Kamis, 23 Juni 2011

frizca rizky - HIPERTENSI MALIGNA

HIPERTENSI MALIGNA

Hipertensi maligna jarang terjadi tapi merupakan salah saru jenis tekanan darah tinggi yang serius. Secara resmi, hipertensi maligna didefinisikan sebagai hipertensi berat yang terjadi bersama dengan pendarahan internal retina di kedua mata dan pembengkakan saraf optik di belakang retina. Hipertensi maligna harus diobati dengan cepat untuk menghindari kerusakan organ yang lebih serius dan, mungkin, menyebabkan kematian. Semua sistem organ utama beresiko rusak akibat hipertensi ganas.

Organ yang paling beresiko antara lain ginjal, mata, dan otak. Ginjal sangat sensitif terhadap peningkatan tekanan darah dan kerusakan ginjal permanen adalah komplikasi umum hipertensi ganas yang tidak diobati. Sebagian besar kerusakan organ ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kecil di beberapa tempat, dan itulah sebabnya pendarahan retina (yang memiliki pembuluh darah kecil) termasuk dalam kriteria diagnostik untuk hipertensi ganas.

Seperti tekanan darah tinggi secara umum, penyebab pasti hipertensi ganas belum sepenuhnya diketahui.

Gejala
Karena hipertensi maligna mempengaruhi sistem organ yang secara langsung sensitif terhadap tekanan darah (ginjal, mata, otak, sistem kardiovaskular), gejala-gejala penyakit cenderung menjadi orang-orang yang akan mengasosiasikan dengan masalah-masalah dalam sistem organ lain. Sebagai contoh, beberapa gejala termasuk: penglihatan buram, nyeri dada, kejang, urin menurun, kelemahan atau aneh kesemutan / mati rasa di tangan, kaki, atau wajah, sakit kepala, atau sesak napas.

Pengobatan
Orang dengan hipertensi maligna harus selalu dirawat di rumah sakit. Pengobatan tergantung pada seberapa serius masalah dalam pasien tertentu, masuk ke ruang Intensive Care Unit (ICU) mungkin diperlukan. Selama tinggal di rumah sakit, infus obat-obatan adalah fokus utama terapi. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk mengurangi tekanan darah dalam situasi ini adalah nitroprusside dan nitrogliserin.

Sumber: medlineplus dan highbloodpresure.com

frizca rizky - PENYAKIT GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROME)

Penyakit GBS (Guillain Barre Syndrome)

GBS adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh menjadi lemah kehilangan kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna dalam hitungan minggu, bulan atau tahun. GBS mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya. Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai dewasa, jarang ditemukan pada manula. Lebih sering ditemukan pada kaum pria. Bukan penyakit turunan, tidak dapat menular lewat kelahiran, ternfeksi atau terjangkit dari orang lain yang mengidap GBS. Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokan.

Apa gejala GBS?

Gejala awal antara lain adalah: rasa seperti ditusuk-tusuk jarum diujung jari kaki atau tangan atau mati rasa di bagian tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku atau mengeras, lengan terasa lemah dan telapak tangan tidak bisa menggenggam erat atau memutar seusatu dengan baik (buka kunci, buka kaleng dll)

Gejala-gejala awal ini bisa hilang dalam tempo waktu beberapa minggu, penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah menjelaskannya pada tim dokter untuk meminta perawatan lebih lanjut karena gejala-gejala akan hilang pada saat diperiksa.

Gejala tahap berikutnya disaaat mulai muncul kesulitan berarti, misalnya: kaki susah melangkah, lengan menjadi sakit lemah, dan kemudian dokter menemukan syaraf refleks lengan telah hilang fungsi.

Apa penyebab GBS?

Penyakit ini timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat diterima oleh otot yang terserang

Karena banyak syaraf yang terserang termasuk syaraf immune sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun akan kacau. Dengan tidak diperintahakan dia akan menngeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh ditempat-tempat yang tidak diinginkan.

Dengan pengobatan maka sistem kekebalan tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja sebagaimana mestinya.

Bagaimana GBS dapat ter-diagnosa?

Diagnosa GBS didapat dari riwayat dan hasil test kesehatan baik secara fisik maupun test laboratorium. Dari riwayat penyakit, obat2an yang biasa diminum, pecandu alcohol, infeksi2 yang pernah diderita, gigitan kutu maka Dokter akan menyimpulkan apakah pasien masuk dalam daftar pasien GBS. Tidak lupa juga riwayat penyakit yang pernah diderita pasien maupun keluarga pasien misalnya diabetes mellitus, diet yang dilakukan, semuanya akan diteliti dengan seksama hingga dokter bisa membuat vonis apakah anda terkena GBS atau penyakit lainnya.

Pasien yang diduga mengidap GBS di haruskan melakukan test:
1. Darah lengkap
2. Lumbar Puncture
3. EMG (electromvogram)

Sesuai urutannya, test pertama akan dilakukan kemudian test ke dua apabila test pertama tidak terdeteksi adanya GBS, dan selanjutnya.

Apa yang akan terjadi setelah test dilakukan?

Tanda-tanda melemahnya syaraf akan nampak semakin parah dalam waktu 4 sampai 6 minggu. Beberapa pasien melemah dalam waktu relative singkat hingga pada titik lumpuh total dalam hitungan hari, tapi situasi ini amat langka.

Pasien kemudian memasuki tahap ‘tidak berdaya’ dalam beberapa hari. Pada masa ini biasanya pasien dianjurkan untuk ber-istirahat total di rumah sakit. Meskipun kondisi dalam keadaan lemah sangat dianjurkan pasien untuk selalu menggerakkan bagian-bagian tubuh yang terserang untuk menghindari kaku otot. Ahli Fisioterapy biasanya akan sangat dibutuhkan untuk melatih pasien dengan terapi-terapi khusus dan akan memberikan pengarahan-pengarahan kepada keluarga adan teman pasien cara-cara melatih pasien GBS.

Apakah GBS menyakitkan?

Ya dan tidak. Pasien biasanya merasakan sakit yang akut pada saat GBS. Terutama didaerah tulang belakang dan lengan dan kaki. Namun ada juga pasien yang tidak mengeluhkan rasa sakit yang berarti meskipun mereka mengalami kelumpuhan parah. Rasa sakit muncul dari pembengkakan dari syaraf yang terserang, atau dari otot yang sementara kehilangan suplai energy, atau dari posisi duduk atau tidur si Pasien yang mengalami kesulitan untuk bergerak atau memutar tubuhnya ke posisi nyaman. Untuk melawan rasa sakit dokter akan memberikan obat penghilang rasa sakit dan perawat akan memberikan terapi-terapi untuk me-relokasi bagian-bagian tubuh yang terserang dengan terapi-terapi khusus. Rasa sakit dapat datang dan pergi dan itu amat normal bagi penderita GBS.

Apakah pasien GBS membutuhkan perawatan khusus?

Pasien biasanya akan melemah dalam waktu beberapa minggu, maka dari itu perawatan intensive sangat diperlukan di tahap-tahap dimana GBS mulai terdeteksi. Sesuai dengan tahap dan tingkat kelumpuihan pasien maka dokter akan menentukan apa pasien memrlukan perawatan di ruang ICU atau tidak.

Sekitar 25% pasien GBS akan mengalami kesulitan di:
1. Bernafas
2. Kemampuan menelan
3. Susah batuk

Dalam kondisi tersebut diatas, biasanya pasien akan diberikan bantuan alat ventilator untuk membantu pernafasan.

Berapa lama pasien dapat sembuh?

Setelah beberapa waktu, kondisi mati rasa akan berangsur membaik. Pasien harus tetap wapada karena hanya 80% pasien yang dapat sembuh total, tergantung parahnya pasien bisa berjalan dalam waktu hitungan minggu atau tahun. Namun statistic membuktikan bahwa rata-rata pasien akan membaik dalam waktu 3 sampai 6 bulan. Pasien parah akan menyisakan cacat dibagian yang terserang paling parah, perlu terapi yang cukup lama untuk mengembalikan fungsi-fungsi otot yang layu akibat GBS. Bisanya memakan waktu maksimal 4 tahun.

Adakah obat untuk penyakit ini?

Obat nya hanya ada 1 macam yaitu GAMAMUNE ( Imuno globuline ) yang harganya 4jt - 4,5 jt rupiah /botol biasanya obat ini diinfuskan kepasien dg jumlah yang dihitung dari berat badan, untuk lebih jelas nya tanya ke dokter, contoh kasus yang dialami Deya dg berat badan pada saat sakit waktu itu 58 KG deya menghabiskan obat ini sebanyak 20 botol, ( 5 botol / hari).

