky - ASKEP ANAK DENGAN SYNDROM NEFROTIKASKEP ANAK DENGAN SYNDROM NEFROTIK<br /><br />NEFROTIK SYNDROM<br />Adanya injuri pada glomerular biasanya diikuti adanya :<br /> Proteinuria<br /> Hypoalbuminemia<br /> Hyperlipemia<br /> Edema<br /> Peningkatan permiabilitas glomerular terhadap protein plasma kehilangan <br />Proteinuria >><br /><br />JENIS NEFROTIK SYNDROM :<br />1. NS Primer<br /> Terbatas pada injuri glomerular<br />2. NS Sekunder <br /> Berkembang sebagian bagian dari sakit sistematik<br /><br />Ad . NS Primer :<br /> Minimal Change NS ( MCNS )<br /> >> pada anak usia prasekolah <br /> Penyebabnya tidak jelas<br /> Neprosis idiopatik, minimal lesion neprosis, lipoid neprosis / uncom plicated nefrosis<br /> Sakit yang tidak spesifik : infeksi virus saluran pernafasan mendahului adanya manifestasi : 4 - 8 hari <br /><br />Ad. NS Sekunder<br /> Terjadi setelah berkumpulnya kerusakan – kerusakan pada glomerulus<br /> Penyebab tersering dari kerusakan glomerulonefritis<br /> Biasanya sekunder pada penyakit vascular ( seperti : Dic dan anaphy lactoid purpura atau keracunan obat : trimethadione, sengatan atau bisa ular<br /> Memberi gejala utama penyakit ginjal pada anak dengan AIDS<br /><br />CONGENITAL NEFROTIK SYNDROM :<br /> Gen yang resesif pada autosom<br /> Biasanya terjadi pada bayi yang kecil umur gestasinya<br /> Proteinuria dan edema manifestasi awal<br /> Type ini tidak berespon terhadap terapi yang biasa dilakukan<br /> Kematian dapat cepat bila bayi menolak adanya dialysis atau transplantasi ginjal<br /><br />Kerusakan glomerulus pada ginjal<br /><br /><br /><br />Proteinuria<br />( massive )<br /><br /> <br />Hipoproteinemia Peningkatan sintesis protein<br /> & lemak pada hati<br /><br /><br /> Hypovolemia penurunan tekanan onkotik Hyperlipidemia <br /><br /><br /><br />Penurunan aliran darah keginjal Peningkatan sekresi ADH dan aldosteron<br /><br /><br /><br /> Pelepasan renin Reabsorpsi Na dan air Edema <br /><br /><br /><br /> Vasokontriksi Peningkatan tekanan hydrostatik<br /><br /><br />MANIFESTASI KLINIS<br /> Berat badan meningkat<br /> Pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata<br /> Edema anasarka<br /> Pembengkakan pada labia / skotum<br /> Asites<br /> Diare, nafsu makan menurun, absorbsi usus menurun edema pada mukosa usus<br /> Volume urine menurun, kadang – kadang berwarna pekat dan berbusa<br /> Kulit pucat<br /> Anak menjadi iritabel, mudah lelah / letargi<br /> Celulitis, pneumonia, peritonitis atau adanya sepsis<br /> Azotemia<br /> TD biasanya normal / naik sedikit<br /><br /><br />EVALUASI DIAGNOSTIK :<br /> Diagnosis ditegakan berdasarkan riwayat penyakit dan manifestasi klinis<br /> Konsentrasi total serum protein menurun : albumin menurun ( 2 g/dl) plasma lipid meningkat<br /> Serum kolesterol naik 450 –1500 mg / dl<br /> Hb dan Ht biasanya normal atau meningkat<br /> Jumlah platelet meninggi (500.000 – 1.000.000) hemokonsentrasi<br /> Konsentrasi serum sodium menurun 130 – 135 Meq / L<br /> Biopsi Renal :<br />- Memberikan informasi tentang status glomerulus dan type dari NS, serta respon <br /> dari obat. <br /><br />MANAGEMENT TERAPEUTIK <br /> Mengurangi eksresi protein dalam urine dan mempertahankan urine terbatas dari protein<br /> Mencegah infeksi akut<br /> Mengontrol edem<br /> Meningkatkan nutrisi<br /> Mengembalikan penyesuaian dari gangguan proses metabolik <br /><br />TINDAKAN UMUM :<br /> Prisipnya supportive<br /> Anak dipertahankan dalam keadaan bed rest namun aktivitasnya tidak dibatasi pada fase remesi<br /> Infeksi akut dengan pemberian antibiotik yang sesuai <br /> Memberikan diet yang sesuai membatasi garam <br /> Intake tinggi proteindikurangi gagal ginjal & azotemia<br /> Terapi kortikosteroid : <br /> Dimulai dini pada saat anak didiognosis NS<br /> Pemberian secara oral dalam dosis 2 mg/kg BB = 10 hari – 2 mgg sampai urine bebas dari protein<br /> Perhatikan Es yang terjadi seperti Growth Retardation, katarak, obesitas, hypertensi, perdarahan GI, infeksi <br /> Terapi imunosupresant<br /> Memungkinkan mengurangi relaps dan memberikan tahap remisi dalam jangka <br />waktu yang lama<br /> Misal pemberian cyclophos phamide yg digabung dengan prednison 2-3 bl <br /> Pemberian diuretic<br /> Furosemid yang dikombinasi dengan metolazone<br /> Plasma expander seperti “ salt poor human albumin “<br /><br />PROGNOSIS :<br /> Tergantung pada respon anak pada terapi steroid<br /> Kerusakkan dapat diminimalkan bila deteksi dini dan tindakan yang cepat dan terapi untuk menghilangkan proteinuria<br /> 80 % anak mempunyai pronosis yang baik<br /><br />NURSING CONSIDERATION :<br />PENGKAJIAN :<br /> Mengkaji adanya retensi cairan dan ekskresinya<br /> Mengkaji intake & autput<br /> Mengkaji integritas kulit<br /> Melakukan pengukuran lingkar abdomen dan menimbang BB<br /> Mengkaji adanya edem<br /> Memonitor tanda-tanda vital<br /><br />DIAGNOSA KEPERAWATAN :<br />1. Gangguan volume cairan : lebih dari kebutuhan tubuh b.d akumulasi cairan pada jaringan tubuh<br />Tujuan : 1. Gejala akumulasi cairan tidak terjadi<br />K. hasil : Tidak ada edem<br />- Intervensi -<br />1. Mengkaji, mencatat, intake, dan output <br />2. Menimbang BB<br />R/ : Untuk mengkaji adanya retensi<br /><br />3. Mengkaji perubahan pada edem :<br /> Mengukur lingkar abdomen<br />R/ Untuk mengkaji adanya asitis<br /> Memonitor edem disekitar mata dan daerah yang udem<br /> Catat adanya pitting jika ada<br /> Catat warna dan texture dari kulit<br />4. Tes Bj urine, dan albumin<br />R/ Hyperalbuminuria adalah manifestasi pada NS <br />5. Tampung urine untuk keperluan laboratorium<br />6. Kolaborasi pemberian kortikosteroid sesuai kebutuhan<br />R/ Untuk mengurangi eksresi protein dalam urine<br />7. Kolaborasi pemberian diuretic jika diindikasikan<br />R/ Untuk mengurangi udem<br /> 8. Membatasi cairan<br /><br />Tujuan : 2 Anak akan menerima cairan yang sesuai<br /> K. Hasil : Tidak menunjukan gejala kelebihan cairan<br /> - Intervensi - <br />1. Berikan cairan dengan hati-hati<br />R/ Agar anak tidak menerima cairan berlebihan <br />2. Monitor infus intravena<br />R/ Mempertahankan intake<br />3. Gunakan strategi untuk mencegah kelebihan intake<br /> Gunakan botol kecil untuk intake cairan<br />R/ Volume cairan melebihi batas<br /> Semprot mulut dengan pendingin<br />R/ Mencegah feeling anak terhadap kekeringan<br /> Berikan permen karet dan permen manis<br />4. Pertahankan bibir basah dengan memberikan minyak / madu<br />R/ Memberikan kenyamanan dan mencegah bibir pecah - pecah <br /><br />2. Risti defisit volume cairan (intravaskular) b.d kehilangan cairan, protein & edema <br /> Tujuan : Akan menunjukan tidak adanya kejadian kehilangan cairan intravaskular atau syok hipovolemik<br /> KH : Tanda – tanda syok hipovolemik tidak ada<br /> - Intervensi -<br />1. Monitor tanda-tanda vital<br />R/ Untuk mendeteksi tanda-tanda fisik dari penurunan cairan<br />2. Mengkaji frekuensi dan kualitas nadi<br />R/ Untuk mengetahui tanda syok hipovolemik<br />3. Mengukur tekanan darah<br />R/ Untuk mendeteksi syok hipovolemik<br />4. Laporkan kejadian-kejadian yang tidak normal<br />R/ Mempercepat tindakan perawatan <br />5. Kolaborasi pemberian salt – poor albumin<br />R/ Sebagai plasma expander<br /><br />3. Risti infeksi b.d pertahanan tubuh yang menurun, cairan overload<br /> Tujuan : Infeksi tidak terjadi<br /> K. Hasil : - Tanda-tanda infeksi tidak ada<br /> - Anak dan keluarga akan menggunakan kegiatan - kegiatan yang me - <br /> ningkatkan kesehatan<br /> - Intervensi - <br />1. Lindungi anak dari orang yang terkena infeksi<br />R/ Untuk meminimalkan masuknya organisme<br />2. – Tempatkan anak diruangan non infeksi<br />- Batasi kontak langsung dengan orang yang menderita infeksi<br /> - Ajarkan pengujung untuk mencegah infeksi seperti : cuci tangan<br />3. Gunakan tehnik aseptic pada setiap tindakan<br />4. Lakukan cuci tangan yang baik<br />5. Pertahankan anak dalam keadaan hangat dan kering<br />R/ Anak mudah terserang ISPA<br />6. Monitor temperatur<br />R/ Deteksi awal dari infeksi<br />7. Ajarkan orang tua mengenai tanda dan gejala infeksi<br /><br />EVALUASI<br />Keefektifannya ditentukan oleh pengkajian ulang yang terus menerus dan evaluasi dari perawatan yang telah dilakukan dan kriteria hasilnya<br /> Monitor tanda vital dan kaji kulit dari infeksi<br /> Mengukur intake dan output dan memeriksa urin albumin <br /> Mengkaji nafsu makan<br /> Mengobservasi dan berdiskusi dengan anak & keluarga tentang pengertian mereka mengenai penyakitnya, terapi, dan tindakan – tindakan medis lainnyafrizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-50252350827290538512011-02-24T01:12:00.000-08:002011-02-24T01:16:46.987-08:00frizca rizky - ASKEP GLAUKOMAGLAUKOMA<br /><br /><br />Pengertian<br />Glaucoma adalah sejumlah kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyimpangan lapang pandang antara lain penurunan tajam penglihatan.<br />Klasifikasi glaucoma :<br />I. Glaukoma primer.<br />Glaukoma primer merupakan glaucoma yang paling sering terjadi dan biasanya terjadi pada orang yang memiliki bakat glaaukoma ( struktur yang berhubungan dengan sirkulasi atau rearsorbsi / outflow aquas humor yang mengalami perubahan pathologis atau degeneratif. Pada glaucoma primer ini penyebabnya tidak diketahui.<br />Glaukoma primer dapat dibagi menjadi 2 (dua ) bentuk yaitu :<br /><br />A. Glaukoma sudut terbuka / simplex.<br /> Merupakan glaucoma yang sering terjadi ( 90 % ), biasanya terjadi pada kedua mata dan salah satu mata lebih berat. Pada tahap awal tidak ditemukan gejala pada glaukoma bentuk ini. Lapang pandang akan menurun pelan – pelan tetapi tidak terdeteksi. Pada glaukoma sudut terbuka terjadi hambatan aliran aquos humor yangb tidak secepat produksinya. Jika hambatan in terjadi terus menerus maka akan terjadi : <br /> Syaraf optik degenerasi <br /> Degenerasi sel ganglion, serabut syaraf retina <br /> Atropsi iris dan siliaris, degenerasi prosesus<br />Glaukoma ini diturunkan secara genetic, resiko individu terjadi yang berusia lebih dari 40 tahun dan resiko pada individu yang mempunyai keturunan hipertensi, diabetes mellitus, dan glaucoma.