Tips perawatan diri

Karena penyebab pasti GBS tidak dapat menunjuk, tidak ada cara yang diketahui untuk mencegahnya. However, it's important to seek immediate medical treatment for any symptoms of muscle weakness and loss of reflexes. Namun, penting untuk segera mencari perawatan medis untuk setiap gejala kelemahan otot dan hilangnya refleks. Early treatment improves the outlook for recovery. Perawatan dini meningkatkan prospek untuk pemulihan.

Selasa, 14 Juni 2011

frizca rizky - ASKEP DECOMPENSASI CORDIS

A. Pengertian
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price, 1995).

B. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomiyopati.

Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil (Price. Sylvia A, 1995).

C. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,gagal jantung kanan,dan gagal jantung kongestif.

Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort,fatigue,ortopnea,dispnea nocturnal paroksismal,batuk,pembesaran jantung,irama derap,ventricular heaving,bunyi derap S3 dan S4,pernapasan cheyne stokes,takikardi,pulsusu alternans,ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.

Pada gagal jantung kanan timbul edema,liver engorgement,anoreksia,dan kembung.Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan,heaving ventrikel kanan,irama derap atrium kanan,murmur,tanda tanda penyakit paru kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi P2 mengeras,asites,hidrothoraks,peningkatan tekanan vena,hepatomegali,dan pitting edema.

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :

1. Kelas 1;Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
2. Kelas 2;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
3. Kelas 3;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
4. Kelas 4;Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah baring.


D. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat :

* Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik,
* Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan
* Hipertrofi ventrikel.

Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Meurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :

1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,
2. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,
3. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I,
4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.

E. Tanda dan gejala
Dampakdari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sisitem pulmonal antara lain :

* Lelah
* Angina
* Cemas
* Oliguri. Penurunan aktifitas GI
* Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain :

* Dyppnea
* Batuk
* Orthopea
* Reles paru
* Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :

* Edema perifer
* Distensi vena leher
* Hari membesar
* Peningkatan central venous pressure (CPV)


F. Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos dada
* Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.
* Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium
kiri dan pembesaran ventrikel kanan.

2. EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
3. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.




Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Decompensasi Cordis


A. Pengkajian

1. Aktivitas dan Istirahat
* Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
* Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.

2. Sirkulasi
* Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
* Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.

3. Integritas Ego
* Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.

4. Makanan / Cairan
* Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
* Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.

5. Neurosensoris
* Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
* Tanda: Kelemahan

6. Pernafasan
* Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
* Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.

7. Keamanan
* Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
* Tanda: Kelemahan tubuh

8. Penyuluhan / pembelajaran
* Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
* Tanda: Menunjukan kurang informasi.


B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin muncul

1. Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil.
2. Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan atrium dan kongesti vena.


C. Inetrvensi

1. Diagnosa Keperawatan 1. :
Kerusakan pertukaran gas b.d kongesti paru sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisiil

Tujuan :
Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat, PH darah normal, PO2 80-100 mmHg, PCO2 35-45 mm Hg, HCO3 –3 – 1,2

Tindakan
* Kaji kerja pernafasan (frekwensi, irama , bunyi dan dalamnya)
* Berikan tambahan O2 6 lt/mnt
* Pantau saturasi (oksimetri) PH, BE, HCO3 (dengan BGA)
* Koreksi kesimbangan asam basa
*

* Beri posisi yang memudahkan klien meningkatkan ekpansi paru.(semi fowler)
* Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam
* Lakukan balance cairan
* Batasi intake cairan
* Eavluasi kongesti paru lewat radiografi
* Kolaborasi :
o RL 500 cc/24 jam
o Digoxin 1-0-0
o Furosemid 2-1-0

Rasional
* Untuk mengetahui tingkat efektivitas fungsi pertukaran gas.
* Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
* Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas.
* Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan.
* Meningkatkan ekpansi paru
* Kongesti yang berat akan memperburuk proses perukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
* Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat meguranngi timbulnya odem sehingga dapat mecegah ganggun pertukaran gas.
* Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.


2. Diagnosa Keperwatan 2. :
Penurunan curah jantung b.d penurunan pengisian ventrikel kiri, peningkatan atrium dan kongesti vena.

Tujuan :
Stabilitas hemodinamik dapat dipertahanakan dengan kriteria : (TD > 90 /60), Frekwensi jantung normal.

Tindakan
* Pertahankan pasien untuk tirah baring
* Ukur parameter hemodinamik
* Pantau EKG terutama frekwensi dan irama.
* Pantau bunyi jantung S-3 dan S-4
* Periksa BGA dan saO2
* Pertahankan akses IV
* Batasi Natrium dan air
* Kolaborasi :
o ISDN 3 X1 tab
o Spironelaton 50 –0-0

Rasional
* Mengurangi beban jantung
* Untuk mengetahui perfusi darah di organ vital dan untuk mengetahui PCWP, CVP sebagai indikator peningkatan beban kerja jantung.
* Untuk mengetahui jika terjadi penurunan kontraktilitas yang dapat mempengaruhi curah jantung.
* Untuk mengetahui tingkat gangguan pengisisna sistole ataupun diastole.
* Untuk mengetahui perfusi jaringan di perifer.
* Untuk maintenance jika sewaktu terjadi kegawatan vaskuler.
* Mencegah peningkatan beban jantung
* Meningkatkan perfisu ke jaringan
* Kalium sebagai salah satu komponen terjadinya konduksi yang dapat menyebabkan timbulnya kontraksi otot jantung.


SELENGKAPNYA di: Askep Decomp. Cordis » askep askeb | asuhan-keperawatan-kebidanan.co.cc

Senin, 13 Juni 2011

frizca rizky - EMPIEMA

EMPIEMA

A. Pengertian
Adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura dengan yang dapati timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya

B. Etiologi
1. Berasal dari Paru
• Pneumonia
• Abses Paru
• Adanya Fistel pada paru
• Bronchiektasis
• TB
• Infeksi fungidal paru

2. Infeksi Diluar Paru
• Trauma dari tumor
• Pembedahan otak
• Thorakocentesis
• Subdfrenic abces
• Abses hati karena amuba
3. Bakteriologi
• Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering pada anak
• Streptococcus Pyogenes
• Bakteri gram negatif
• Bakteri anaerob

C. Patofisiologi
Akibat invasi kuman progekin ke pleura timbul keradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan makin banyaknya sel-sel PMN baik yang hidup atau yang mati serta peningkatan kadar cairan menjadi keruh dan kental serta adanya endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisir nanah tersebut.

D. Gejala Klinis
Dibagi menjadi dua stadium yaitu :
1. Empiema akut
Gejala mirip dengan pneumonia yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, apabila stadium ini dibiarkan dalam beberapa minggu akan timbul toksemia, anemia, pada jaringan tubuh. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronchopleura dan empiema neccesitasis.
2. Empiema kronik
Batasan yang tegas antara akut dan kronis sukar ditentukan disebut kronis apabila terjadi lebih dari 3 bulan. Penderita mengelub badannya lemah, kesehatan penderita tampak mundur, pucat pada jari tubuh.

E. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Adanya tanda cairan disertai pergerakan hemithoraks yang sakit berkurang. Terdengar suara redup pada perkusi. Pada auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang disisi hemithorak yang sakit.

Foto Dada
Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. Bila terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
Diagnosa pasti
Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya nanah didalam rongga dada (pleura). Nanah dipakai sebagi bahan pemeriksaan : Citologi, Bakteriologi, Jamur, Amoeba dan dilakukan pembiakan terhadap kepekaan antibiotik.

Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan pada empiema :
a. Pengosongan ronga pleura dari nanah
• Aspirasi Sederhana
Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering menimbulkan “pocketed” empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari pocket empiema.
• Drainase Tertutup
Pemasangan “Tube Thoracostomy” = Closed Drainage (WSD)
Indikasi pemasangan darin ini apabila nanah sangat kental, nanh berbentuk sudah dua minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis.
• Drainase Terbuka (open drainage)
Tindakan ini dikerjakan pada empiema kronis dengan memotong sepenggal iga untuk membuat “jendela”. Cara ini dipilih bila dekortikasi tidak dimungnkinkan dan harus dikerjakan dalam kondisi betul-betul steril.

b. Pemberian antibiotika
Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian antibiotik memegang peranan yang penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosa diegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan tes kepekaan obat. Bila kuman penyebab belum jelas dapat dipakai Benzil Penicillin dosis tinggi.

c. Penutupan rongga pleura
Empiema kronis gagal menunjukkan respon terhadap drainase selang, maka dilakukan dekortikasi atau thorakoplasti. Jika tidak ditangani dengan baik akan menambah lama rawat inap.

d. Pengobatan kausal
Tergantung penyebabnya misalnya amobiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit.

e. Pengobatan tambahan dan Fisioterapi
Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum

Komplikasi
Yang sering timbul adalah vistula Bronchopleura dan komplikasi lainnya. Yang mungkin timbul misalnya syock, sepsis, kegagalan jantung, kongestif, dan otitis media.




F. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian Data Dasar
• Riwayat/adanya faktor-faktor penunjang
Merokok, terpapar polusi udara yang berat, riwayat alergi pada keluarga
• Riwayat yang dapat mencetuskan
Eksaserbasi seperti : Alergen (debu, serbuk kulit, serbuk sari, jamur)
Stress emosional, aktivitas fisik berlebihan
Infeksi saluran nafas
Drop out pengobatan
• Pemeriksaan Fisik
 Manifestasi klasik dari PPOM
Peningkatan dispnea
Retraksi otot-ot\ot abdominal, menganngkat bahu saat inspirasi, pernafasan cuping hidung (penggunaan otot aksesories pernafasan)
Penurunan bunyi nafas
Tachipnea, orthopnea

 Gejala-gejala menetap pada proses penyakit dasar
ASMA
Batuk (produktif/non produktif)
Dada terasa seperti terikat
Mengi saat inspirasi dan ekspirasi (terdengar tanpa stetoskop)
Pernafasan cuping hidumng
Ketakutan dan diaphoresis
BRONCHITIS
Batuk produktif dan sputum warna putih, terjadi pada pagi hari (disebut batuk perokok)

• Makanan/Cairan
- Mual, muntah, anorkesia, penurunan BB menetap (empisema)
- Peningkatan BB menetap (oedema) pada bronchitis
- Turgor menurun
- Penurunan massa otot/lemak sub kutan (emfisema)
- Hepatomegali (bronchitis)

• Higiene
Penurunan kemampuan ADL

• Pernafasan
- Nafas pendek (disepnea sebagai keluhan menonjol pada emphisema)
- Episode sukar bernafas (asma)
- Rasa dada tertekan
- Batuk menetap dan produksi sputum daat banun tidur tiap hari, minimum selama tiga bulan berturut-turut sedikitnya selama dua tahun
- Sputum banyak sekali (pada bronchitis kronis)
- Riwayat pneumonia berulang, terpajan polusi pernafasan/zat kimia (rokok, debu/asap, asbes, kain katun, serbuk gergaji)
- Defisiensi alfa – antitripsin (emphisema)
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Buny naffas : redup denga ekspirasi mengi (emfisema)
- Perkusi : Hipersonan (jebakan udara pada emfisema)
Bunyi pekak (konsolidasi, cairan)
- Kesulitan bicara kalimat / lebih dari 4 – 5 kata
- Pink buffer (warna kulit normal kalau frekuensi nafas cepat)


• Seksualitas
Penuruan Libido


2. Diagnosa Keperawatan
A. Tidak efektif Bersihan Jalan nafas b.d bronchospasme, sekret kental
Tujuan : Bersihan Jalan nafas efektif
Secara verbal menyatakan kesulitan bernafas
Penggunaan otot bantu penafasan
Mengi, ronchi, cracles
Batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum

Kriteria Hasil
- Bunyi nafas bersih
- Batuk efektif
- Mengi (-), Ronchii (-) Cracles (-)

INTERVENSI RASIONAL
Auskultasi bunyi nafas Derajad spasme broncus (dengan / tanpa obstruksi saluran nafas) : ekspirasi mengi, tidak ada bunyi nafas, bunyi nafas redup
Kaji frekuensi pernafasan Prose infeksi akut (tachipnea)
Catat : Keluhan Dispnea, keluhan lapar udara : Gelisah, distres nafas, penggunaan otot bantu pernafasan Klien denga distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas
Pertahankan lingkungan bebas polusi Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut



B. Gangguan Pertukaran Gas b.d Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret, Bronchospasme
Tujuan :
Pertukaran gas dapat dipertahankan
Data :
Dispnea, gelisah, ketidakmampuan mengeluarkan sekret, GDA (hipoksia), Perubahan tanda vital, penurunan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
- Perbaikan sirkulasi dan oksigenasi
- GDA dalam batas normal
- Tanda distress pernafasan tidak ada

INTERVENSI RASIONAL
Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak Evaluasi derajad distress nafas dan kronis atau tidaknya proses penyakit.
Bantu klien untuk mencari posisi yang nenudahkan bernafas, dengan kepala lebih tinggi Suplai O2 dapat diperbarui dalam latihan nafas agar paru tidak kolaps.
Bantu klien untuk batuk efektif Batuk efektif membantu mengeluarkan sputum sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas.
Auskultasi suara nafas Suara nafas redup oleh karena adanya penurunan penurunan aliran udara/ konsolidasi. Mengni menunjukkan adanya bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan

C. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan.
Tujuan : Status nutrisi dapat dipertahankan
Data : Penurunan B, Intke makanan dan minuman menurun,
mengatakan tidak nafsu makan
Kriteria :
- BB tidak mengalami penurunan
- Intake makanan dan cairan adekuat
- Nafsu makan meningkat/baik

INTERVENSI RASIONAL
Obserasi intake dan output/8 jam. Jumlah makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari Mengidentifikasi adanya kemajuan/ penyimpanan dari tujuan yang diharapkan
Ciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan :
- Lakukan perawatan mulut sebelum dan setelah makan
- Bersihkan lingkungan tempat penyajian makanan
- Hindari pengunaan pengharum berbau menyengat
- Lakukan chest fisioterapi dan nebulizer selambat-lambatnya satu jam sebelum makan
- Sediakan tempat yang tepat untuk membuang tissue/sekret batuk
Bau-bauan dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama waktu makan dapat menyebabkan anoreksia. Obat-obatan yang dberikan segera seelah makan dapat mencetuskan mual dan muntah.

frizca rizky - ASKEP DENGAN FRAKTUR OS.MANDIBULARIS

I. FRAKTUR OS.MANDIBULARIS

II. DEFENISI
Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
III.
IV. PATOFISIOLOGI
A. PENYEBAB FRAKTUR ADALAH TRAUMA
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik
1.
2. TRAUMA
Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).

TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan dagu bawah
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.

PENATALAKSANAAN MEDIK
• Konservatif : Immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
• Operatif : dengan pemasangan Traksi, Pen, Screw, Plate, Wire ( tindakan Asbarg)

RENCANA KEPERAWATAN

Prioritas Masalah
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi nyeri
• Mencegah komplikasi
• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONALISASI

1.
Potensial terjadinya syok sehubungan dengan perdarah-an yang banyak
INDENPENDEN:
• Observasi tanda-tanda vital.

• Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan

• Memberikan posisi supinasi


• Memberikan banyak cairan (minum)


KOLABORASI:
• Pemberian cairan per infus



• Pemberian obat koagulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dengan fiksasi.

• Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)


• Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
• Untuk menentukan tindak an


• Untuk mengurangi per darahan dan mencegah ke-kurangan darah ke otak.
• Untuk mencegah ke ku-rangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)

• Pemberian cairan per infus.



• Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk meng hentikan perdarahan.


• Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu trans-fusi atau tidak.

2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri sehubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
• Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, inten-sitas nyeri dengan meng-gunakan skala nyeri (0-10)
• Mempertahankan immobi-lisasi (back slab)

• Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.

• Menjelaskan seluruh pro-sedur di atas


KOLABORASI:
• Pemberian obat-obatan analgesik


• Untuk mengetahui ting-kat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
• Mencegah pergeseran tu-lang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
• Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
• Untuk mempersiapkan men-tal serta agar pasien ber-partisipasi pada setiap tin-dakan yang akan dilakukan.

• Mengurangi rasa nyeri

3.
Potensial infeksi sehubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
• Kaji keadaan luka (konti-nuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
• Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
• Merawat luka dengan meng-gunakan tehnik aseptik

• Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterba-tasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.

KOLABORASI:
• Pemeriksaan darah : leokosit

Pemberian obat-obatan :
• antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
• Persiapan untuk operasi sesuai indikasi


• Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.


• Meminimalkan terjadinya kontaminasi.

• Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.

• Merupakan indikasi adanya osteomilitis.



• Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi


• Untuk mencegah kelan-jutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
• Mempercepat proses pe-nyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.

4.
Gangguan aktivitas s/d keru-sakan neuromuskuler ske-letal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
• Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
• Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).




• Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.




• Membantu pasien dalam perawatan diri




• Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan elimi-nasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.

• Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi- neral.





KOLABORASI :
• Konsul dengan bagi- an fisioterapi


• Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsi-onal)

• Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, me-ningkatkan perasaan me-ngontrol diri pasien dan membantu dalam mengu-rangi isolasi sosial.

• Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.

• Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkat-kan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.

• Bedrest, penggunaan anal-getika dan perubahan diit dapat menyebabkan penu-runan peristaltik usus dan konstipasi.
• Mempercepat proses pe-nyembuhan, mencegah pe-nurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
• Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.

• Untuk menentukan program latihan.

5.
Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
INDEPENDEN:
• Menjelaskan tentang ke-lainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.

• Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.




• Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.



• Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
• Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.


• Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan..

• Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.

• Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
• Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.

• Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.

frizca rizky - BASALIOMA NASOLABIAL SINISTRA

BASALIOMA NASOLABIAL SINISTRA

BATASAN :
Merupakan tumor ganas dari kulit terdapat adanya lesi yang berbentuk ulkus nodule pada daerah wajah.

PATOFISIOLOGI
FAKTOR PREDISPOSISI :
a. Faktor dari luar : Radiasi, Bahan kimia, Trauma, Luka bakar, Peradangan kronik, dan Tahi lalat.
b. Faktor dari dalam : Genetika, Seroderma pigmentosum, nevus sebaseus, dan nevus epidermal yang linier.

TANDA-TANDA KEGANASAN KULIT :
1. Adanya rasa gatal dan nyeri.
2. Perubahan warna (gelap, pucat, dan terang).
3. Ukuran membesar dan permukaan tak rata.
4. Pelebaran tak merata kesamping.
5. Perdarahan.
6. Ulserasi / infeksi yang sukar sembuh.

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT :
• Biasanya keluhannya sudah lama, adanya rasa gatal, nyeri, adanya bercak pada kulit dan metastase.

KEPERAWATAN :
Masalah Keperawatan :
• Ansietas
• Gangguan penampilan diri.
• Kerusakan integritas kulit.
• Perubahan proses keluarga.
• Perubahan nutrisi

Diagnosa keperawatan :
• Ansietas yang berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang tak dikenal dan ketidak cukupan pengetahuan tentang kanker dan pengobatannya.
• Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan dalam gaya hidup dan penampilan.
• Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pada epidermis dan adanya lesi pada kulit muka.
• Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan rasa takut berkaitan dengan diagnosa kanker (basalioma) kulit.
• Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhannya yang berhubungan dengan penurunan masukan oral / tak adekwat dan peningkatan kebutuhan metabolisme penyakitnya.

INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Ansietas yang berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang tak dikenal dan ketidak cukupan pengetahuan tentang kanker dan pengobatannya.

INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan kesempatan pada keluarga dan klien mengungkapkan perasaannya (nyeri)
a. Lakukan kontak yang sering dan berikan suasana yang rileks .
b. Tunjukkan sikap tidak menilai dan mendengar penuh perhatian.
c. Gali perasaan dan perilaku sendiri.

2. Jelaskan rutinitas rumah sakit meliputi jadwal pemeriksaan, tujuan pengobatan, dan lingkungan rumah sakit.

3. Tunjukkan adanya harapan kesembuhan.




4. Tingkatkan aktivitas fisik dan latifan fisik.
1. Kontak sering oleh perawat menunjukkan perhatian, penerimaan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Dan perawat sadar bagaimana pasien dan keluarga mengungkapkan perasaannya



2. Gambaran yang akurat tentang prosedur membantu menghilangkan ansietas dan ketidaktahuan klien.


3. Klien yang bereaksi terhadap diagnosis basiloma harus berharap kesembuhan. Harapan diperlukan untuk mengatasi beratnya beban pengobatan.

4. Aktifitas fisik memberikan pengalihan dan rasa normal. Klien yang melakukan latihan fisik dapat memperbaiki kualitas hidup.



2. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan perubahan dalam gaya hidup dan penampilan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Kontak dengan klien sering dan perlakukan dengan hangat serta sikap yang positif.
2. Berikan dorongan klien untuk mengekspresikan perasaannya dan pikirannya tentang hal-hal :
a. Kondisinya.
b. Perkembangannya.
c. Pronogsis.
d. Perawatan dan pengobatan.

3. Bantu klien untuk mengidentifikasi yang positif dan kemungkinan dengan penampilan yang baru.

4. Latih saat berpakaian dan higiene sesuai kebutuhan.

5. Bantu klien untuk meningkatkan kemandirian dan mempertahankan penampilan. 1. Kontak yang sering memberikan perhatian dan menumbuhkan rasa percaya diri pada klien.
2. Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dapat memberikan jalan keluar untuk mengungkapkan rasa takut dan dapat meningkatkan kesadaran diri dengan mendekatkan pada kekuasaan Allah.


3. Perawat menegaskan aspek positif dan mendorong klien untuk memadukannya kedalam konsep diri yang baru.

4. Partisipasi dalam perawatan diri dan membantu koping positif.

5. Komponen yang sangat berpengaruh dari konsep diri adalah kemampuan untuk melaksanakan fungsi sehingga menurunkan ketergantungan pada orang lain.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pada epidermis dan adanya lesi pada kulit muka.

INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi tahap perkembangan ulkus atau kaji kedalaman ulkus.
2. Berikan lingkungan fisiologis dan aseptik terhadap luka.
3. Bersihkan dengan larutan yang tidak menyebabkan iritasi.

4. Berikan penjelasan dan lakukan kolaborasi dengan tim medis.

1. Agar dapat menentukan tingkat kerusakan dari integritas kulit.
2. Mencegah proses infeksi lebih lanjut.

3. karena iritasi dapat memperparah keadaan luka.

4. Agar keluarga mengerti keadaan pasien dan rencana tindakan yang diambil sehingga mudah mengambil keputusan dan memperlancar jalannya operasi/pengobatan.

4. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan rasa takut berkaitan dengan diagnosa kanker (basalioma) kulit.

INTERVENSI RASIONAL
1. Tunjukan pengertian tentang situasi dan dampaknya pada keluarga.



2. Gali persepsi anggota keluarga tentang situasi dan berikan dorongan pengungkapan perasaan, seperti rasa bersalah, menyalahkan dan berduka.
3. Tentukan apakah mekanisme koping saat ini efektif.

4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kekuatan keluarga :
a. Akui bantuan anggota keluarga.
b. Libatkan keluarga dalam perawatan klien
c. Berikan dorongan untuk menggunakan humor.
d. Berikan dorongan untuk berkomunikasi
1. Mengkomunikasikan pengertian, kekhawatiran dan perhatian menumbuhkan rasa percaya dan menguatkan hubungan perawat dan klien.
2. pengungkapan dapat memberikan kesempatan untuk klarifikasi dan validasi serta kekhawatiran, menunjang kebutuhan keluarga.
3. Penyakit dari keluarga menyebabkan perubahan besar mendapatkan keluarga berisiko tinggi maladaptif.
4. Langkah-langkah ini dapat mempertahankan struktur keluarga dan fungsinya yang sudah ada pendukungnya.

5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhannya yang berhubungan dengan penurunan masukan oral / tak adekwat dan peningkatan kebutuhan metabolisme penyakitnya.

INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kebutuhan kalori klien yang realistik.

2. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekwat.

3. Berikan suasana makan yang releks dan siapkan porsi makannya.

4. Atur agar dietnya sesuai yaitu TKTP 1. Kerja sama dengan ahligizi penting untuk mendapatkan nutrisi yang adekwat.
2. Pemahaman tentang nutrisi sangat diperlukan sehingga klien dan keluarga menjadi lebih kooperatif.
3. Agar dapat meningkatkan selera makan klien.

4. Diperlukan untuk menganti kebutuhan atau bagian tubuh yang rusak dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

DAFTAR PUSTAKA


1. Mclane, alih bahasa Ni Luh Gede Yasmin, SKp (1994), Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

2. Lynda juall Carpenito alih bahasa Monika ester,SKp (1999), Buku Saku Diagnosa keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

3. Jan Tambayong,dr.alih bahasa Monika Ester SKp (1999),Patofisiologi Untuk Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

4. ……………, (1995), Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah, Penerbit Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Unibra RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

frizca rizky - ASKEP ANAK DENGAN TALASEMIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGAN TALASEMIA

I. KONSEP DASAR MEDIS
Pengertian
1) Talasemia merupakan penyakit anemia hematolik dimana terjadi kerusakan sel darah merah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Ngastiyah, 1997:377)
2) Talasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin (Suryadi dan rita, 2001: 23)
3) Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif (Arif Manjoer, 2000:497)
Kesimpulan :
Talasemia adalah penyakit herediter yang menyebabkan anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan eritrosit sehingga umur eritrosit menjadi pendek.
Etiologi
1) Struktural pembentukan hemoglobin abnormal
2) Transkripsi genetik
3) Tidak adanya gen
Patofisiologi
Pada talasemia , pembuatan rantai beta sangat terhambat. Sebagai kompetensi dibuat rantai gamma dan delta, tetapi kompensasi ini tidak mencukupi, sehingga kadar hemoglobin turun. Kurangnya ranta  berakibat meningkatnya rantai alfa. Rantai alfa ini mengalami denaturasi dan presipitasi didalam sel. Menimbulkan kerusakan membran sel yang lebih permiabel. Sehingga sel mudah pecah, dan terjadi hemoglobin, dengan akibat timbulnya oksigen yang aktif, yang mengoksidasi hemoglobin dan membran sel serta berakibat suatu hemolisi, hemosiderosis.
Skema
Hemoglobin postnatal