<br />Gejala klinis :<br /> Tidak ada keluhan mata merah,mata nyeri dan kabur oleh karena TIO meningkat tidak mendadak.<br /> Stadium dini gaung papil kecil terjadi gangguan lapang pandang ringan (scotoma kecil) yang tidak terasa oleh penderita.<br /> Stadium selanjutnya gaung papil mulai luas gangguan lapang pandang mulai terasa (penderita melihat bayangan gelap di lapang pandangnya).<br /> Stadium lanjut gangguan papil luas terjadi lapang pandang sempit sehingga terjadi gangguan aktifitas sehari-hari.<br /> Stadium akhir gangguan seluruh papil terjadi lapang pandang gelap.<br /> PENATALAKSANAAN <br />Prinsip : Mencegah progesifitas penggunaan papil dengan menurunkan TIO.<br />Cara : <br />1. Pemakaian obat-obatan sebagai pilihan utama.<br />2. Bila TIO masih tinggi maka pilihan kedua adalah aplikasi LASER pada jaringan trabekula<br />3. Bila pilihan keduapun masih belum berhasil maka pilihan ketiga sdslsh bedah filtrasi<br />Pilihan terakhir adalah menghambat badan siliar dengan aplikasi krio atau LASER<br />B. Glaukoma sudut tertutup / glaucoma sudut sempit.<br />Merupakan penyakit mata dengan ganguan integritas struktur dan fungsi yang mendadak sebagai akibat peningkastan TIO yang sangat mendadak karena sudut bilik mata depan mendadak tertutup akibat blok pupil.<br />Pathofisiologis:<br />Mata dengan segmen anterior yang kecil dengan meningkatnya usia akan mengalami perubahan- perubahan ( lensa lebih tebal, lebih ke depan, pupil miosis ) dan bila pada suatu saat mengalami cetusan berupa dilatasi ringan dari pupil ( karena emosi , sinar yang remang-remang, obat-obatan ) maka mendadak terjadi blok pupil.<br />A. GEJALA KLINIS <br /> - Tiba – tiba nyeri hebat pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, dan telinga ).<br /> - Mata sangat kabur dan melihat warna seperti pelangi (halo) disekitar lampu. <br /> - Mual, muntah, berkeringat <br /> - Mata merah, hyperemia konjungtiva dan siliar <br /> - Visus sangat menurun <br /> - Edema kornea<br /> - Bilik mata depan sangat dangkal <br /> - Pupil lebar lonjong dan tidak ada refleks terhadap cahaya.<br /> - TIO sangat tinggi<br /> - Sudut bilik mata tertutup<br />B. PENATALAKSANAAN<br /> Prinsip :<br />1. Menurunkan TIO<br />2. Membuka sudut yang tertutup<br />3. Memberi suportif<br />4. Mencegah sudut tertutup ulang<br />5. Mencegah sudut tertutup pada mata jiran<br /><br />II. GLAUKOMA SEKUNDER<br />Merupakan suatu glaucoma sudut terbuka maupun tertutup yang timbul akibat dari radang pada iris dan badan siliar.<br />1) GEJALA KLINIS <br /> Glaukoma sekunder sudut terbuka :<br />- Mata merah,silau,berair,nyeri<br /> - Visus menurun<br /> - Hiperemi perilimbal<br /> - Pupil miosis,reflek lambat<br /> - TIO tinggi<br /> - Susut bilik mata depan trbuka.<br /> Glaukoma sekunder sudut tertutup:<br /> - Mata merah,silau,berair,nyeri<br /> - Visus menurun<br /> - Hiperemi perilimbal<br /> - Pupil sinekia posterior total<br /> - Iris bombans<br /> - TIO tinggi<br /> - Sudut bilik mata depan tertutup<br />III. GLAUKOMA FAKOMORFIK<br />Merupakan suatu glaucoma sekunder sudut tertutup yang timbul akibat lensa yang membesar karena katarak immature atau matur.<br />Pathofisiologi:<br />Pada proses pembentukan katarak lensa akan membesar ( membengkak ) dan bila ini terjadi pada mata dengan anatomi sudut bilik mata depan yang sempit maka jarak iris lensa yang memang sudah kecil akan menjadi lebih sempit sehingga menghambat aliran akuos humor melalui pupil dan tekanan dalam bilik mata belakang meningkat, kemudian menekan iris perifer ke trabekula sehingga sudut bilik mata depan tertutup dengan akibat TIO meningkat.<br />a) GEJALA KLINIS <br /> Tiba –tiba mata merah dan nyeri disertai visus menurun<br /> Hiperemi siliar<br /> Edema kornea<br /> Lensa katarak imatur<br /> TIO sangat tinggi<br /> Sudut bilik mata depan tertutup<br />b) PENATALAKSANAAN<br />I. Segera menurunkan TIO dengan obat-obatan<br />II. Menekan reaksi radang dengan Kortikosteroid<br />III. Bila TIO sudah turun 30 mmhg dapat dilakukan pembedahan<br />IV. GLAUKOMA NEOVASKULER<br />Merupakan glaucoma sekunder sebagai akibat dari adanya neovaskularisasi pada permukasan sudut dan jaringan trabekula.<br />(a) Pathofisiologi<br /> Neovaskularisasi pada iris “rubeosis iridis” ( yang merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun diluar mata tetapi yang paling sering adalah retinopati diabetik ) akan meluas ke permukaan sudut bilik mata depan dan jaringan trabekula untuk membentuk membran fibrovaskuler sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat tekanan intra okuler meningkat dan keadaaan sudut masih terbuka.<br />Suatu saat membran fibrovaskuler ini kontraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior (PAS ) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.<br />Gejala klinis<br />Pada stadium sudut terbuka : <br />- Mata tidak merah,tidak nyeri<br />- Visus kabur oleh karena keadaan pada retina<br /> - Neovaskularisasi pada iris<br /> - TIO tinggi<br /> - Susut bilik mata depan terbuka<br />Pada stadium sudut tertutup :<br /> - Mata tiba-tiba sangat nyeri ,merah,berair<br /> - Visus sangat kabur<br /> - Kornea suram<br /> - Neovaskularisasi pada iris<br /> - TIO sangat tinggi<br />- Sudut bilik mata depan tertutup <br /><br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />Pengkajian<br />1. Riwayat atau adanya factor – factor resiko<br />a. Adanya riwayat penyakit mata dalam keluarga (glaucoma sudut terbuka primer) <br />b. Tumor Mata<br />c. Hemoragi Intraokuler<br />d. Inflamasi Inntraokuler<br />e. Kontusio mata dari trauma selama pembedahan katarak<br />2. Pemeriksaan Fisik berdasarkan pengkajian umum pada mata dapat menunjukkan untuk sudut terbuka primer :<br />Untuk sudut terbuka primer :<br />a. Adanya keluhan kehilangan penglihatan primer yang lambat (Penglihatan terowong)<br />Untuk sudut tertutup primer :<br />a. Nyeri berat pada mata disertai sakit kepala, mual dan muntah – muntah.<br />b. Keluhan sinar halo pelangi, penglihatan kabur dan penurunan persepsi sinar.<br />c. Pupil terfiksasi secara sedang dengan sclera kemerahan karena radang dan kornea tampak berawan<br />3. Pemeriksaan diagnostik <br />a. Tonometri digunakan untuk mengukur TIO. Glaukoma dicurigai bila TIO lebih besar dari 22 mmHg.<br />b. Gonioskopi memungkinkan halo oftalmologi melihat secara langsung ruang anterior untuk membedakan antara glaucoma sudut terbuka dan tertutup.<br />c. Oftalmoskopi : Memungkinkan penderita meliha secara langsung diskus optik dan struktur mata internal.<br />4. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan respon emosional terhadap kondisi dan rencana tindakkan.<br /><br />Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan<br />1. Nyeri sehubungan dengan Peningkatan tekanan intra okuler, glaucoma akut<br />Karakteristik data : Keluhan nyeri pada mata, melindungi sisi yang sakit, mengerut dahi, merintih.<br />Tujuan : Mendemostrasikan berkurangnya nyeri.<br />Kriteria : Menyangkal nyeri, ekspresi wajah rileks, tidak meintih<br />Intervensi :<br />a. Pantau : Tanda vita setiap 4 jam bila tidak mendapat agent osmotic dan setiap 2 jam bila mendapat agent osmotic, Drajat nyeri mata setiap 30 menit selama fase akut, Intake dan output setipa 8 jam selama mendapat agent osmotic intravena., ketajaman penglihatan setiap waktu sebelum penetesan agent oftalmik intravena. Tanyakan bila obyek masih kabur atau sudah bersih.<br />Rasional : Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan<br />b. Berikan agent oftalmik untuk glaucoma sesuai pesanan dan kaji terhadap responnya. Lakukan kolaborasi segera bila ada hipotensi, urine outpu kurang dari 240 cc/jam, nyeri mata tidak menghilang setelah 30 menit diberi therapy, penurunan secara terus menerus ketajaman penglihatan.<br />Rasional : Agent osmotic intravena menyebabkan penurunan TIO yang cepat dan merupakan hiperosmolar yang dapat menyebabkan dehidrasi.<br />c. Siapkan pasien untuk pembedahan sesuai dengan pesanan.<br />Rasional : Setelah TIO terkontrol pada glaucoma sudut terbuka, pembedahan harus dilakukan secara permanen menghilangkan block pupil.<br />d. Pertahankan tirah baring ketat pada posisi semi fowler. Mulailan tindakkan – tindakkan untuk mencegah peningkatan TIO :<br />a. Informasikan pada pasien tentang batuk, mengejan atau menempatkan kepala dibawah panggul.<br />Rasional : Tekanan pada mata meningkat bila tubuh mendatar dan bila manuver valsava diaktifkan.<br />b. Berikan lingkungan gelap dan tenang.<br />Stres dan sina menimbulkan TIO yang mencetuskan nyeri.<br />c. Berikan analgesik sesuai pesanan dan monitor terhadap efeknya.<br />Rasional : Untuk mengotrol nyeri.<br />2. Kecemasan sehubungan dengan Ketakutan akan kebutaan permanen, kurangnya informasi tentang pengobatan dan prosedur yang akan dilakukan.<br />Karakteristik data : Menungkapkan perasaan gugp atau ketakutan, sering bertanya, suara bergetar, mengatakan kurang tahu.<br />Tujuan : Mendemostrasikan kecemasan berkurang atau hilang.<br />Kriteria : Berkurangnya perasaan gugp atau kuatir, mengatakan sudah tahu tentang pengobatan dan prosedur yang akan dihadapi, posisi tubuh rileks.<br />Intervensi :<br />a. Biarkan pasien mengungkapkan perasaannya tentang kondisi. Pertahankan cara yang tenang dan efisien. Jelaskan tentang pengobatan dan prosedur yang akan dilakukan.<br />Rasional : Ekspresi perasaan membantu pasien untuk mengungkapkan sumber kecemasan dan penggunaan koping yang efektif. Pendekatan yang tenang dan pasti meningkatkan kepercayaan klien. Informasi yang akurat membantu mengurangi kecemasan.<br />b. Pertahankan bel pemanggil disamping tempat tidur pasien dan beritahu pasien untuk memberi tanda bila membutuhkan pelayanan perawat. Tutup pagar tempat tidur untuk mengingatkan pasien tidak naik turun dari tempat tidur.<br />Rasional : Kecemasan akan meningkat bila pasien merasa ditinggalkan dan tanpa bantuan.<br />c. Pertahankan kontrol nyeri yang efektif<br />Rasional : Nyeri merupakan salah satu sumber kecemasan<br /><br />Diagnosa Keperawatan lain yang dapat ditemukan antara lain :<br />1. Peruban sensori / persepsi penglihatan sehubungan dengan kerusakan serabut saraf akibat peningkatan tekanan intra okuler.<br />2. Potensial injuri sehubungan dengan penurunan lapangan pandang.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-28716657188825883042011-02-24T01:07:00.000-08:002011-02-24T01:11:14.691-08:00frizca rizky - ASKEP LUKA BAKAR (COMBUSTIO)LAPORAN PENDAHULUAN<br />ASUHAN KEPERAWATAN<br />PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)<br /><br /><br />Definisi<br />Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, , bahan kimia dan arus listrik/petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).<br /><br />Etiologi<br />1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) <br />a. Gas<br />b. Cairan<br />c. Bahan padat (Solid)<br />2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn) <br />3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) <br />4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)<br /><br />Fase Luka Bakar<br />A. Fase akut.<br />Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.<br />Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.<br /><br />B. Fase sub akut.<br />Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:<br />1. Proses inflamasi dan infeksi.<br />2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.<br />3. Keadaan hipermetabolisme.<br /><br />C. Fase lanjut.<br />Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.<br /> <br />Klasifikasi Luka Bakar<br />A. Dalamnya luka bakar.<br />Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan<br />Ketebalan partial superfisial<br />(tingkat I) Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung.<br />Oedem minimal atau tidak ada.<br />Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.<br /> Bertambah merah. Nyeri<br />Lebih dalam dari ketebalan partial<br />(tingkat II)<br />- Superfisial<br />- Dalam Kontak dengan bahan air atau bahan padat.<br />Jilatan api kepada pakaian.<br />Jilatan langsung kimiawi.<br />Sinar ultra violet.<br /> Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.<br />Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri<br />Ketebalan sepenuhnya<br />(tingkat III) Kontak dengan bahan cair atau padat.<br />Nyala api.<br />Kimia.<br />Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.<br />Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.<br />Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.<br />Tidak pucat bila ditekan.<br /> Putih, kering, hitam, coklat tua.<br />Hitam.<br />Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.<br />Rambut mudah lepas bila dicabut.<br /> <br />B. Luas luka bakar<br />Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:<br />1) Kepala dan leher : 9%<br />2) Lengan masing-masing 9% : 18%<br />3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%<br />4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%<br />5) Genetalia/perineum : 1%<br />Total : 100%<br /><br />C. Berat ringannya luka bakar<br />Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :<br />1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.<br />2) Kedalaman luka bakar.<br />3) Anatomi lokasi luka bakar.<br />4) Umur klien.<br />5) Riwayat pengobatan yang lalu.<br />6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.<br /><br />American Burn Association membagi dalam :<br />1) Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :<br />a) Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area pada anak-anak.<br />b) Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.<br /><br />2) Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :<br />a) Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada anak-anak.<br />b) Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.<br /><br />3) Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):<br />a) Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-anak..<br />b) Tingkat III 10% atau lebih.<br />c) Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..<br />d) Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.<br />e) Luka bakar sengatan listrik (elektrik).<br />f) Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan sebelumnya..<br /><br />American college of surgeon membagi dalam:<br />A. Parah – critical:<br />a) Tingkat II : 30% atau lebih.<br />b) Tingkat III : 10% atau lebih.<br />c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.<br />d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.<br /><br />B. Sedang – moderate:<br />a) Tingkat II : 15 – 30%<br />b) Tingkat III : 1 – 10%<br /><br />C. Ringan – minor:<br />a) Tingkat II : kurang 15%<br />b) Tingkat III : kurang 1%<br /><br /><br /><br />Patofisiologi Luka Bakar<br /><br />Eritrosit <br />Metabolisme ¯ anemia Perubahan Nutrisi:Kurang Kebutuhan<br />Glukoneogenesis Glikogenolisis <br /><br />Resiko Infeksi <br />Kebutuhan O2 <br /><br />Luka Bakar Luas Resiko Kerusakan Pertukaran Gas<br /><br />Aldosteron Sekresi adrenal <br />Depresi miokard/ MDF <br /><br />Katekolamin release<br />Insufisiensi miokard <br /><br />Renal flow ¯ Vasokontriksi H2O loss ¯<br />cardiac output ¯<br /><br />Retensi Na+ GFR Splenic flow ¯ hipovolemik<br /><br />Ggn perfusi jaringan.<br /><br />K+ loss Gagal ginjal Hipoksia hepar<br />Asidosis<br /><br />Gagal hepar Gangguan Perfusi Jaringan<br /><br />Resiko Kekurangan Volume Cairan<br />Nyeri<br />Ansietas<br />Kerusakan Mobilitas Fisik<br /><br /><br />(Hudak & Gallo; 1997)<br /><br />Efek fisiologi yang merugikan pada luka bakar dapat ringan, pembentukan jaringan parut lokal atau luka bakar yang berat yang berupa kematian. Pada luka bakar yang lebih besar terjadi kecacatan. Setelah permulaan luka bakar dan akibat trauma kulit dapat berkembang dan merusak berbagai organ. Perkembangan ini kompleks dan pada beberapa kasus kejadiannya tak dapat dijelaskan. Yang penting besarnya perubahan fisiologi yang disertai dengan luka bakar berkisar pada dua kejadian yang mendasari yaitu :<br />1. Kerusakan langsung pada kulit dan gangguan fungsinya. <br />2. Stimulasi kompensasi reaksi pertahanan masif yang meliputi pengaktifan respon keradangan dan respon stress sistem syaraf simpatis.<br /><br />1. Kerusakan Kulit Dan Kehilangan Fungsi.<br /><br />Tubuh mempunyai beberapa metode untuk mengkompensasi terhadap luasnya variasi dalam temperatur eksternal. Sirkulasi darah bertindak menghasilkan dan menghantarkan panas, penghantaran pasas yang efisien di bawah normal. Bila panas diberikan pada kulit maka temperatur subdermal segera meningkat dengan cepat. Segera sumber panas dipindah (diangkat), tubuh akan kembali normal dalam beberapa detik. Jika sumber panas tidak segera dihilangkan atau diberikan rata-rata atau pada tingkat yang melebihi kapasitas kulit untuk menghantarkannya, maka terjadilah kerusakan kulit. Paparan panas yang relatif rendah yang lama atau paparan pendek temperaturnya yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan kulit yang progresif pada tingkat yang lebih dalam. Kebanyakan luka bakar pada ukuran yang berarti menyebabkan kerusakan sel melalui semua lapisan, meskipun tidak sama pada semua area.<br />Ketebalan kulit yang terlibat tergantung pada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas. Panas yang kurang dalam waktu yang diperlukan untuk kerusakan pada daerah tubuh dengan kulit tipis sebanding dengan daerah dimana kulit lebih tebal. Kulit yang paling tebal adalah pada daerah belakang dan paha, dan yang paling tipis sekitar tangan bagian medial, batang hidung dan wajah. Kulit umumnya lebih tipis pada anak-anak dan orang tua dari pada dewasa pertengahan. Orang tua mempunyai penurunan lapisan subkutan, kehilangan serat elastik dan pengurangan semua kemampuan untuk merespon terhadap trauma.<br /><br />2. Aktifitas Respon Kompensasi Terhadap Keradangan.<br /><br />Beberapa luka jaringan yang diterima tubuh sebagai ancaman homeostasis yang normal adalah respon pertahanan yang dirangsang sebagai sebagai kondisi dan kerusakan, urutan respun aktual ini selalu sama. Besarnya respon tergantung pada intensitas dan lamanya permulaam kerusakan. Satu hal yang penting untuk diingat dahwa respon keradangan (inflamatory respon) merupakan mekanisme kompensasi yang segera membantu tubuh bila invasi atau luka terjadi. Aksi-aksi ini merencanakan pertahanan lokal dan dalam waktu yang relatif pendek. Bila aksi-aksi ini menyebar cepat dan menetap, maka akan menyebabkan komplikasi fisiologis yang merugikan yang juga mempengaruhi pertahanan homeostasis.<br />Respon terhadap keradangan pada luka terjadi secara primer pada tingkat vasculer. Kerusakan jaringan dan makrofage dalam jaringan mengurangi kelenjar kimia tubuh (histamin, bradikinin, serotonin dan vasoaktif-amin yang lain) yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah (vaso) dan meningkatkan permiabilitas kapiler. Bila kerusakan jaringan bersifat luas, substansi ini disekresi dalam jumlah besar, diedarkan secara sistemik dan menyebabkan perubahan vaskuler pada semua jaringan. perubahan vaskuler ini bertanggungjawab terhadapmanifestasi klinik dini pembuluh darah (kardiovasculer) dan komplikasi yang menyertai luka bakar. Substansi ini juga mempengaruhi darah dan pembuluh darah, substansi kimiawi (chemotaksik) yang disertai oleh jaringan makrofage yang mengikal leukosit khusus pada lokasi luka dan merubah sumsum tulang dan kematangan leukosit. Perubahan ini segera menyeluruh dan lebih jauh mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh.<br /><br />3. Aktifitas Respon Kompensasi Sistem Syaraf Simpatis.<br /><br />Respon sistem syaraf simpatis dibangkitkan oleh pemisahan simpatis pada sistem syaraf otonom pada hubungan sistem endokirn sebagai reaksi internal pada kondisi yang mengancam kekacauan homeostasis internal. Reaksi ini kadang-kadang berbentuk gejala adaptasi umum (general adaptif syndrom) atau reaksi bertempur dan lari (fight or flight) karena mereka mempersiapkan tubuh untuk aktifitas yang mengijinkan perubahan pada keadaan semula. Respon terhadap stress segera menimbulkan perubahan fisiologi (adaptasi) yang merangsang atau menambah fungsi untuk keperluan bertempur atau lari (fight or flight) atau menambah fungsi agar tidak segera menyebabkan fight or flight.