Rantai  Rantai 


Taksemia  ....... Defisiensi eritrosit rantai 


Sintesa rantai 


Kerusakan pembentukan Hb


Hemolisis


Anemia berat







Pemeriksaan dan diagnostik
1) Hb < 6gr%
2) Piku darah Hipokromia
3) Eritosit Mikrositik Hipokromik
4) Zat besi serum Meningkat
5) Elektrofotesis Peningkatan HDA2
6) Hemoglobin janin PG Hbf (d22)

Klasifikasi dan Gejala
Talasemia Alfa
1) Gejala Klinis
Hidrops betalis, anemia ringan
2) Komplikasi
Hemolisis akut akibat penggunaan obat-obat yang bersifat oksidasi
3) Anemia hipikrom, mikrosintesis jumlah leukosit meningkat, Hb k tidak meningkat, HbA2 lebih rendah
Talasemia Beta
Diakibatkan produksi rantai beta terganggu, dibagi menjadi 3 :
1) Talasemia mayor
(1) Gejala Klinis :
Anemia, sesak nafas, hepatosplenomegali dan hemosiderosis, gangguan pertumbuhan dan pubertas, muka mongoloid, kelemahan, pucat, anoreksia, BB berkurang.
(2) Komplikasi:
Pada pasien yang jarang menerima transfusi pada saat hemolisis dan anemi akibat terjadi hipertropi jaringan eritropoenik ektre medular, tulang menjadi tipis dan terjadi fraktur patologik, gangguan pendengaran, deformitas pada muka, dan hiperspinesme
(3) Lab:
Darah tepi, adanya eritrosit muda, Hb rendah, jumlah retikulosit meningkat, Kadar besi dalam serum meningkat atau normal
SGOT/SGPT meningkat, asam urat meningkat
Hb SAQ dan anti Hb SAQ positif
2) Talasemia intermediate
Talasemia mayor tanpa adanya kerusakan gen / heterogen, ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot
Gejala klinis :
(1) Abania ringan
(2) Ditemukan ikterus dan spignomegali
(3) Hb bervariasi
(4) Bilirubin sedikit meningkat, SGOT meningkat
3) Talasemia minor
Ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot dan tidak memberikan gejala klinik

Komplikasi secara umum
1) Fraktur patologi
2) Hepatosplenomegali
3) Gangguan tumbuh kembang
4) Disfungsi organ
5) Transfusi berulang berakibat kadar besi dalam darah tinggi

Penatalaksanaan
Medik
Tidak adanya pengobatan yang tepat untuk talasemia, pengobatan hanya berupa :
(1) Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr %) atau bila anak terlihat lemah tidak ada nafsu makan
(2) Splenektomi dilakukan pada anak > tua dari umur 2 tahun
(3) Sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis
(4) Pemberian vitamin tetapi tidak boleh preparat yang mengandung besi
(5) Transfusi sumsum tulang belakang
Perawatan
(1) Resiko terjadi komplikasi akibat transfusi darah
Awasi setiap perubahan pada pasien, misalnya timbulnya urtikaria, kenaikan suhu tinggi disertai menggigil atau pasien pusing, mata berkunang dsb, hentikan transfusi dan beritahu dokter.
(2) Kebutuhan nutrisi
Perbaikan pada pasien dengan anoreksi hanya dengan cara memperbaiki keadaan anemianya dengan memberikan transfusi darah disamping usaha memperbaiki makanan peroral dan cukup gizi, tetapi tidak boleh diberikan makanan yang mengandung besi seperti : hati, sayuran kangkung atau bayam karena dalam tubuh pasien telah kelebihan zat besi.

II. KONSEP DASAR ASKEP
2.1 Pengkajian
2.1.1 Biodata
Biasanya tampak pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun dan bersifat herediter
2.1.2 Keluhan utama
Nyeri kepala, pasien lemah, sesak nafas, badan kekuningan
2.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Kepala pusing dan badan terus semakin lemah bila digunakan beraktivitas dan badannya kekuningan

2.1.4 Riwayat penyakit dahulu
- Antenatal : Diturunkan secara autosom dari ibu atau ayah yang menderita talasemia
- Natal : Peningkatan Hb F
- Prenatal : Penghambatan pembentukan rantai 
2.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Ada salah satu anggota keluarga/kedua orang tuanya menderita penyakit talasemia.
2.1.6 Riwayat Psiko, sosial, spiritual
Gelisah, sulit berisolasi dengan orang lain.
2.1.7 ADL
- Nutrisi : nafsu makan menurun/ anoreksia, mual, muntah
- Istirahat tidur : gelisah, rewel
- Personal hygiene : ketergantungan pada orang lain / orang tua
- Aktivitas : kelemahan / kelelahan, keletihan.
- Eliminasi : obstipasi / diare.
2.1.8 Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
Kesadaran compos mentis
TD : Hipotensi
Nadi : Takikardi
RR : Takipnea
Suhu : Naik/Turun
2) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala : Muka mongoloid, deformitas pada muka dan hipersplenisme
(2) Mata : Kuning, konjungtiva pucat
(3) Hidung : Nyeri sinus maxilla
(4) Mulut : Bibir pucat, gusi pucat, pertumbuhan gizi buruk
(5) Thorak : Tarikan intercostae, suara jantung, murmur, S3 gallop, pembesaran jantung
(6) Abdomen : Terdapat hepatosplenomegali, pembesaran limfe
(7) Ekstremitas : tulang menjadi tipis dan terjadi fraktur patologik

2.2 Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul
2.2.1 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan kurangnya selera makan
2.2.2 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
2.2.3 Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan cardiac out put
2.2.4 Perubahan eliminasi (alvi) konstipasi / diare berhubungan dengan penurunan makanan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat
2.2.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah menafsirkan informasi
2.2.6 Resiko infeksi berhubungan dengan tranfusi yang berulang-ulang

2.3 Intervensi
2.3.1 Diagnosa 1
1) Kriteria Hasil : Tidak mengalami malnutrisi
2) Intervensi :
(1) Observasi riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
R/ Mengidentifikasi defisiensi dan menduga kemungkinan intervensi selanjutnya
(2) Timbang BB setiap hari
R/ Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
(3) Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
R/ Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan penyembuhan
(4) Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/ Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
2.3.2 Diagnosa 2
1) Kriteria Hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda perfusi jaringan yang adekuat
2) Intervensi :
(1) Monitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa
R/ Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan jebutuhan intervensi
(2) Tinggikan posisi kepala di tempat tidur
R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
(3) Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri
R/ Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial atau potensial resiko infark
(4) Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
R/ Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vitamin B 12
(5) Observasi adanya rasa dingin dan mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh
R/ Vasokontriksi ( keorgan vital ) menurunkan sirkulasi perifer. Kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan
(6) Memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
R/ Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan
2.3.3 Diagnosa 3
1) Kriteria hasil : Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekwensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru bersih
2) Intervensi :
(1) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien untuk turun dari tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru sehingga memperbaiki difusi gas
(2) Obsrvasi frekwensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
R/ Kecepatan biasanya meningkat kerja nafas dan kedalaman pernafasan bervariasa tergantung derajat gagal nafas.Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan ateletaksis atau nyeri dada pleuristik
(3) Berikan oksigen tambahan
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
(4) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernafasan lebih lambat dan dalam
R/ Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia yang dapat dimanisfestasi sebagai ansietas

2.3.4 Diagnosa 4
1) Kriteria hasil : Individu akan memperlihatkan peningkatan eliminasi usus
2) Intervensi :
(1) Anjurkan minum segelas air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi
R/ Dapat merangsang peristaltik usus untuk pengeluaran feses

(2) Hindari makanan yang berbentuk gas
R/ Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen
(3) Berikan masukan air sedikitnya 6 sampai 10 gelas
R/ Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi dan membantu mempertahankan hidrasi pada diare
2.3.5 Diagnosa 5
1) Kriteria hasil : Melakukan tindakan yang perlu atau perubahan pola hidup
2) Intervensi :
(1) Berikan informasi tentang talasemia dan diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya penyakit
R/ Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan
(2) Tinjau tujuan dan persiapan diagnostik
R/ Ansietas tentang ketidaktahuan meningkatkan tingkat stres dan kerja jantung
2.3.6 Diagnosa 6
1) Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka, mengidentifikasi perilaku untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
2) Intervensi :
(1) Perhatikan teknik aseptik terhadap pemasangan tranfusi
R/ Menurunkan resiko infeksi bakteri
(2) Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
R/ Menjaga agar daya tahan tubuh tetap baik dan tidak mudah terkena infeksi yang dapat menjadikan komplikasi
(3) Amati terhadap manifestasi klinis infeksi
R/ Mencegah infeksi makin berlanjut dan berakibat fatal untuk kesehatan tubuh si anak

frizca rizky - ASKEP WSD

WSD ( Water Seal Drainage )


Pengertian :
Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

Indikasi dan tujuan pemasangan WSD
1. Indikasi :
 Pneumotoraks, hemotoraks, empyema
 Bedah paru :
- karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura
- reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC
- lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC
2. Tujuan pemasangan WSD
 Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
 Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
 Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks
 Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.