<br />Perubahan rangsangan fisiologis meliputi peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan, peningkatan rata-rata denyut jantung, vasokunstriksi selektif, peningkatan aliran darah otak, hati, muskuloskeletal dan miokardium, peningkatan metabolisme dan pembentukan substansi energi tinggi dan penurunan persediaan glikogen dan lemak. Perubahan fisiologis yang terhambat meliputi penurunan aliran darah ke kulit, ginjal dan saluran pencernaan (traktus intestinal) serta penurunan pergerakan sistem pencernaan (Gastrointestinal) dan sekresi. Respon ini berguna bagi tubuh untuk waktu yang pendek dan membantu mempertahankan fungsi organ vital dalam kondisi yang merugikan atau memperburuk keadaan. Bagaimanapun bila respon simpatis berlanjut untuk waktu yang lama tanpa pengaruh dari luar, respon tubuh menjadi lebih tertekan dan menyebabkan kondisi patologis menuju kehabisan sumber yang bersifat adaptasi.<br /> <br />Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar<br /><br />Perubahan Tingkatan hipovolemik<br />( s/d 48-72 jam pertama) Tingkatan diuretik<br />(12 jam – 18/24 jam pertama)<br /> Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari<br />Pergeseran cairan ekstraseluler.<br /> Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.<br />Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.<br /> Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.<br />Kadar sodium/natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.<br /> Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). Defisit sodium.<br />Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.<br /> Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Hipokalemi.<br />Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.<br /> Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteinemia.<br />Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.<br /> Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas. Keseimbangan nitrogen negatif.<br />Keseimbnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.<br /> Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik.<br />Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.<br /> Stres karena luka.<br />Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.<br /> Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Hemokonsentrasi.<br />Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.<br /> Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah cortison.<br />Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.<br /> CO menurun.<br /> <br />Indikasi Rawat Inap Luka Bakar<br />A. Luka bakar grade II:<br />1) Dewasa > 20%<br />2) Anak/orang tua > 15%<br />B. Luka bakar grade III.<br />C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.<br /><br />Penatalaksanaan<br />Seperti menangani kasus emergency umum yaitu:<br />A. Resusitasi A, B, C.<br />1) Pernafasan:<br />a) Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.<br />b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.<br />2) Sirkulasi:<br />gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.<br /><br />B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.<br />C. Resusitasi cairan à Baxter.<br />Dewasa : Baxter.<br />RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.<br /><br />Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:<br />RL : Dextran = 17 : 3<br />2 cc x BB x % LB.<br /><br />Kebutuhan faal:<br />< 1 tahun : BB x 100 cc<br />1 – 3 tahun : BB x 75 cc<br />3 – 5 tahun : BB x 50 cc<br />½ à diberikan 8 jam pertama<br />½ à diberikan 16 jam berikutnya.<br /><br />Hari kedua:<br />Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.<br />( 3-x) x 80 x BB gr/hr<br />100<br />(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.<br />Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.<br /><br />D. Monitor urine dan CVP.<br />E. Topikal dan tutup luka<br />- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.<br />- Tulle.<br />- Silver sulfa diazin tebal.<br />- Tutup kassa tebal.<br />- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.<br /><br />F. Obat – obatan:<br />o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.<br />o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.<br />o Analgetik : kuat (morfin, petidine) 0 Antasida : kalau perlu<br /> <br /> KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN<br />1. Pengkajian<br />a) Aktifitas/istirahat:<br />Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.<br /><br />b) Sirkulasi:<br />Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).<br /><br />c) Integritas ego:<br />Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.<br />Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.<br /><br />d) Eliminasi:<br />Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.<br /><br />e) Makanan/cairan:<br />Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.<br /><br />f) Neurosensori:<br />Gejala: area batas; kesemutan.<br />Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).<br /><br />g) Nyeri/kenyamanan:<br />Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.<br /><br />h) Pernafasan:<br />Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).<br />Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.<br />Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).<br /><br />i) Keamanan:<br />Tanda: <br />Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.<br />Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.<br /><br />Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.<br /><br />Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.<br /><br />Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.<br /><br />Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.<br /><br />Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).<br /><br />j) Pemeriksaan diagnostik:<br />(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.<br />(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.<br />(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.<br />(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.<br />(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.<br />(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.<br />(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.<br />(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.<br /><br />2. Diagnosa Keperawatan<br />Sebagian klien luka bakar dapat terjadi Diagnosa Utama dan Diagnosa Tambahan selama menderita luka bakar (common and additional). Diagnosis yang lazim terjadi pada klien yang dirawat di rumah sakit yang menderila luka bakar lebih dari 25 % Total Body Surface Area adalah :<br />1. Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan peningkatan permiabilitas kapiler.<br />2. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan ketidak seimbangan elektrolit dan kehilangan volume plasma dari pembuluh darah.<br />3. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Penurunan Kardiak Output dan edema.<br />4. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kesukaran bernafas (Respiratory Distress) dari trauma inhalasi, sumbatan (Obstruksi) jalan nafas dan pneumoni.<br />5. Perubahan Rasa Nyaman : Nyeri berhubungan dengan paparan ujung syaraf pada kulit yang rusak.<br />6. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan luka bakar.<br />7. Potensial Infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.<br />8. Perubahan Nutrisi : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan peningkatan rata-rata metabolisme.<br />9. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan luka bakar, scar dan kontraktur.<br />10. Gangguan Gambaran Tubuh (Body Image) berhubungan dengan perubahan penampilan fisik<br /><br />Klien luka bakar mungkin dapat terjadi Diagnosa Resiko dari satu atau lebih Diagnosa keperawatan berikut :<br />1. Ketidakefektifan coping keluarga berhubungan dengan kehilangan rumah, keluarga atau yang lain.<br />2. Ketidakefektifan pertahanan coping individu berhubungan dengan situasi krisis.<br />3. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian, situasi krisis dan kehilangan pengendalian.<br />4. Takut berhubungan dengan nyeri, prosedur terapi dan keadaan masa depan yang tidak diketahui.<br />5. Kelebihan cairan berhubungan dengan pemberian cairan intra vena yang terlalu banyak.<br />6. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan nyeri, kontraktur dan kehilangan fungsi pada ekstrimitas dan bagian tubuh lain.<br />7. Gangguan fungsi (disfungsi) seksual berhubungan dengan luka bakar perineum, genetalia, payudara, imobilisasi, kelelahan, depresi dan gangguan dalam gambaran diri (body image).<br />8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, cara pengobatan dan lingkungan yang gaduh.<br />9. Isolasi sosial berhubungan dengan cara pengobatan dan perubahan dalam penampilan fisik.<br />10. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan gagal ginjal dan terapi obat.<br />11. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pengaruh luka bakar.<br /><br /><br />Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :<br />1 Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.<br />2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.<br />3 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.<br />4 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.<br />5 Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.<br />6 Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.<br />7 Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.<br />8 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.<br />9 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).<br />10 Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.<br />11 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi.<br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.<br /><br />Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.<br /><br />Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.<br /><br />Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.<br /><br /> Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.<br /> <br />Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.<br /> <br /> Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.<br /> <br />Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.<br /><br />Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta<br /><br />Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.<br /><br />Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.<br /><br />Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications. London.<br /><br />Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.<br /><br />Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.<br /><br />R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.<br /><br />Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1. Surabaya.<br /><br />Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit Buku Kedokteran Egc, Jakartafrizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-8772678427449302572011-02-24T01:05:00.000-08:002011-02-24T01:06:05.393-08:00frizca rizky - ASKEP PLASENTA PREVIAPLASENTA PREVIA<br /><br />• Pengertian <br />Placenta previa ialah plasenta yang ada di depan jalan lahir (prae = di depan) : (vias = jalan). Jadi yang dimaksud ialah placenta yang implatansinya tidak normal ialah rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagaian ostium internum atau terletak di bagian fundus uterus.<br />• Frekuensi <br />Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan.<br />• Klasifikasi <br />Berdasarkan atas terabanya jaringan placenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, placenta previa dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :<br />1. Placenta previa totalis<br /> Seluruh ostium internum tertutup oleh placenta. Pada pembukaan 3 cm<br />2. Placenta previa lateralis<br /> Hanya sebagian dari ostium tertutup oleh placenta, pada pembukaan 5 cm.<br />3. Placenta previa marginalis<br /> Hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan placenta, pada pembukaan 2 cm<br />4. Placenta previa centralis<br /> Placenta yang terletak central, terhadap ostium internum.<br />5. Placenta letak rendah<br /> Placenta yang implantasinya rendah tapi tidak sampai ke ostium uteri internum.<br />• Kejadian <br />Placenta previa lebih sering terdapat pada multigravida dari pada primigravida dan pada umur yang lanjut.<br />• Etiologi<br />Placenta previa mungkin terjadi kalau keadaan endometrium kurang baik misalnya karena atrofi endometrium.<br />Keadaan ini misalnya terdapat pada :<br />- Multiparace, terutama kalau jarak antara kehamilan-kehamilan pendek.<br />- Pada myoma uteri<br />- Curettage yang berulang-ulang<br />- Paritas, makin banyak paritas ibu, makin besar kemungkinan mengalami placenta previa<br />- Lisia itu pada saat kehamilan, bila usia ibu pada saat hamil 35 tahun atau lebih previa.<br />• Patologi<br />Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh placenta previa umumnya terjadi pada triwulan ketiga kehamilan karena pada saat itu segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan berkaitan dengan makin tuanya kehamilan. Namun demikian, kemungkinan perdarahan antepartum akibat plasenta previa dapat terjadi sejak kehamilan berusia lebih dari 20 Minggu. Pada usia kehamilan ini segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.<br />Makin tua usia kehamilan segmen bawah uterus semakin melebar dan servirs membuka. Dengan demikian, plasenta yang berimplantasi disegmen bawah uterus tersebut akan mengalami “pergeseran” dari tempat implamentasinya sehingga dapat menimbulkan perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, bersumber pada sinus uterus yang terobek atau karena robek sinus marginalis dari plasenta.<br />• Tanda dan gejala<br />1) Gejala yang terpenting ialah perdarahan tanpa nyeri<br />Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun, baru waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainya berdarah. Biasanya perdarahan karena placenta praevia baru timbul setelah bulan ke tujuh.<br />Hal ini disebabkan :<br />- Perdarahan sebelum bulan ke tujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus.<br />- Perdarahan pada placenta previa disebabkan karena pergerakan antara placenta dan dinding rahim.<br />2) Kepala anak sangat tinggi : karena placenta terletak pada kutup bawah rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul.<br />3) Karena hal tersebut diatas juga karena ukuran panjang rahim berkurang, maka pada placenta praevia lebih sering terdapat kelainan letak.<br />- Perdarahan sepsis<br />- Emboli udara (jarang)<br />Bahaya untuk anak :<br />- Hypoxia <br />- Perdarahan dan shock<br />• Diagnosis <br />Untuk menegakkan diagnosis, khususnya membedakan apakah yang terjadi diakibatkan oleh placenta previa atau solusio plasenta; kemudian memberikan penanganan yang akurat, dipertukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan obstetrik.<br />Bagan : Membandingkan diagnosis plasenta previa dengan solusi plasenta.<br /><br />Plasenta Previa Solution Plasenta<br />Perdarahan<br />Alasan :<br />Uterus<br /><br /><br />Janin<br /> Merah, segar<br />Tidak ada<br />Lemas<br />Tanpa nyeri<br /><br />- Bagian terbawah behim masuk PAP, atau<br />- Ada kelainan<br />- Kebanyakan masih hidup Merah tua, kehitaman<br />Ada faktor predisposisi<br />Tegang<br />Nyeri<br /><br /><br /><br /><br />Kebanyakan telah mati<br />• Anamnesis <br />1. Perdarahan<br />- Kapan mulainya perdarahan, berupa usia kehamilan ?<br />- Apakah jumlah perdarahan sedikit atau banyak ?<br />2. Rasa sakit<br />- Apakah ibu mengeluh sakit ?<br />- Diperut daerah mana ibu merasa sakit ?<br />- Kapan mulainya sakit terasa ?<br />- Apakah derajat sakit terasa ringan atau banyak ?<br />3. Perabaan uterus<br />- Apakah perabaan uterus terasa lunak atau keras dan tegang ?<br />4. Masalah pada kehamilan sebelumnya <br />- Apakah ibu mengalami masalah pada kehamilan sebelumnya ? <br />5. Kondisi janin<br />- Apakah ibu masih merasakan gerakan janin ?<br />• Pemeriksaan fisik <br />Periksalah tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran,tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu badan, adakah tanda-tanda yang menujukkan adanya renjatan (keadaan syok) seperti penurunan kesadaran, tekanan darah yang rendah, nadi yang cepat, serta keringat dan ujung-ujung anggota gerak yang dingin akibat perdarahan.<br />• Pemeriksaan Obstretri<br />1) Tentukan besar uterus apakah sesuai dengan usia kehamilan<br />2) Tentukan rahim lemas atau keras (tegang)<br />3) Tentukan adanya HIS dan bagaimana kondisi HIS<br />4) Periksa kondisi janin : Jumlahnya, letaknya, presentasinya dan sudah masuk pintu panggul atau belum, taksiran beratnya, janin hidup, gawat atau mati<br />5) Lihat daerah vulva (di luar vagina), apakah ada perdarahan. Bila ada perdarahan, berapa banyak jumlah perdarahan ? Bagaimana warnanya ?<br />Dilarang melakukan pemeriksaan pervaginam (periksa dalam)<br />Rujukan <br />• Kriteria rujukan<br />Perdarahan pervaginam dalam kehamilan, sedikit atau banyak. Merupakan keadaan abnormal. Oleh karena itu, pasien hamil dengan perdarahan pervaginam harus dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk operasi.<br />Jumlah perdarahan yang terlihat diluar vagina. Tidak bisa menentukan kelainan yang terjadi di dalam. Ada kemungkinan perdarahan yang terlihat diluar vagina sangat sedikit, walaupun terjadi perdarahan banyak di dalam uterus.<br />• Proses rujukan<br />1. Jelaskan segala sesuatu kepada keluarga pasien.<br />2. Rujuk pasien ke rumah sakit dengan membuat surat rujukan.<br />3. Pasang set infus dengan cairan Nacl Fisiologik (0,9%) bila ada orang yang bisa mengamati pemberian cairan kepada pasien di Puskesmas dan selama perjalanan ke rumah sakit.<br />4. Baringkan pasien dalam posisi menghadap ke kiri<br />5. Bila mungkin, sertakan 2 orang ke rumah sakit untuk menjadi donor darah.<br />Penagnanan <br />• Penanganan di tempat<br />Pada prinsipnya dilakukan upaya mencegah syok/presyok dan mempersiapkan rujukan sebaik-baiknya dan secepatnya. Untuk kita laksanakan hal-hal sebagai berikut :<br />1. Anjurkan :<br />- Tirah barang total<br />- Tidak boleh melakukan senggama dan<br />- Hindari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan karena sakit buang air besar).<br />2. Pasang set infus dengan cairan Nacl Fisiologik (0,9%) bila ada yang bisa mengamati pemberian cairan kepada pasien di puskesmas. Pemberian cairan infus diteruskan sampai perdarahan berhenti.<br />Jika tidak memungkinkan dilakuklan pemberian infus, maka harus diberikan cairan peroral.<br /> <br />Bagan : Penanganan plasenta previa<br /><br /> <br />Penanganan di rumah sakit (rujukan)<br />Penanganan pasien plasenta harus dilakukan di rumah sakit karena hampir selalu kehamilan atau persalinan perlu diakhiri dengan cara seksio sesaren penanganan lanjut pX dengan plasenta previa di rumah sakit ditentukan oleh banyaknya peredaran yang terjadi pada usia kehamilan. Bila perdarahan berhenti atau sedikit dan usia kehamilan kurang dari 37 Minggu masih mungkin diharapkan pemgakhiran kehamilan ditunda hingga janin/bayi cukup bulan.<br />Komplikasi <br />1. Anemia karena perdarahan<br />2. Syok<br />3. Janin mati atau bayi lahir dalam keadaan prematur dan asifikasia berat<br />Hal-hal penting yang perlu di pertimbangkan<br />1. Ibu hamil perlu dijaga kondisinya agar tidak mengalami anemia, misalnya dengan memberikan preparat besi secara rutin.<br />2. Hendaknya setiap ibu hamil diketahui golongan darahnya <br />3. Ibu hamil dengan perdarahan persalinan harus di rumah sakit. Walaupun perdarahan sudah berhenti dengan sendirinya.<br />4. Pada saat pasien sedang dinilai dan disiapkan untuk dirujuk, segera cari sarana transportasi (misal mobil, kapal dan lain-lain) untuk segera membawa pasien ke rumah sakit.<br />Pengamatan yang harus dilakukan<br />1. Denyut jantung janin dan pergerakan janin untuk mengetahui apakah janin masih hidup.<br />Jika janin sudah mati, jiwa pasien tetap dalam bahaya akibat perdarahan. Oleh karena itu, pasien harus tetap dikirim kerumah sakit sesegera mungkin.<br />2. Tekanan darah dan frekuensi nadi pasien di pantau secara teratur (tiap 15 menit) untuk mengetahui apakah telah terjadi hipotensi atau tanda-tanda syok akibat perdarahan.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-76262792606447573872011-02-24T00:50:00.000-08:002011-02-24T00:58:40.761-08:00frizca rizky - ASKEP TETRALOGI FALLOTKONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN<br />PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KARDIOVASKULER:<br />TETRALOGI FALLOT<br /><br /><br /><br /><br />A. KONSEP PENYAKIT<br />1. DEFINISI<br />Adalah suatu penyakit jantung congenital dengan sianosis yang merupakan kombinasi dari 4 gejala utama yaitu: (1) obstruksi aliran ke luar dari bilik kanan (stenosis pulmonalis), (2) cacat septum ventrikel, (3) posisi sebelah kanan dari aorta dan (4) hipertrofi ventrikel kanan bersama – sama membentuk tetralogi fallot.