Prinsip kerja WSD
1. Gravitasi : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
2. Tekanan positif : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761 mmHg )
3. Suction

Jenis WSD
1. Satu botol
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol. Keuntungannya adalah :
- Penyusunannya sederhana
- Mudah untuk pasien yang berjalan
Kerugiannya adalah :
- Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang diperlukan
- Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol
- Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol yang membatasi garis pengukuran drainase
2. Dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
- Mempertahankan water seal pada tingkat konstan
- Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage yang lebih baik

Kerugian :
- Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial untuk masuk ke dalam area pleura.
- Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol.
- Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada kebocoran udara.

3. Tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus dilepaskan saat itu juga.
Keuntungan :
- sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.
Kerugian :
- Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan.
- Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi

4. Unit drainage sekali pakai
 Pompa penghisap Pleural Emerson
Merupakan pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga botol.
Keuntungan :
- Plastik dan tidak mudah pecah
Kerugian :
- Mahal
- Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.
 Fluther valve
Keuntungan :
- Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik
- Kurang satu ruang untuk mengisi
- Tidak ada masalah dengan penguapan air
- Penurunan kadar kebisingan
Kerugian :
- Mahal
- Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karena tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.
 Calibrated spring mechanism
Keuntungan :
- Idem
- Mampu mengatasi volume yang besar
Kerugian
- Mahal

Tempat pemasangan WSD
1. Bagian apeks paru ( apikal )
2. Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara bagian basal
3. Posterolateral interkosta ke 8 – 9 untuk mengeluarkan cairan ( darah, pus ).


Persiapan pemasangan WSD
 Perawatan pra bedah
1. Menentukan pengetahuan pasien mengenai prosedur.
2. Menerangkan tindakan-tindakan pasca bedah termasuk letak incisi, oksigen dan pipa dada, posisi tubuh pada saat tindakan dan selama terpasangnya WSD, posisi jangan sampai selang tertarik oleh pasien dengan catatan jangan sampai rata/ miring yang akan mempengaruhi tekanan.
3. Memberikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya atau mengemukakan keprihatinannya mengenai diagnosa dan hasil pembedahan.
4. Mengajari pasien bagaimana cara batuk dan menerangkan batuk serta pernafasan dalam yang rutin pasca bedah.
5. Mengajari pasien latihan lengan dan menerangkan hasil yang diharapkan pada pasca bedah setelah melakukan latihan lengan.

 Persiapan alat
1. Sistem drainase tertutup
2. Motor suction
3. Selang penghubung steril
4. Cairan steril : NaCl, Aquades
5. Botol berwarna bening dengan kapasitas 2 liter
6. Kassa steril
7. Pisau jaringan
8. Trocart
9. Benang catgut dan jarumnya
10. Sarung tangan
11. Duk bolong
12. Spuit 10 cc dan 50 cc
13. Obat anestesi : lidocain, xylocain
14. Masker

 Perawatan pasca bedah
Perawatan setelah prosedur pemasangan WSD antara lain :
1. Perhatikan undulasi pada selang WSD
2. Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit pada 1 jam pertama
3. Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi
4. Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan memperhatikan jangan sampai selang terlipat
5. Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi
6. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
7. Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat jumlah cairan yang dibuang
8. Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
9. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis, empisema.
10. Anjurkan pasiuen untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk yang efektif
11. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena beberapa kondisi dapat terjadi antara lain :
1. Motor suction tidak jalan
2. Selang tersumbat atau terlipat
3. Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainase, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.


Cara mengganti botol WSD
1. Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aguades ditambah desinfektan.
2. Selang WSD diklem dulu
3. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
4. Amati undulasi dalam selang WSD.

Indikasi pengangkatan WSD
1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
- Tidak ada undulasi
- Tidak ada cairan yang keluar
- Tidak ada gelembung udara yang keluar
- Tidak ada kesulitan bernafas
- Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
2. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada selang.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN WSD

1. Pengkajian
a. Sirkulasi
- Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
- Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
- Hipertensi / hipotensi
b. Nyeri
Subyektif :
- Nyeri dada sebelah
- Serangan sering tiba-tiba
- Nyeri bertambah saat bernafas dalam
- Nyeri menyebar ke dada, badan dan perut
Obyektif
- Wajah meringis
- Perubahan tingkah laku
c. Respirasi
Subyektif :
- Riwayat sehabis pembedahan dada, trauma
- Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.
- Kesulitan bernafas
- Batuk
Obyektif :
- Takipnoe
- Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal.
- Fremitus fokal
- Perkusi dada : hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
d. Rasa aman
- Riwayat fraktur / trauma dada
- Kanker paru, riwayat radiasi / khemotherapi
e. Pengetahuan
- Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi seperti TB, Ca.
- Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, perawatan.

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Dx.1. Tidak efektifnya pola nafas sehubungan dengan :
- Penurunan ekspansi paru
- Penumpukan sekret / mukus
- Kecemasan
- Proses peradangan
Ditandai dengan :
- Dyspnoe, takipnoe
- Nafas dalam
- Menggunakan otot tambahan
- Sianosis, arteri blood gas abnormal ( ABGs )
Kriteria evaluasi
- Pernafasan normal / pola nafas efektif dengan tidak adanya sianosis, gejala hipoksia dan pemeriksaan ABGs normal.

Intervensi keperawatan dan rasionalisasi
Independen
a. Identifikasi faktor presipitasi, misal :
- Kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi dari mekanik pernafasan
Memahami penyebab dari kolaps paru sangat penting untuk mempersiapkan WSD pada ( hemo/pneumotoraks ) dan menentukan untk terapi lainnya.
b. Evaluasi fungsi respirasi, catat naik turunnya/pergerakan dada, dispnoe, kaji kebutuhan O2, terjadinya sianosis dan perubahan vital signs.
Tanda-tanda kegagalan nafas dan perubahan vital signs merupakan indikasi terjadinya syok karena hipoksia, stress dan nyeri.
c. Auskultasi bunyi pernafasan
- Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru-paru
- Pada daerah atelektasis suara pernafasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernafasan tidak terdengar dengan jelas.
- Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.
d. Catat pergerakan dada dan posisi trakea
Pergerakan dada yang terjadi pada saat inspirasi maupun ekspirasi tidak sama dan posisi trakea akan bergeser akibat adanya tekanan peumotoraks.
e. Kaji fremitus
Suara dan fibrasi fremitus dapat membedakan antara daerah yang terisi cairan dan adanya pemadatan jaringan
f. Bantu pasien dengan menekan pada daerah yang nyeri sewaktu batuk dan nafas dalam
Dengan penekanan akan membantu otot dada dan perut sehingga dapat batuk efektif dan mengurangi trauma
g. Pertahankan posisi yang nyaman dengan kepala lebih tinggi dari kaki
- Miringkan dengan arah yang sesuai dengan posisi cairan / udara yang ada di dalam rongga pleura
- Bantu untuk mobilisasi sesuai dengan kemampuannya secara bertahap dan beri penguatan setiap kali pasien mampu melaksanakannya.
Mendukung untuk inspirasi maksimal, memperluas ekspirasi paru-paru dan ventilasi.
h. Bantu pasien untuk mengatasi kecemasan /ketakutan dengan mempertahankan sikap tenang, membantu pasien untk mengontrol dengan nafas dalam.
Kecemasan disebabkan karena adanya kesulitan dalam pernafasan dan efek psikologi dari hipoksia.

Bila WSD terpasang
 Cek ruang kontrol suction untuk jumlah cairan yang keluar dengan tepat ( untuk batas air dinding regulator terpasang dengan benar ).
Mempertahankan tekanan negatif intra pleural dengan mempertahankan ekspansi paru secara optimal atau dari drainage cairan.
 Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan pada batas yang telah ditetapkan.
Cairan dalam botol WSD untuk mencegah terjadi tekanan udara dalam rongga pleura pada waktu suction tidak digunakan dan sebagai alat untuk evaluasi apakah sistem drainage berfungsi atau tidak.
 Observasi gelembung udara pada botol WSD
- Gelembung udara merupakan udara yang keluar akibat adanya reflek ekspansi pada pneumotoraks. Gelmbung udara biasanya terjadi sebagai akibat dari penurunan pengembangan paru atau terjadi selama ekspansi atau batuk pada fungsi rongga pleura menurun.
- Tidak ditemukannya gelembung udara berarti ekspansi paru normal atau terjadi hambatan seperti obstruksi pada selang.
 Evaluasi gelembung udara yang terjadi.
Dengan suction yang terpasang dapat mengidikasikan adanya kebocoran udarayang menetap mungkin dari pneumotoraks yang luas, luka insersi dari selang atau dari sistem WSD.
 Tentukan lokasi kebocoran pada pasien atau WSD ( dengan memasang klem pada selang kateter toraks distal ) dengan sedikit ditarik keluar.
Apakah bubbling terhenti ketika kateter di klem, maka kebocoran terjadi pada klien.
 Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD
Rongga WSD menunjukkan adanya tekanan intra pleura dimana terjadi perbedaan tekanan pada waktu inspirasi dan ekspirasi. Perbedaan tersebut normal 2 – 6 cm.
 Monitor untuk undulasi abnormal dan catat apabila ada perubahan yang menetap atau sementara.
Peningkatan fluktuasi tidak terjadi pada saat batuk. Bila terjadi obstruksi menunjukkan adanya pneumotoraks yang luas sehingga peningkatan tersebut akan berlangsung secara terus menerus.
 Atur posisi sistem drainage agar berfungsi seoptimal mungkin, misalnya sisakan panjang selang pada tempat tidur, yakinkan bahwa selang itu tidak kaku dan menggantung di atas WSD, keluarkan akumulasi cairan bila perlu.
Bila posisi tidak baik, menekuk atau adanya akumulasi cairan akan mengakibatkan tekanan berkurang pada wSD dan mengurangi pengeluaran udara dan cairan berkurang.
 Evaluasi apakah perlu tube tersebut dilakukan pengurutan
Menarik / menekan diperlukan untuk mengeluarkan gumpalan darah / eksudat drainage.
 Tekan selang dengan hati-hati pada setiap kali melakukannya, jangan sampai mempengaruhi tekanan yang ada.
Penarikan biasanya dirasakan kurang nyaman oleh pasien sebab akan mempengaruhi tekanan intra toraks yang menyebabkan batuk dan nyeri dada. Penarikan yang salah dapat menimbulkan trauma /injury misalnya; invaginasi jaringan, kolaps jaringan di sekitar kateter atau perdarahan dari dinding kapiler.


Bila WSD tidak terpasang
 Perhatikan adanya tanda-tanda respirasi distress kemudian hubungkan toraks kateter dengan selang suction. Perhatikan tehnik aseptik. Apabila kateter tercabut, tutup luka insersi dengan dressing dengan sedikit tekanan dan segera lapor ke dokter.
Dapat terjadi pneumotoraks

Setelah selang dilepas
 Observasi tanda dan gejala bila kemungkinan terjadi kembali pneumotoraks seperti nafas pendek, mengeluh nyeri. Tutup luka dengan dressing steril, observasi keadaan luka.
Deteksi dini dari adanya komplikasi sangat penting, misalnya pneumotoraks kembali / infeksi.

Kolaborasi
 Lakukan fototoraks ulang
Untuk memonitor terjadinya hemo/pneumotoraks dan pengembangan paru.
 Periksa ulang analisa gas darah, tekana O2 dan tidal volume.
Mengetahui pertukaran gas dan ventilasi untuk menentukan therapi selanjutnya.
 Perhatikan apabila membutuhkan penambahan O2
Merupakan alat bantu pernafasan, mencegah terjadinya respiratory distress syndrom dan sianosis akibat hipoksemia.

Dx 2. Injuri, potensial terjadi trauma / hypoksia sehubungan dengan ; pemasangan alat WSD, kurangnya pengetahuan tentang WSD ( prosedur dan perawatan )
Kriteria evaluasi :
- mengenal tanda-tanda komplikasi
- pencegahan lingkungan / bahaya fisik lingkungan

Intervensi perawatan dan rasionalisasi
Independen
a. Review dengan pasien akan tujuan / fungsi drainege, catat/ perhatikan tujuan yang penting dalam penyelamatan jiwa
Informasi tentang kerja WSD akan mengurangi kecemasan
b. Fiksasi kateter thoraks pada didnding dada dan sisakan panjang kateter agar pasien dapat bergerak atau tidak terganggu pergerakannya.
Mencegah lepasnya kateter dan mengurangi nyeri akibat terpasangnya kateter dada
Perhatikan bahwa sambungan selang kateter dengan WSD aman
Mencegah lepasnya sambungan selang
Lapisi dengan kasa pada insersis kateter
Mencegah iritasi kulit
c. Usahakan WSD berfungsi dengan baik dan aman dengan meletakkannya ebih rendah dari bed pasien di lantai atau troli.
Mempertahankan posisi gaya gravitasi dan mengurangi resko kerusakan ataupun pecahnya unit WSD
d. Lengkapi dengan alat transportasi yang aman bila dibawa ke lain unit untuk pemeriksaan diagnostik
- Sebelum berangkat cek WSD, batas cairan, ada tidaknya gelembung, undulasi ( derajat dan waktunya )
- Yakinkan chest tube dapat di klem atau dilipat dari suction / WSD
Mempertahankan berlangsungnya pengeluaran cairan / udara secara optimal selama transportasi bila pengeluaran cairan dari rongga dada banyak kateter jangan di klem, suction jangan dicabut sebab dapat mengakibatkan adanya akumulasi cairan / udara sehingga timbul gangguan respirasi.
e. Monitor insersi kateter pada dinding dada, perhatikan keadaan kulit di sekitar kateter drainage. Ganti dressing dengan kassa steril setiap kali diperlukan.
Untuk mengetahui keadaan kulit seperti infeksi, erosi jaringan sedini mungkin
f. Anjurkan pasien untuk tidak menekan atau membebaskan selang dari tekanan, misalnya tertindih tubuh.
Mengurangi resiko obstruksi drain atau lepasnya sambungan selang.
g. Kaji perubahan yang terjadi, catat ; beri tindakan perawatan jika :
- perubahan suara bubling
- kebutuhan O2 yang tiba-tiba
- nyeri dada
- lepasnya selang
Intervensi yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi
h. Observasi adanya tanda-tanda respirasi distress bila kateter thoraks tercabut.
Pneumothoraks dapat terjadi sehingga timbul gangguan fungsi pernafasan yang memerlukan tindakan emergency

Dx 3. Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi
Kriteria evaluasi :
- Menyebutkan penyebab penyakit
- Dapat mengidentifikasi tanda / gejala untuk perawatan / pengobatan lebih lanjut
- Mengikuti program therapi dan menunjukkan adanya perubahan pola hidup untuk mencegah timbulnya / kambuhnya penyakit.

Intervensi keperawatan dan rasionalisasi
Independen
a. Review patologi penyakit dengan klien
Informasi dapat menurunkan kecemasan / ketakutan akibat ketidak tahuan. Pengetahuan mendasari pemahaman akan keadaan adan pentingnya intervensi therapiutik.
b. Identifikasi adanya kekambuhan penyakit / komplikasi
Penyakit paru COPD + malignant merupakan penyebab terjadinya kekambuhan penyakit. Pada klien sehat tapi menderita spontaneus pneumotoraks kekambuhan berkisar 10 – 15%, yang sudah kambuh dua kali resiko untuk menderita kembali sekitar 60%.
c. Review tanda dan gejala yang perlu tindakan medis segera; nyeri dada tiba-tiba, dispnoe, distress respiratory.
Kambuhnya pneumo/hemothoraks memerlukan tindakan medis untuk mencegah/mengurangi terjadinya komplikasi
d. Review pentingnya pola hidup sehat ; nutrisi adekuat, istirahat, latihan.
Mempertahankan kesehatan secara umum dan mencegah terjadinya kekambuhan.

frizca rizky - ASKEP ANAK DENGAN SYNDROM NEFROTIK

ASKEP ANAK DENGAN SYNDROM NEFROTIK

NEFROTIK SYNDROM
Adanya injuri pada glomerular biasanya diikuti adanya :
 Proteinuria
 Hypoalbuminemia
 Hyperlipemia
 Edema
 Peningkatan permiabilitas glomerular terhadap protein plasma  kehilangan
Proteinuria >>

JENIS NEFROTIK SYNDROM :
1. NS Primer
 Terbatas pada injuri glomerular
2. NS Sekunder
 Berkembang sebagian bagian dari sakit sistematik