<br /><br />2. PATOFISIOLOGI<br /><br />Pengembalian vena sistemis<br /><br /><br /> Atrium kanan Ventrikel kanan<br /><br /><br /> Menguncup stenosis pulmonalis <br /><br /> Cacat septum ventikel aorta<br /><br /> Ketidakjenuhan darah arteri<br /><br /> Sianosis menetap<br /><br /><br />3. MANIFESTASI KLINIS<br />a. Sianosis<br />Obstruksi aliran darah keluar ventrikel kanan hipertropi infundibulum meningkat obstruksi meningkat disertai pertumbuhan yang semakin meningkat sianosis.<br />b. Dispnea<br />Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik.<br />c. Serangan-serangan dispnea paroksimal (serangan-serangan anoksia biru)<br />Semakin bertambah usia, sianosis bertambah berat umum pada pagi hari.<br />d. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan<br />Gangguan pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.<br />e. Denyut pembuluh darah normal<br />Jantung baisanya dalam ukuran normal, apeks jantung jela sterlihat, suatu getaran sistolis dapat dirasakan di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal 3 dan 4.<br />f. Bising sistolik<br />Terdengar keras dan kasar, dapat menyebar luas, tetai intensita sterbesar pada tepi kiri tulang dada.<br /><br />4. DIAGNOSIS<br />a. Foto rontgen <br />b. ECG<br />c. Kateterisasi jantung dan angiokardiografi.<br />d. Ventrikulografi kanan selektif.<br />e. Ventrikulografi kiri.<br /><br />5. PENGOBATAN<br />a. Oksigenasi<br />b. Prostaglandin E1 relaksan kuat untuk melebarkan duktus arteriosus aliran darah pulmonal memadai.<br />c. Pencegahan hipotermia, dehidrasi<br />d. Pintasan Blalock-Taussig menyambung arteri subklavia ke cabang arteri pulmonalis homolateral.<br />B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN<br />1. PENGKAJIAN<br />Data yang umum ditemukan pada pasien dengan tetralogi fallot adalah:<br />a. Cyanosis menyeluruh atau pada membran mukosa bibir, lidah, konjungtiva. Sianosis juga timbul pada saat menangis, makan, tegang, berendam dalam air dapat perifer atau sentral.<br />b. Dispnea biasanya menyertai aktifitas makan, menangis atau tegang/stress.<br />c. Kelemahan, umum pada kaki.<br />d. Pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan usia.<br />e. Digital clubbing<br />f. Sakit kepala<br />g. Epistaksis<br /><br />2. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.<br />b. Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh.<br />c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.<br />d. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.<br /><br />3. RENCANA INTERVENSI<br />a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.<br />Tujuan: penurunan cardiac output tidak terjadi.<br />Kriteria hasil: tanda vital dalam batas yang dapat diterima, bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung, urine output adekuat: 0,5 – 2 ml/kgBB.<br />Rencana intervensi dan rasional:<br />Intervensi Rasional<br />• Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.<br />• Catat bunyi jantung.<br />• Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.<br /><br /><br />• Pantau intake dan output setiap 24 jam.<br />• Batasi aktifitas secara adekuat.<br /><br /><br />• Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang. • Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.<br />• Mengetahui adanya perubahan irama jantung.<br />• Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.<br />• Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi cairan dan natrium.<br />• Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.<br />• Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yangmeningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.<br /><br />b. Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh.<br />Tujuan: Pasien akan menunjukkan keseimbangan energi yang adekuat.<br />Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti aktifitas sesuai kemampuan, istirahat tidur tercukupi.<br />Rencana intervensi dan rasional:<br />Intervensi Rasional<br />• Ikuti pola istirahat pasien, hindari pemberian intervensi pada saat istirahat.<br />• Lakukan perawatan dengan cepat, hindari pengeluaran energi berlebih dari pasien.<br />• Bantu pasien memilih kegiatan yang tidak melelahkan.<br /><br />• Hindari perubahan suhu lingkungan yang mendadak.<br /><br />• Kurangi kecemasan pasien dengan memberi penjelasan yang dibutuhkan pasien dan keluarga.<br />• Respon perubahan keadaan psikologis pasien (menangis, murung dll) dengan baik. • Menghindari gangguan pada istirahat tidur pasien sehingga kebutuhan energi dapat dibatasi untuk aktifitas lain yang lebih penting.<br />• Meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dan menghemat energi paisen.<br /><br />• Menghindarkan psien dari kegiatna yang melelahkan dan meningkatkan beban kerja jantung.<br />• Perubahan suhu lingkungna yang mendadak merangsang kebutuhan akan oksigen yang meningkat.<br />• Kecemasan meningkatkan respon psikologis yang merangsang peningkatan kortisol dan meningkatkan suplai O2.<br />• Stres dan kecemasan berpengaruh terhadap kebutuhan O2 jaringan.<br /><br />c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.<br />Tujuan: Pertumbuhan dan perembangan dapat mengikuti kurca tumbuh kembang sesuai dengan usia.<br />Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sesuia dengan usia, pasien terbebas dari isolasi social.<br />Rencana intervensi dan rasional:<br />Intervensi Rasional<br />• Sediakan kebutuhan nutrisi adekuat.<br /><br /><br />• Monitor BB/TB, buat catatan khusus sebagai monitor.<br />• Kolaborasi intake Fe dalam nutrisi. • Menunjang kebutuhan nutrisi pada masa pertumbuhan dan perkembangan serta meningkatkan daya tahan tubuh.<br />• Sebagai monitor terhadap keadaan pertumbuhan dan keadaan gizi pasien selama dirawat.<br />• Mencegah terjadinya anemia sedini mungkin sebagi akibat penurunan kardiak output.<br /><br /><br /><br /><br />d. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.<br />Tujuan: Infeksi tidak terjadi.<br />Kriteria hasil: Bebas dari tanda – tanda infeksi.<br />Rencana intervensi dan rasional:<br />Intervensi Rasional<br />• Kaji tanda vital dan tanda – tanda infeksi umum lainnya.<br />• Hindari kontak dengan sumber infeksi.<br />• Sediakan waktu istirahat yang adekuat.<br />• Sediakan kebutuhan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan.<br /> • Memonitor gejala dan tanda infeksi sedini mungkin.<br />• Menghindarkan pasien dari kemungkinan terkena infeksi dari sumber yang dapat dihindari.<br />• Istirahat adekuat membantu meningkatkan keadaan umum pasien.<br />• Nutrisi adekuat menunjang daya tahan tubuh pasien yang optimal.<br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />1. Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta<br />2. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta<br />3. Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta.<br />4. Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4, Buku kedokteran EGC, Jakarta.<br />5. Wong and Whaley’s (1996), Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition, Mosby-Year Book, St.Louis, Missouri.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-64441108767429828622011-02-08T20:35:00.000-08:002011-02-08T20:39:35.754-08:00frizca rizky - ASKEP ANAK DENGAN KEJANG DEMAM# TEORI<br /> Pengertian<br />Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,).<br />Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,).<br />Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, ).<br />Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.<br />Etiologi<br />Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).<br /><br />Patofisiologi<br /><br /> 1. Intrakranial<br /> Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik<br /> Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular<br /> Infeksi : Bakteri, virus, parasit<br /> Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.<br /> 2. Ekstra kranial<br /> Gg. metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na & K),<br /> Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.<br /> Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.<br /> 3. Idiopatik<br /> Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)<br /><br /><br /><br /> Patofisiologi<br /> Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.<br /> Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.<br /> Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.<br /> Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.<br /> Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.<br /> Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.<br /><br /><br /><br />Manifestasi Klinik<br />Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.<br />Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.<br />untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :<br /><br /> 1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)<br /> 2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever<br /><br />Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :<br /><br /> 1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun<br /> 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit<br /> 3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali<br /> 4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam<br /> 5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal<br /> 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.<br /><br /><br />Klasifikasi Kejang<br />Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.<br /><br /> 1. Kejang Tonik<br /> Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus<br /> 2. Kejang Klonik<br /> Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.<br /> 3. Kejang Mioklonik<br /> Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.<br /><br /><br />Diagnosa Banding Kejang Pada Anak<br />Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.<br /><br /> 1. Gemetar<br /> Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .<br /> 2. Apnea<br /> Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.<br /> Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.<br /> 3. Mioklonus Nokturnal Benigna<br /> Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan<br /><br /><br />Penatalaksanaan<br />Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.<br />Penatalaksanaan Umum terdiri dari :<br /><br /> 1. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati<br /> 2. Memonitor pernafasan dan denyut jantung<br /> 3. Usahakan suhu tetap stabil<br /> 4. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain<br /> 5. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena<br /><br />Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.<br />Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.<br />Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.<br />Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan<br /><br /> * Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya<br /> * Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan<br /> * Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.<br /><br /><br />Pemeriksaan fisik dan laboratorium<br /><br /> 1. Pemeriksaan fisik<br /> Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :<br /> * hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.<br /> * Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.<br /> * Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.<br /> * Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.<br /> * Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.<br /> * Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.<br /> * Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.<br /> 2. Pemeriksaan laboratorium<br /> Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.<br /> Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu<br /> * Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.<br /> * Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.<br /> * Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal<br /> * Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia<br /> * Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.<br /> * Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :<br /> 1. Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic<br /> 2. Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.<br /> 3. Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku<br /> 4. USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular<br /> 5. Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak.Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.<br /><br /><br />Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu<br /><br /> 1. Fisik<br /> * Ubun-ubun anterior tertutup.<br /> * Physiologis dapat mengontrol spinkter<br /> 2. Motorik kasar<br /> * Berlari dengan tidak mantap<br /> * Berjalan diatas tangga dengan satu tangan<br /> * Menarik dan mendorong mainan<br /> * Melompat ditempat dengan kedua kaki<br /> * Dapat duduk sendiri ditempat duduk<br /> * Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh<br /> 3. Motorik halus<br /> * Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan<br /> * Melepaskan dan meraih dengan baik<br /> * Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu<br /> * Menggambar dengan membuat tiruan<br /> 4. Vokal atau suara<br /> * Mengatakan 10 kata atau lebih<br /> * Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh<br /> 5. Sosialisasi atau kognitif<br /> * Meniru<br /> * Menggunakan sendok dengan baik<br /> * Menggunakan sarung tangan<br /> * Watak pemarah mungkin lebih jelas<br /> * Mulai sadar dengan barang miliknya<br /><br /><br />Dampak hospitalisasi<br />Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.<br />Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :<br /><br /> 1. Rasa takut<br /> * Memandang penyakit dan hospitalisasi<br /> * Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal<br /> * Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit<br /> * Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan<br /> * Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.<br /> 2. Ansietas<br /> * Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal<br /> * Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)<br /> * Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat<br /> * Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit<br /> * Tidak berdaya<br /> * Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan<br /> * Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan<br /> * Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol<br /> * Protes dan Ansietas karena restrain<br /> 3. Gangguan citra diri<br /> * Sedih dengan perubahan citra diri<br /> * Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)<br /> * Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut<br /><br /><br /># PATHWAYS<br /><br /> Pathways dapat dilihat disini<br /><br /><br /># ANALISA DATA<br />NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI<br />1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien<br /># DIAGNOSA KEPERAWATAN<br /><br /> *<br /><br /> * Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.<br /> * Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular<br /> * Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh<br /> * Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan<br /> * Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi<br /><br /> *<br /><br /># RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN<br />NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN<br />1 Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot. <br />Cidera / trauma tidak terjadi Dengan Kriteria Hasil :<br /><br /> * Faktor penyebab diketahui,<br /> * mempertahankan aturan pengobatan,<br /> * meningkatkan keamanan lingkungan<br /><br /> <br /><br /> 1. Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.<br /> 2. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang.<br /> 3. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.<br /> 4. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang.<br /> 5. Lindungi klien dari trauma atau kejang.<br /> 6. Berikan kenyamanan bagi klien.<br /> 7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan<br /><br />2 Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular <br />Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi<br />Kriteria Hasil :<br /><br /> * Jalan napas bersih dari sumbatan,<br /> * suara napas vesikuler,<br /> * sekresi mukosa tidak ada,<br /> * RR dalam batas normal<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi tanda-tanda vital<br /> 2. atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.<br /> 3. Lakukan penghisapan lendir<br /> 4. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi<br /><br />3 Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh <br />Aktivitas kejang tidak berulang<br />Kriteria Hasil :<br /><br /> * Kejang dapat dikontrol,<br /> * suhu tubuh kembali normal<br /><br /> <br /><br /> 1. Kaji factor pencetus kejang.<br /> 2. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.<br /> 3. Observasi tanda-tanda vital..<br /> 4. Lindungi anak dari trauma.<br /> 5. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.<br /><br />4 Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan <br />Kerusakan mobilisasi fisik teratasi<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Mobilisasi fisik klien aktif<br /> * kejang tidak ada<br /> * kebutuhan klien teratasi<br /><br /> <br /><br /> 1. Kaji tingkat mobilisasi klien.<br /> 2. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien.<br /> 3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan.<br /> 4. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien.<br /> 5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.<br /><br />5 Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi <br />Pengetahuan keluarga meningkat<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam,<br /> * keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.<br /><br /> <br /><br /> 1. Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.<br /> 2. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.<br /> 3. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes.<br /> 4. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti..<br /> 5. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-23462144274460848042011-02-08T20:28:00.000-08:002011-02-08T20:29:38.320-08:00frizca rizky - ASKEP BAYI DENGAN RDS# TEORI Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).<br /><br />Patofisiologi<br />Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.<br />Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :<br /><br /> 1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.<br /> 2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin.<br /><br />Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.<br />Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.<br /><br />Gambaran Klinis<br />RDS mungkin terjadi pada bayi premature dengan berat badan<br />Tanda-tanda gangguan pernafasan berupa :<br /><br /> * Dispnue/hipernue<br /> * Sianosis<br /> * Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals<br /> * Grunting expirasi<br /><br />Didapatkan gejala lain seperti :<br /><br /> * Bradikardi<br /> * Hipotensi<br /> * Kardiomegali<br /> * Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki<br /> * Hipotermi<br /> * Tonus otot yang menurun<br /><br />Gambaran radiology : bercak-bercak difus berupa infiltrate retikulogranular disertai dengan air bronkogram.<br /># PATHWAYS<br /><br /> Pathways dapat dilihat disini<br /><br /><br /># ANALISA DATA<br />NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI<br />1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien<br /># DIAGNOSA KEPERAWATAN<br /><br /> *<br /><br /> * Inefektif pola nafas b.d adanya penumpukan lendir pada jalan nafas.<br /> * Gangguan perfusi jaringan b.d kurangnya oksigenasi keotak<br /> * Defisit volume cairan b.d meningkatnya metabolisme<br /> * Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat<br /> * Resiko terjadinya infeksi pada tali pusat b.d invasi kuman patogen kedalam tubuh<br /> * Kecemasan ortu b.d kurang pengetahuan ortu tentang kondisi bayi.