Ad . NS Primer :
 Minimal Change NS ( MCNS )
 >> pada anak usia prasekolah
 Penyebabnya tidak jelas
 Neprosis idiopatik, minimal lesion neprosis, lipoid neprosis / uncom plicated nefrosis
 Sakit yang tidak spesifik : infeksi virus saluran pernafasan  mendahului adanya manifestasi : 4 - 8 hari

Ad. NS Sekunder
 Terjadi setelah berkumpulnya kerusakan – kerusakan pada glomerulus
 Penyebab tersering dari kerusakan glomerulonefritis
 Biasanya sekunder pada penyakit vascular ( seperti : Dic dan anaphy lactoid purpura atau keracunan obat : trimethadione, sengatan atau bisa ular
 Memberi gejala utama  penyakit ginjal pada anak dengan AIDS

CONGENITAL NEFROTIK SYNDROM :
 Gen yang resesif pada autosom
 Biasanya terjadi pada bayi yang kecil umur gestasinya
 Proteinuria dan edema  manifestasi awal
 Type ini tidak berespon terhadap terapi yang biasa dilakukan
 Kematian dapat cepat bila bayi menolak adanya dialysis atau transplantasi ginjal

Kerusakan glomerulus pada ginjal



Proteinuria
( massive )


Hipoproteinemia Peningkatan sintesis protein
& lemak pada hati


Hypovolemia penurunan tekanan onkotik Hyperlipidemia



Penurunan aliran darah keginjal Peningkatan sekresi ADH dan aldosteron



Pelepasan renin Reabsorpsi Na dan air Edema



Vasokontriksi Peningkatan tekanan hydrostatik


MANIFESTASI KLINIS
 Berat badan meningkat
 Pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata
 Edema anasarka
 Pembengkakan pada labia / skotum
 Asites
 Diare, nafsu makan menurun, absorbsi usus menurun  edema pada mukosa usus
 Volume urine menurun, kadang – kadang berwarna pekat dan berbusa
 Kulit pucat
 Anak menjadi iritabel, mudah lelah / letargi
 Celulitis, pneumonia, peritonitis atau adanya sepsis
 Azotemia
 TD biasanya normal / naik sedikit


EVALUASI DIAGNOSTIK :
 Diagnosis ditegakan berdasarkan riwayat penyakit dan manifestasi klinis
 Konsentrasi total serum protein menurun : albumin menurun ( 2 g/dl) plasma lipid meningkat
 Serum kolesterol naik 450 –1500 mg / dl
 Hb dan Ht biasanya normal atau meningkat
 Jumlah platelet meninggi (500.000 – 1.000.000)  hemokonsentrasi
 Konsentrasi serum sodium menurun  130 – 135 Meq / L
 Biopsi Renal :
- Memberikan informasi tentang status glomerulus dan type dari NS, serta respon
dari obat.

MANAGEMENT TERAPEUTIK
 Mengurangi eksresi protein dalam urine dan mempertahankan urine terbatas dari protein
 Mencegah infeksi akut
 Mengontrol edem
 Meningkatkan nutrisi
 Mengembalikan penyesuaian dari gangguan proses metabolik

TINDAKAN UMUM :
 Prisipnya supportive
 Anak dipertahankan dalam keadaan bed rest namun aktivitasnya tidak dibatasi pada fase remesi
 Infeksi akut  dengan pemberian antibiotik yang sesuai
 Memberikan diet yang sesuai  membatasi garam
 Intake tinggi proteindikurangi  gagal ginjal & azotemia
 Terapi kortikosteroid :
 Dimulai dini pada saat anak didiognosis NS
 Pemberian secara oral dalam dosis 2 mg/kg BB  = 10 hari – 2 mgg sampai urine bebas dari protein
 Perhatikan Es yang terjadi seperti Growth Retardation, katarak, obesitas, hypertensi, perdarahan GI, infeksi
 Terapi imunosupresant
 Memungkinkan mengurangi relaps dan memberikan tahap remisi dalam jangka
waktu yang lama
 Misal pemberian cyclophos phamide yg digabung dengan prednison  2-3 bl
 Pemberian diuretic
 Furosemid yang dikombinasi dengan metolazone
 Plasma expander seperti “ salt poor human albumin “

PROGNOSIS :
 Tergantung pada respon anak pada terapi steroid
 Kerusakkan dapat diminimalkan bila deteksi dini dan tindakan yang cepat dan terapi untuk menghilangkan proteinuria
 80 % anak mempunyai pronosis yang baik

NURSING CONSIDERATION :
PENGKAJIAN :
 Mengkaji adanya retensi cairan dan ekskresinya
 Mengkaji intake & autput
 Mengkaji integritas kulit
 Melakukan pengukuran lingkar abdomen dan menimbang BB
 Mengkaji adanya edem
 Memonitor tanda-tanda vital

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Gangguan volume cairan : lebih dari kebutuhan tubuh b.d akumulasi cairan pada jaringan tubuh
Tujuan : 1. Gejala akumulasi cairan tidak terjadi
K. hasil : Tidak ada edem
- Intervensi -
1. Mengkaji, mencatat, intake, dan output
2. Menimbang BB
R/ : Untuk mengkaji adanya retensi

3. Mengkaji perubahan pada edem :
 Mengukur lingkar abdomen
R/ Untuk mengkaji adanya asitis
 Memonitor edem disekitar mata dan daerah yang udem
 Catat adanya pitting jika ada
 Catat warna dan texture dari kulit
4. Tes Bj urine, dan albumin
R/ Hyperalbuminuria adalah manifestasi pada NS
5. Tampung urine untuk keperluan laboratorium
6. Kolaborasi pemberian kortikosteroid sesuai kebutuhan
R/ Untuk mengurangi eksresi protein dalam urine
7. Kolaborasi pemberian diuretic jika diindikasikan
R/ Untuk mengurangi udem
8. Membatasi cairan

Tujuan : 2 Anak akan menerima cairan yang sesuai
K. Hasil : Tidak menunjukan gejala kelebihan cairan
- Intervensi -
1. Berikan cairan dengan hati-hati
R/ Agar anak tidak menerima cairan berlebihan
2. Monitor infus intravena
R/ Mempertahankan intake
3. Gunakan strategi untuk mencegah kelebihan intake
 Gunakan botol kecil untuk intake cairan
R/ Volume cairan  melebihi batas
 Semprot mulut dengan pendingin
R/ Mencegah feeling anak terhadap kekeringan
 Berikan permen karet dan permen manis
4. Pertahankan bibir basah dengan memberikan minyak / madu
R/ Memberikan kenyamanan dan mencegah bibir pecah - pecah

2. Risti defisit volume cairan (intravaskular) b.d kehilangan cairan, protein & edema
Tujuan : Akan menunjukan tidak adanya kejadian kehilangan cairan intravaskular atau syok hipovolemik
KH : Tanda – tanda syok hipovolemik tidak ada
- Intervensi -
1. Monitor tanda-tanda vital
R/ Untuk mendeteksi tanda-tanda fisik dari penurunan cairan
2. Mengkaji frekuensi dan kualitas nadi
R/ Untuk mengetahui tanda syok hipovolemik
3. Mengukur tekanan darah
R/ Untuk mendeteksi syok hipovolemik
4. Laporkan kejadian-kejadian yang tidak normal
R/ Mempercepat tindakan perawatan
5. Kolaborasi pemberian salt – poor albumin
R/ Sebagai plasma expander

3. Risti infeksi b.d pertahanan tubuh yang menurun, cairan overload
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
K. Hasil : - Tanda-tanda infeksi tidak ada
- Anak dan keluarga akan menggunakan kegiatan - kegiatan yang me -
ningkatkan kesehatan
- Intervensi -
1. Lindungi anak dari orang yang terkena infeksi
R/ Untuk meminimalkan masuknya organisme
2. – Tempatkan anak diruangan non infeksi
- Batasi kontak langsung dengan orang yang menderita infeksi
- Ajarkan pengujung untuk mencegah infeksi seperti : cuci tangan
3. Gunakan tehnik aseptic pada setiap tindakan
4. Lakukan cuci tangan yang baik
5. Pertahankan anak dalam keadaan hangat dan kering
R/ Anak mudah terserang ISPA
6. Monitor temperatur
R/ Deteksi awal dari infeksi
7. Ajarkan orang tua mengenai tanda dan gejala infeksi

EVALUASI
Keefektifannya ditentukan oleh pengkajian ulang yang terus menerus dan evaluasi dari perawatan yang telah dilakukan dan kriteria hasilnya
 Monitor tanda vital dan kaji kulit dari infeksi
 Mengukur intake dan output dan memeriksa urin  albumin
 Mengkaji nafsu makan
 Mengobservasi dan berdiskusi dengan anak & keluarga tentang pengertian mereka mengenai penyakitnya, terapi, dan tindakan – tindakan medis lainnya