<br /><br /> *<br /><br /># RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN<br />NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN<br />1 Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret <br />Pola nafas efektif . Dengan Kriteria Hasil :<br /><br /> * RR 30-60 x/mnt<br /> * Sianosis (-)<br /> * Sesak (-)<br /> * Ronchi (-)<br /> * Whezing (-)<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi pola Nafas.<br /> 2. Observasi frekuensi dan bunyi nafas<br /> 3. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi.<br /> 4. Observasi adanya sianosis.<br /> 5. Lakukan suction.<br /> 6. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.<br /> 7. Beri O2 sesuai program.<br /> 8. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.<br /> 9. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.<br /> 10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.<br /><br />2 Gangguan perfusi jaringan b.d kurangnya oksigenasi keotak <br />Gangguan perfusi jaringan teratasi Kriteria hasil :<br /><br /> * RR 30-60 x/mnt.<br /> * Nadi 120-140 x/mnt.<br /> * Suhu 36,5-37 C<br /> * Sianosis (-)<br /> * Ekstremitas hangat<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi frekwensi dan bunyi jantung.<br /> 2. Observasi adanya sianosis.<br /> 3. Beri oksigen sesuai kebutuhan<br /> 4. Kaji kesadaran bayi<br /> 5. Observasi TTV<br /> 6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.<br /><br />3 Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake yang tidak adekuat <br />Kebutuhan nutrisi ter- penuhi<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Tidak terjadi penurunan BB> 15 %.<br /> * Muntah (-)<br /> * Bayi dapat minum dengan baik<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi intake dan output.<br /> 2. Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.<br /> 3. Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.<br /> 4. Pasang NGT bila diperlukan<br /> 5. Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi.<br /> 6. Timbang BB tiap hari.<br /> 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.<br /> 8. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi<br /><br />4 Kecemasan Ortu b.d kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya. <br />Kecemasan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Orang tua mengerti tujuan yang dilakukan dalam pengobatan therapy.<br /> * Orang tua tampak tenang.<br /> * Orang tua berpartisipasi dalam pengobatan.<br /><br /> <br /><br /> 1. Jelaskan tentang kondisi bayi.<br /> 2. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan penyakit yang diderita bayi.<br /> 3. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi.<br /> 4. Berikan support mental.<br /> 5. Berikan reinforcement atas pengertian orang tua.<br /><br />5 Resiko infeksi tali pusat b.d invasi kuman patogen. <br />Infeksi tali pusat tidak terjadi.<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Suhu 36-37 C<br /> * Tali pusat kering dan tidak berbau.<br /> * Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat.<br /><br /> <br /><br /> 1. Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat memotong tali pusat.<br /> 2. Jaga kebersihan daerah tali pusat dan sekitarnya.<br /> 3. Mandikan bayi dengan air bersih dan hangat.<br /> 4. Observasi adanya perdarahan pada tali pusat.<br /> 5. Cuci tali pusat dengan sabun dan segera keringkan bila tali pusat kotor atau terkena feses.<br /> 6. Observasi suhu bayi.<br /><br />6 Devisit volume cairan b.d metabolisme yang meningkat <br />Volume cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan.<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Suhu 36-37 C<br /> * Nadi 120-140 x/mnt<br /> * Turgor kulit baik.<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi suhu dan nadi.<br /> 2. Berikan cairan sesuai kebutuhan.<br /> 3. Observasi tetesan infus.<br /> 4. Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi atau overhidrasi.<br /> 5. Kolaborasi pemberian therapy.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7855072809718093611.post-43870972243613383212011-02-08T20:24:00.000-08:002011-02-08T20:25:55.916-08:00frizca rizky - ASKEP BAYI BBLR# TEORI Definisi<br />BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/ lebih rendah (WHO 1961)<br />Klasifikasi BBLR :<br /><br /> * Prematuritas murni Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya sesuai dengan masa gestasi.<br /> * Dismaturitas BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.<br /><br />Etiologi<br />Faktor ibu :<br /><br /> * Faktor penyakit (toksemia gravidarum, trauma fisik dll)<br /> * Faktor usia<br /> * Keadaan sosial<br /><br />Faktor janin :<br /><br /> * Hydroamnion<br /> * Kehamilan multiple/ganda<br /> * Kelainan kromosom<br /><br />Faktor Lingkungan :<br /><br /> * Tempat tinggal didataran tinggi<br /> * Radiasi<br /> * Zat-zat beracun<br /><br />Gejala Klinis<br /><br /> * BB <><br /> * Pb <><br /> * Lingkar dada <><br /> * Lingkar kepala <><br /><br />Pemeriksaan Penunjang<br />Analisa gas darah<br />Komplikasi<br /><br /> * RDS<br /> * Aspiksia<br /><br />Penatalaksanaan medis<br /><br /> * Pemberian vitamin K<br /> * Pemberian O2<br /><br /># PATHWAYS<br /><br /> Pathways dapat dilihat disini<br /><br /><br /># ANALISA DATA<br />NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI<br />1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien<br /># DIAGNOSA KEPERAWATAN<br /><br /> *<br /><br /> * Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.<br /> * Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.<br /> * Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).<br /> * Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).<br /> * Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.<br /> * Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.<br /><br /> *<br /><br /># RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN<br />NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN<br />1 Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dn neuro muscular <br />Pola nafas efektif . Dengan Kriteria Hasil :<br /><br /> * RR 30-60 x/mnt<br /> * Sianosis (-)<br /> * Sesak (-)<br /> * Ronchi (-)<br /> * Whezing (-)<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi pola Nafas.<br /> 2. Observasi frekuensi dan bunyi nafas<br /> 3. Observasi adanya sianosis.<br /> 4. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.<br /> 5. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi<br /> 6. Beri O2 sesuai program dokter<br /> 7. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2.<br /> 8. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.<br /> 9. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.<br /><br />2 Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu dan berkurangnya lemak subcutan didalam tubuh. <br />Suhu tubuh kembali normal.<br />Kriteria Hasil :<br /><br /> * Suhu 36-37 C.<br /> * Kulit hangat.<br /> * Sianosis (-)<br /> * Ekstremitas hangat<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi tanda-tanda vital.<br /> 2. Tempatkan bayi pada incubator<br /> 3. Awasi dan atur control temperature dalam incubator sesuai kebutuhan<br /> 4. Monitor tanda-tanda Hipertermi<br /> 5. Hindari bayi dari pengaruh yang dapat menurunkan suhu tubuh.<br /> 6. Ganti pakaian setiap basah<br /> 7. Observasi adanya sianosis<br /><br />3 Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi) <br />Infeksi tidak terjadi.<br />Kriteria Hasil :<br /><br /> * Suhu 36-37 C<br /> * Tidak ada tanda-tanda infeksi<br /> * Leukosit 5.000 – 10.000<br /> *<br /><br /> <br /><br /> 1. Kaji tanda-tanda infeksi.<br /> 2. Isolasi bayi dengan bayi lain<br /> 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.<br /> 4. Gunakan masker setiap kontak dengan bayi.<br /> 5. Cegah kontak dengan orang yang terinfeksi.<br /> 6. Pastikan semua perawatan yang kontak dengan bayi dalam keadaan bersih/steril.<br /> 7. Berikan antibiotic sesuai program.<br /> 8. Kolaborasi dengan dokter.<br /><br />4 Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan mencerna nutrisi (Imaturitas saluran cerna) <br />Nutrisi terpenuhi setelah<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Reflek hisap dan menelan baik<br /> * Muntah (-)<br /> * Kembung (-)<br /> * BAB lancar<br /> * Berat badan meningkat 15 gr/hr<br /> * Turgor elastis.<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi intake dan output.<br /> 2. Observasi reflek hisap dan menelan.<br /> 3. Beri minum sesuai program<br /> 4. Pasang NGT bila reflek menghisap dan menelan tidak ada.<br /> 5. Monitor tanda-tanda intoleransi terhadap nutrisi parenteral.<br /> 6. Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi enteral<br /> 7. Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.<br /> 8. Timbang BB setiap hari.<br /><br />5 Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi. <br />Gangguan integritas kulit tidak terjadi<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Suhu 36,5-37 C<br /> * Tidak ada lecet atau kemerahan pada kulit.<br /> * Tanda-tanda infeksi (-)<br /><br /> <br /><br /> 1. Observasi vital sign.<br /> 2. Observasi tekstur dan warna kulit.<br /> 3. Lakukan tindakan secara aseptic dan antiseptic.<br /> 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi.<br /> 5. Jaga kebersihan kulit bayi.<br /> 6. Ganti pakaian setiap basah.<br /> 7. Jaga kebersihan tempat tidur.<br /> 8. Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.<br /> 9. Monitor suhu dalam incubator.<br /><br />6 Kecemasan orang tua b.d kurang pengetahuan orang tua dan kondisi krisis. <br />Cemas berkurang<br />Kriteria hasil :<br /><br /> * Orang tua tampak tenang<br /> * Orang tua tidak bertanya-tanya lagi.<br /> * Orang tua berpartisipasi dalam proses perawatan.<br /><br /> <br /><br /> 1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua<br /> 2. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.<br /> 3. Beri penjelasan tentang keadaan bayinya.<br /> 4. Berikan support dan reinforcement atas apa yang dapat dicapai oleh orang tua.<br /> 5. Latih orang tua tentang cara-cara perawatan bayi dirumah sebelum bayi pulang.frizca rizkyhttp://www.blogger.com/profile/12355770499235743243noreply@blogger.com0